part 6

477 68 2
                                    

“Ya udah, Oma, Stefan anter Yuki pulang dulu, ya,” kata Stefan sambil mencium tangan Oma.

“Yuki pulang dulu, Oma.” Kali ini giliran Yuki yang mencium tangan Oma.

“Iya, kalian hati-hati, ya. Dan Stefan, antar Yuki sampai depan rumahnya. Nggak baik anak gadis pulang sendirian malam-malam begini.”

“Siap, Oma! Kalau perlu, Stefan anter sampai depan kamarnya Yuki—aw!”

Oma tertawa kecil ketika melihat Yuki mencubit lengan Stefan. “Ya sudah, Yuki, kalau Stefan macam-macam sama kamu, kamu langsung bilang Oma saja, ya? Nomor handphone Oma sudah kamu simpan, kan?”

“Udah, Oma.”

“Ya udah, hati-hati, kalian berdua.”

“Iya, Oma!”

Yuki pun mengangguk pelan pada Oma sebelum berjalan mengekori Stefan yang sudah bergegas lebih dulu. Langkah kaki Stefan yang memang lebar, sedikit mempersulit Yuki untuk menyusulnya. Ditambah lagi dengan sepatu yang hari ini Yuki pakai, berukuran lebih kecil daripada sepatunya yang biasa.

“Aw!” Memaksakan untuk berlari, Yuki tanpa sengaja malah tersandung batu.

“Ya ampun, Yuki! Lo kenapa?” Stefan bertanya cemas sambil berlari menghampiri Yuki.

“Jalan lo kecepetan. Gue nggak bisa nyusul.”

“Astaga, padahal niat gue kan bercanda pingin lomba jalan sama lo. Ya udah, mana sini, biar gue lihat kaki lo.”

“Nggak usah, gue masih bis—aw!”

Stefan tertawa tatkala melihat Yuki yang kembali terjatuh saat berusaha untuk berdiri. “Udah nggak usah gengsi gitu, deh. Sini mana, biar gue lihat dulu kaki lo, luka atau nggak.”

Pada akhirnya, Yuki menyerah. Ia pun duduk berselonjor dan membiarkan Stefan membuka sepatu dan kaos kakinya.   

“Ya ampun, kaki lo kok bisa lecet-lecet gini, sih?” pekik Stefan ketika melihat luka-luka merah di kaki Yuki.

“Tadi pagi gue buru-buru. Salah ambil sepatu. Itu sepatu gue waktu SMP.”

“Terus kenapa lo nggak bilang dari tadi? Kaki lo udah merah-merah
gini.”
“Tadi siang belum kerasa. Baru pas tadi jalan aja kerasa sakit.”

“Hah, dasar.” Sambil menghela napas, Stefan memasangkan kembali kaos kaki dan sepatu Yuki. Ia lalu tiba-tiba saja berjongkok membelakangi Yuki. “Naik.”

“Huh?”

“Dengan kaki yang kayak gitu, lo nggak bakalan bisa jalan. Jadi satu-satunya cara lo pulang adalah dengan cara digendong sama gue.”

“A-apa?! Gue nggak—“

“Naik, atau gue gendong lo ala-ala pengantin baru?”

Damn! Berdebat dengan cowok licik macam Stefan memang mustahil untuk menang.

“Oke, oke, gue naik ke punggung lo.”

Stefan menyeringai senang di balik punggungnya.

HAP

Setelah merasakan beban tubuh Yuki di punggungnya, Stefan pun berdiri perlahan. “Pegangan.”

“Hm.”

“Peluk leher gue, cantik. Kalau pegang pundak, nanti lo jatuh.”

“Oga—AAAAA!”

Dalam sekejap, Yuki langsung saja mengalungkan tangannya pada leher Stefan kala lelaki itu berniat menjungkalkannya ke belakang.

stolen heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang