KAMU TETAPLAH KAMU

319 43 6
                                    

"Sendirian?"

"Enggak ini sama Alya,"

Mata Deka memicing menatap Alya.

"Pernah liat" Gumamnya

"Kemaren yang nganterin adek gue." celetuk Pandu tanpa menoleh kearah Alya.

"Yaudah kita duluan ya ca," Sambung Pandu pergi diikuti oleh teman-temannya.

*****

"Ca kok lo bisa?" Ucap Alya terbata-bata dengan gelagat tubuh bingung

"Lo bakal nanya ini," dengus Ica "Gue osis Al makanya gue sekarang deket sama Pandu."

"Dia osis?" Mata Alya memicing.

"Bukan, tau lah gimana anak kayak dia sudah pasti berurusan dengan osis."

Alya mengagguk paham.

*****

"Dia deket sama Ica?"

"Mungkin," Jawab Pandu dengan suara dinginnya

"Kalau dilihat-lihat anaknya cantik." Celetuk Ray menatap Alya.

"Lo mah semua cewek dibilang cantik," Dengus Raka

"Gue pengaggum ciptaan Tuhan yang berwujud wanita." Ucap Ray bangga dengan senyum gobloknya.

"Namanya siapa Ndu?"

"Kayaknya Alya"

"Kok kayaknya,yang pasti dong." Geram Ray

"Setau gue gitu,"

"Kok gitu?"

"Eh brisik amat lo Ray kayak kaleng rombeng." Geram Raka

Langit jingga mulai menyongsong jalan raya semakin padat penuh dengan kendaraan-kendaraan pribadi.

Masih di cafe Alya dan Ica masih bertukar cerita.

"Eh Al pulang yuk, gue lupa mau ngeprint proposal" Ucap Ica tiba-tiba melihat jam tanganya

"Oh, ayo."

"Wah tapi gue sama Rafa, gimana dong?"

Mata Alya memicing pendengaraanya menajam lalu senyum jahil terukir diwajahnya.

"Baru ya?"

"Apaan sih Al, dia Ketos gue."

"Oh gitu." Balas Alya masih tersenyum jahil.

"Woy gue pulang dulu ya" Teriak Ica kepada Pandu, Ray, dan Raka.

"Gue anter?" Tanya Ray genit

"Udah sama..."

"Gak usah disebut gue tau jawabanya" Ucap Ray lesu dengan tangan kanannya terangkat tanda stop

"Hehe."

"Tiati." Ujar Pandu namun malah membuat Alya diam seakan dunia runtuh, bagaimana bisa Pandu mengucapkan itu kepada sahabatnya.

Tanpa sepengetahuan Alya, Ica melirik kearahnya dan benar saja Wajah Alya tak terbaca raut wajahnya seolah bertanya mengapa.

"Makasih, ayo Al" Ujar Ica menarik tangan Alya keluar "Elo pulangnya gimana? apa gue anter dulu? Rafa bawa mobil kok." Ucap Ica setelah diluar Cafe

"Ca," Lirih Alya "kenapa dia gak berubah ke aku?"

Merasa tau perasaan Alya, Ica memeluk memberikan sinyal kehangatan pada tubuh Alya, dan sekali lagi Alya dalam posisi down.

"Ada waktunya Al, dimana yang mengejar akan dikejar." Ucap Ica menenangkan Alya.

"Tapi kapan Ca? kapan waktu itu berlaku?" Ucap Alya lemas

"Ica!?" Suara seseorang mengalihkan suasana

"Eh, hai Raf" balas Ica membalikan badan menghadap Rafa "kenalin ini Alya sahabat gue."

"Al ini Rafa temen gue."

Alya dan Rafa pun saling menatap kemudian berjabat tangan.

"Rafa."

"Alya."

"Yaudah yuk Ca buru, sebelum hujan." Tutur Rafa.

"Raf..." ujar Ica menggangtung "Kita anter Alya dulu ya?"

"Eh?" Ceplos Alya berjengit "enggak-enggak, aku sendiri aja, kalian buru-buru kan?"

"Al, sifat lo dari dulu gak berubah," Geram Ica "keras kepala."

"Gak papa Al" Sambung Rafa, berkat sifatnya yang friendly Rafa sangat mudah bergaul.

"Gak usah, gue nanti bisa naik Taxi" Balas Alya tersenyum lebar.

"Mana ada Taxi jam segini lewat" dengus Ica, sungguh ia sangat membenci sifat keras kepala Alya, tapi mau gimana lagi Alya tetaplah Alya sang Ratu anti dipengaruhi.

"Lo kayak hidup dijaman bahulah, ada gojek kalik." Balas Alya dengan tawa renyahnya

*****

Langit semakin menghitam warna yang seharusnya jingga terkikis, rintikan gerimis mulai turun, namun tak menghambat pengguna jalan untuk mengentikan aktivitasnya.

Disini di depan toko Alya menunggu hujan reda yang entah kapan seperti asmaranya yang akan terbalas tapi entah kapan, ditemani novel dan secangkir kopi manis selalu membuat Alya lupa dengan suasana.

Ia sudah mencoba menghubungi assisten rumah bahwa ia akan pulang telat karena terjebak hujan.

"Belum pulang?" Tanya seseorang yang tiba-tiba duduk didepan Alya, tenggorokan Alya hampir tersedak dan matanya hampir terjatuh benar didepannya seorang Pandu tengah menatapnya.

"Hah?" Balas Alya menganga kaget "kamu? ngomong sama..." Perkataan Alya jelas terdengar gugup.

"Pulang?" Tawar Pandu to the point "Gue anter lo pulang."

"Eh?"

Pandu pun beranjak mendekat kearah parkir mobil takurung Alya pun mengekor, tentu saja dengan jantung yang berdebar kuat.

Didalam mobil suasana begitu akward garing

Padahal dalam dunia Alya tidak ada yang namanya canggung, tapi mungkin slogan hidup tersebut tidak berlaku pada saat bersama Pandu.

"Jangan gr gue nawarin lo cuma balas budi." Celetuk Pandu begitu saja tanpa aba-aba

"Siapa yang gr?" Tanya Alya tak terima dirinya direndahkan padahal ya memang dia sudah baper tingkat dewa

"Oh yasudah."

Dalam perjalanan kerumah Alya suasana memang benar-benar hening hanya suara kendaraan dan klakson mobil-mobil sesekali kilat dilangit.

"Makasih" Ucap Alya cuek turun dari mobil dan langsung masuk ke halaman rumah

"Ehem"Deheman Pandu menginstrupsi agar Alya masih stay disitu

" apa?"

"Apa? gue gak manggil lo" Sinis Pandu sontak hal itu membuat Alya geram dan ingin membunuh Pandu, kalau ia tidak ingat Pandu adalah pangerannya.

Dasar aneh, untuk hati gue gak kw coba kw remuk dari dulu gerutu Alya dalam hati.

Give UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang