Gue cepet-cepet keluar tenda dan nyari Arzel.
"Arzel! Tunggu! Gue mau tanya, ini surat dari siapa?"
"Ali."
-------
Seketika setelah gue masuk tenda gue duduk lemes, Ali segampang itu nyerah? Yang gue harepin dari dia cuma enggak kayak cowok-cowok lain yang bilang sayang tapi selanjutnya enggak berjuang atau ngelakuin hal lain. Cuma dateng, terua bilang nyerah? Gue enggak berharap Ali yang kayak gitu.
Gue masukin suratnya ke tas ransel abu-abu yang isinya semua perlengkapan kemah yang udah gue siapin seenggaknya seminggu lalu.
"Emang isi suratnya apa, Prill?" tanya Arzel kepo, yang ngagetin gue karena dia yang tiba-tiba masuk tenda.
"Enggak apa-apa, kok, haha." kata gue sambil ketawa renyah.
Arzel naikin bahunya acuh. "perasaan gue, nih, ya, dia, tuh, tulus suka sama lo. Tau, ah, gue mau ngumpulin kayu bakar, lo ikut gak?"
"Gak, lo ke sana aja."
Gue keluar tenda sambil mengambil napas dalam-dalam, udara di sini beda banget sama di kota. Pagi-pagi bangun, yang duluan gue liat bukan motor, mobil, tapi ini, tuh beda, yang pertama gue liat itu rumput-rumput yang berembun.
Gue narik nafas lagi, sebelum liat Kak Ardi nyamperin gue, yang gue pikirin sekarang gimana caranya menghindar dari cowok freak itu.
"Prilly! Prilly!" teriak dia sambil lambain tangannya.
Dengan amat terpaksa gue harus nyusulin Arzel yang lagi mungutin kayu bakar demi menghindar.
"Prilly tunggu gue! Prill!"
Gue akhirnya berhasil ngindarin Kak Ardi dengan cara sembunyi di balik pohon, oke, nyatanya pohon ini bener-bener nolongin gue.
"Lah, katanya tadi lo gak mau ikut ngumpulin kayu bakar? Gimana, sih," kata Arzel yang ngagetin gue setengah mati.
"Apaan, sih, jangan ngagetin, tau."
Arzel mandang gue kesel. "Daripada lo enggak jelas kayak gini, mendingan bantuin gue mungut kayu bakar."
"Gak, lo aja."
Gue buru-buru ngejauh dari tempat Arzel tadi, tapi begitu balik Kak Ardi masih di sana dengan tampang bingungnya.
"Gila! Niat banget nyari gue," umpat gue kesel.
Dengan terpaksa gue harus balik ke tempat tadi.
"Prill! Prill!" Gue nengok dan gelengin kepala setelah liat siapa yang manggil.
"Ngapain manggil, sih, lo Li!"
"Lah, kenapa lo ketus gitu?"
"Setelah lo bilang nyerah, setelah semuanya, dan lo sekarang ke sini dengan tampang enggak bersalah! Lo ke sini dengan tenangnya. Mau lo apa? Pokoknya gue enggak mau liat muka lo lagi, Never ever!" entah yang gue katain ini bakal nyakitin hatinya tau enggak, gue enggak peduli.
"Maksud lo? Nyerah? Kapan gue bilang nyerah? Kapan gue-"
"Stop pura-pura enggak tau."
"Seriusan, gue enggak ngerti-,"
"Lah, katanya tadi enggak mau cari kayu bakar, Prill?" ucap Arzel yang menyela pembicaraan gue sama Ali.
Gue liat Ali peergi dengan tampang bingungnya, gue lebih tenang setal dia jauh. Gue enggak peduli lagi. Setelah dia bikin surat segala sekarang dia pura-pura lupa.
KAMU SEDANG MEMBACA
CoGan Penjual Pulsa
FanficHUMOR Inilah siklus perjalanan hidup jomblowan, sang pencari cinta meski bertampang tampan rupawan, punya hidup yang selalu dikelilingi cecan, tapi enggak ada yang cocok. Sampai pertemuan di konter pulsa mengubah sebagian hidupnya. Intinya Jatuh cin...