i: be happy for me

2.2K 235 21
                                    

Malam ini terasa lebih dingin dari biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam ini terasa lebih dingin dari biasanya.

Atau mungkin ini hanya perasaanku saja? Betapa lucu, ketika suasana hati terkadang dapat juga berpengaruh langsung pada keadaan sekitar. Di dalam dada, di mana letak jantungku berdetak, rasanya seperti tengah terjadi badai salju di dalam sana. Barangkali serpihan-serpihan salju itu merembes ke dalam darah, mengaliri seluruh tubuh, hingga mengambang di antara kulitku. Membuat gigil dan gigi bergemeretak.

Ren, di mana?

Kuamati sebentar layar ponsel setelah mengirim sederet kalimat itu pada seseorang. Pada detik ketiga, aku mengembuskan napas pelan seraya menggeser ponsel dari pandangan.

Langkahku lanjut terajut. Di pinggir jalanan yang agak lembap, sementara bulan di langit tampak manis menerangi malam. Sembari menimang-nimang ponsel, menanti balasan, aku belum memutuskan ke mana harus berakhir. Aku tak punya tujuan. Karena baru saja, beberapa menit yang lalu, tujuanku sudah kutinggalkan. Pilihan bodoh, katamu? Tidak. Tidak sepenuhnya. Pilihan itu adalah yang terbaik.

Sebuah dering memecah.

Di tangan, ponselku berkedip. Kutempelkan benda itu pada telinga dan sedetik kemudian, suara bass yang familier menyapa dari seberang. "Laura?"

Aku tersenyum, meski tak penuh. "Ren," balasku.

Ada helaan napas yang kutangkap. Berat dan pendek. Bisa kuperkirakan dahinya tengah berkerut sekarang. "Kamu di mana?"

Tanpa sadar cengiranku terbentuk. "Tebak."

"Laura," suara rendahnya tegas menyiratkan bahwa ia tidak tertarik dalam permainanku. Ah, menyebalkan, padahal aku sedang berusaha memperbaiki mood.

Aku berdecak. "Aku tunggu di kafe biasa, ya? Laper, hehehe. Eh tapi kalau kamu lagi di rumah, jalannya pelan-pelan aja. Aku lagi mau menikmati angin malam. Oke?"

"Kamu di mana sekarang? Aku jemput."

"Nggak usah," sahutku mendengus. "Kita ketemuan di sana aja."

Keheningan melingkupi. Cukup lama sampai aku mengira bahwa sambungan sudah terputus. Tapi begitu kulihat layar menunjukkan sambungan masih berjalan, aku diam saja, menunggu seseorang di seberang sana bersuara. Hingga helaan napas tajam pun terdengar.

"Is this all about him again, Ra?"

Benar, memang seharusnya dia tahu kan tentang segalanya? Aku tersenyum lemah. Berbohong pun tidak ada gunanya, jadi, "Ya."

Rentetan sumpah serapah lantas mengalir dalam indera pendengaranku. Mau tak mau aku terkekeh kecil.

"Jangan ceramahin aku lagi, oke? Aku udah capek dan muak tahu," kataku, setengah bercanda.

Dengusannya terdengar. "Emangnya aku nggak capek?" Jeda. "Ya udah, kita ketemuan di sana. Dan kalau aku sampe sana tapi kamu belum ada, aku nggak mau nunggu. Jadi, nggak ada acara menikmati angin malam, deal?"

whom (s)he lovesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang