Upacara berjalan khidmat. Sejak awal dimulainya upacara hingga menjelang dibubarkan, semua peserta upacara mampu mengikuti upacara dengan baik. Begitu pun dengan para petugas yang sudah mengerahkan seluruh kemampuan terbaik mereka. Tinggal menunggu komando terakhir dari sang pemimpin, maka selesailah pelaksanaan upacara peringatan kemerdekaan pagi ini.
“Untuk seluruhnya, BUBAAAR JALAN!”
Tepat setelah Stefan mengomando, seluruh peserta upacara pun berbalik badan. Mulai melangkah meninggalkan lapangan upacara ketika
—
DUK—sang pemimpin upacara jatuh tergeletak.
“STEFAAAN!”
***
Sejak lima belas menit yang lalu, Yuki sama sekali tidak melepaskan genggaman tangannya dari tangan Stefan. Lewat tangan besar itu, Yuki bisa merasakan suhu tubuh Stefan yang tidak wajar.
Bodohnya ia. Seharusnya ia bisa menyadari keadaan Stefan lebih awal.
“Ngh,” Lelaki itu melenguh pelan. Yuki lantas menggerakkan tangannya sendiri untuk menyeka keringat yang ada di dahi Stefan.
“Yuki?”
“Lo udah sadar?”
Stefan mengernyit pelan kala merasakan nyeri di kepalanya. “Kita... di mana?”
“UKS. Lo pingsan sehabis upacara.”
Stefan mengangguk pelan. Ia kemudian berusaha menyamankan posisi kepalanya di atas bantal.
“Kenapa lo nggak bilang sama gue?”
“Hm?”
“Soal Oma lo,” jawab Yuki seraya menundukkan kepalanya. Gerakan yang sontak membuat matanya tanpa sengaja melihat sebelah tangannya sendiri yang masih menggenggam tangan Stefan.
Anehnya, Yuki sama sekali tidak berniat untuk melepaskannya.
“Barusan gue dapet SMS dari Oma,” jawab Yuki pelan. “Oma ngasih tahu gue kalau lo datang telat karena semalem jagain Oma yang sakit. Maag Oma lo kambuh, kan?”
Stefan tak menjawab. Dan Yuki mengartikannya sebagai ‘ya’.
“Lo begadang, bahkan sampai nggak tidur... tapi kenapa... lo malah maksain datang ke sekolah? Harusnya lo istirahat.”
“Itu karena gue udah janji sama lo,” jawab Stefan. “Gue udah janji bakal jadi pemimpin upacara hari ini, dan gue... nggak mau ingkari janji itu.”
“Tapi, Stefan, lo....”
“Nggak apa-apa, Yuki. Lo percaya sama gue, kan? Buktinya, gue berhasil jadi pemimpin upacara dari awal sampai akhir, itu artinya... gue gapapa.”
“Ya, tapi tetep aja, pada akhirnya kan lo pingsan. Padahal seharusnya kalau lo emang nggak bisa, Max kan bisa gantiin lo.”
Hening sejenak. Stefan sama sekali tidak membuka mulutnya untuk membalas kata-kata Yuki. Ia justru terdiam sambil terus memandang Yuki dengan intens. Sekilas, nampak sorot kekecewaan di sana.
“Lo... pingin Maxime yang jadi pemimpin upacara supaya gue nggak jadi pacar lo?”
Yuki tertegun. Astaga, bukan itu maksudnya!
“Stef, bukan....”
“Waktu dulu lo ngajuin syarat ke gue buat jadi pacar lo, lo nggak tahu seberapa senengnya gue saat itu karena akhirnya lo mau kasih gue kesempatan,” kata Stefan lembut.
“Tadinya, bagi orang yang nggak disiplin kayak gue, syarat yang lo ajuin itu jelas syarat yang susah banget, tapi karena itu juga gue sadar kalau syarat itu bikin gue jadi lebih bisa disiplin dan belajar bertanggung jawab. Secara nggak langsung, syarat itu menyadarkan gue kalau gue harus jadi orang yang lebih baik untuk bisa memulai hubungan sama orang lain.”
Stefan lalu mengalihkan pandangannya menuju langit-langit UKS.
“Dan sekarang, gue berhasil memenuhi syarat itu. Harusnya... lo jadi pacar gue, tapi.. hati lo sendiri masih belum bisa nerima gue. Apa boleh buat.”
Tanpa sadar, genggaman tangan Yuki pada Stefan mengerat. Ia tiba-tiba saja diliputi perasaan takut yang begitu kuat. Takut kalau Stefan memilih menyerah padanya.
“Bukan itu!” Tak kuasa, Yuki pun akhirnya membuka suaranya. “Gue... gue sama sekali udah nggak peduli tentang syarat itu. Gue cuma khawatir sama lo, gue takut lo kenapa-kenapa. Waktu lihat lo pingsan, gue bener-bener takut. Gue... khawatir sama lo, Stef.”
Stefan mengerjap kaget. Tetapi kemudian, seulas senyum simpul pun terbit di sudut bibirnya.
“Kalau lo emang ada masalah, harusnya lo cerita sama gue. Gue pingin jadi tempat lo berbagi. Lo... jangan menghilang tiba-tiba kayak hari ini.”
Tepat saat setetes air mata itu mulai jatuh dari kelopak Yuki, sebuah pelukan hangat yang menenangkan langsung mendekapnya erat. Membuat Yuki kaget sekaligus kian tak kuasa menahan tangisnya.
“Maaf... maafin gue karena udah bikin lo khawatir. Maaf....”
“Lo jahat, Stef. Lo jahat. Gue benci sama lo. Benci benci benci!”
“Iya iya, gue juga cinta kok sama lo.”
Mata Yuki sontak terbelalak kaget. Tapi kemudian ia justru mempererat pelukannya pada Stefan. “Gue bilang benci, bukan cinta.”
“Hahaha, iyaa, gue nggak butuh kata cinta dari mulut lo. Gue butuh cinta, dari hati lo. Dan gue bisa ngerasain apa yang hati lo rasain sekarang. Karena mulai detik ini... hati kita jadi satu, kan?”
“Cih, gombal.”
Stefan tertawa kecil. Dagunya kemudian ia sandarkan di atas kepala Yuki. “Makasih karena udah khawatir sama gue. Gue seneeeng banget. Tadinya kalau hati lo masih belum bisa nerima gue, apa boleh buat.”
“Apa boleh buat?” Alis Yuki berkedut penasaran.
“Apa boleh buat... gue bakal maksa hati lo buat bisa nerima gue.”
Yuki terpekur sesaat. Dan di detik selanjutnya, bibirnya mendengus pelan. “Dasar licik.”
Lalu, teringat sesuatu soal “licik”, Yuki pun cepat-cepat melepaskan pelukannya dari Stefan.
“Stef,”
“Hm?”
“Dulu lo ngancem gue, bakal nyebarin rahasia gue yang bisa bikin gue dikeluarin dari sekolah.” Mata Yuki menyipit tajam. “Rahasia apa?”
Stefan tampak bingung sejenak, tapi kemudian ia malah terkekeh-kekeh sendirian.
“Lo mau tahu rahasianya?”
Yuki mengangguk cepat. Stefan lalu memajukan wajahnya untuk berbisik di telinga Yuki.
“Rahasianya adalah... lo cewek paling cantik yang pernah gue lihat di muka bumi. Dan lo bisa dikeluarin dari sekolah, karena banyak cewek yang iri sama kecantikan lo dan akhirnya ngaduin lo ke kepala sekolah untuk ngeluarin murid secantik bidadari kayak lo.”
Stefan kemudian menjauhkan wajahnya dan langsung terkikik senang kala melihat ekspresi syok Yuki.
“Hahaha, lo lucu banget kalau lagi—aw sakit sakit sakit!“
“Stefaaaan! Gue bener-bener benci sama lo!”
Yeah, sepertinya sakit Stefan harus bertambah dengan ruam merah di telinganya. Tapi, tidak masalah, kan? Karena sekarang...
Stefan sudah menemukan pelengkap
Hatinya.Tanpa harus bicara, hati mereka sudah saling mengerti.
Hati yang ditakdirkan
untuk bersama.THE END
*******
makasih semua yang udah baca
Jangan lupa vote plus coment ya..
Ini story repost an anak stefkivers
Dan aku juga bakal bikin story repostan lagi jika vote ini sudah banyak..
Makasih😘😘😘Salam
STEFKIVERS
FOR ALL READERS.DARI STEFKIVERS
UNTUK
STEFKI💋❤💛💚💚💙💜
KAMU SEDANG MEMBACA
stolen heart
Fanfictiongimana ya kalo seorang cowo bad boy mau berusaha buat perjuangin buat cewek yang dia cintai. hai aku mau kenalin dulu nama aku leni. sebenernya udah suka buka wattpad udah berapa tahun, cuma ga pede buat bikin story fanfiction gitu. dan sekarang...