Waktu itu, ketika pulang sekolah aku dan Jingga berjalan bersama menuju tempat pembawa devisa nikmat, tak lain dan bukan bukit belakang sekolah. Tapi entah kenapa hari itu mendung dengan awan tebal bertaburan dilangit. Yang menutupi sang cerah untuk merekah.
Belum sampai ke tujuan hujan turun membasahi daun daun dan lantai bumi. Aku dan jingga berteduh dibawah pohon beringin yang cukup dingin. Tampak wajah Jingga yang sedikit menggigil gigil centil, seolah mengisyaratkan bahwa jaket hangat yang kubawa harus ku letakan ke pundaknya.
Kuberikan jaketku ke pundak Jingga, dengan senyuman rupawan Jingga mulai hangat. Hujan makin deras dan waktu mulai tak waras pertanda sudah sore. Aku dan Jingga memaksakan pulang walaupun air yang berjatuhan tak kunjung berkurang. Berlari lari sambil menutupi kepala dangan tas. Akhirnya sampai juga di rumah, tapi Jingga lupa bahwa orang tuannya pergi ke luar kota untuk menemui keponakan yang menikah.
Tak lama kemudian terdengar suara pintu, aku buka dan melihat Jingga dengan basah didepan pintu. Aku persilahkan duduk sambil ku buatkan susu stowberi hangat untuknya. “kenapa kamu kesini ngga?” tanyaku. “Aku lupa orang tuaku sedang pergi keluar kota, jadi aku dirumah sendiri. Padahal aku takut di rumah sendiri, boleh aku nginap semalam di rumahmu, nja?” Jingga sambil memohon. “Bentar ya aku tanya orang tuaku dulu”. “ya silahkan” “ Boleh kok ngga” “Terima kasih nja” saut Jingga.