Chapter 2

152 27 19
                                    

Vano berhenti berlari. Ia menghela napasnya sambil menoleh kebelakang. Saat tempat benar-benar sepi Vano langsung duduk dikursi putih dekat perpustakaan.

Dia mengipasi wajahnya menggunakan dasi sekolah sambil menengok ke samping lagi untuk melihat apakah dia sudah datang. Menjahili nenek sihir itu memang harus bersiap diri. Salah satunya minum air yang banyak, latihan berlari dan latihan main petak umpet.

Tak lama depakan sepatu terdengar jelas. Ternyata cewek itu datang dengan wajah yang merah padam membawa seluruh amarahnya yang akan meledak saat itu juga. Vano yang sadar langsung mengusap wajahnya dan bangkit dari kursi untuk mencari tempat sembunyi yang nantinya tak akan mudah ditemukan oleh momok menakutkan.

Cewek ini jalan sambil tertitah-titah mengejar Vano yang kabur entah kemana. Hal yang paling ia sesali di dunia ini adalah mengenal Vano.

"Vano! Mau lari kemana lo?!" Cewek ini masih berjalan sambil memegangi dengkulnya yang agak perih.

"Mikha! dipanggil sama Pak Bambang tuh," panggil salah satu siswa, Mikha menoleh. "Iya bentar,"

Mikha berbalik lagi karena ingin kembali mengejar Vano namun yang dicari sudah menghilang. "Sial! Awas aja lo,kalo ketemu." gumam Mikha sambil menatap sekeliling tempat yang sudah kosong.

•••

Mikha membuka pintu ruang guru, kepalanya dia masukan dulu sambil melihat seisi ruangan. Hanya Pak Bambang dan Bu Seli ternyata. Cewek ini mulai menarik badannya untuk masuk, lalu menutup pintu kaca itu lagi.

"Bapak manggil saya?" tanya Mikha lalu duduk di kursi depan Pak Bambang.

Pak Bambang menaikan kaca matanya yang merosot lalu memandang Mikha. "Saya mau kamu ikut olimpiade Sains, jadi belajar dengan baik."

Mikha tak percaya diselingi senyum lebar. "Bener, Pak? Ini bener saya yang dipilih? Loh, atas dasar apa nih Pak? Kok milih saya," tuturnya dengan banyak pertanyaan.

"Kamu tau Vano kan?"

Mikha mengangguk mengerti. Vano? Dia itu ingin ikut olimpiade dan semacamnya hanya saat mau saja. Tak pernah peduli dengan harapan guru yang sangat ingin dengan ikutnya Vano dalam olimpiade apapun. Bahkan lebih tepatnya lagi, Vano hanya ingin memamerkan kepintarannya pada Mikha saja. 'Bahwa Vano lebih hebat dari Mikha'

"Kamu tidak menolak kan?"

"Ya enggak lah , Pak," Mikha membalas cepat. "Pasti ikut."

"Kamu ke perpus sekarang, ambil buku yang Bapak udah taroh di meja deket rak buku."

"Iya, Pak. Mari," Mikha menganggukan kepalanya lalu beranjak dari kursi.

Mikha menutup pintu ruangan lalu tersenyum bahagia. Hal yang ia nanti sejak dulu, dan sekarang sudah tercapai. Satu lagi, Mikha bisa membuktikan pada musuhnya, bahwa Mikha lebih hebat dari Vano.

Mikha, cewek berparas cantik berambut sebahu dan berkulit putih ini adalah cewek yang termasuk dalam pemenang a itu dari kelas 11 B-2 yang menjadi Wakil Ketua Kelas. Padahal bukan itu posisi yang dia inginkan, yang dia inginkan itu menjadi Ketua Kelas, dimana posisi itu sudah ditempati oleh musuh bebuyutannya sejak kelas 10. ___ Vanodero Dirga namanya, si 'Bad Boy' yang paling menyebalkan yang pernah ia temui. Beruntung dia cucu pemilik Yayasan, segalanya bisa ia lakukan. Dan Mikha tak bisa mengeluh.

"Sumpah, beruntung banget sih." ucap Cantika sambil menggeleng tak percaya setelah Mikha menceritakan apa yang terjadi tadi.

Mikha menyunggingkan senyum lebarnya dihadapan Cantika, "Gue sempet ngga nyangka sih, tapi yang namanya beruntung, ya gitu."

Cantika menyahut. "Coba gue bisa kayak lo, sayangnya gue gak suka pelajaran gituan sih, lebih suka gambar."

Cantika melani, anak baru sejak 2 bulan yang lalu, bukan anak baru lagi. Sahabat paling dekat dari Mikha selain Shasa. Cerewet, centil, polos. Itu kepribadian Cantika yang sulit hilang, saking centilnya saat dulu dia pernah memacari dua orang sekaligus. Yang satu dari kelas 10 yang satu kelas 11.

Mikha tak pernah ikut campur dengan urusan Cantika yang menurutnya memang salah. Jika menimbrung urusan orang lain itu bukan sifat Mikha, melainkan sifat Shasa.

"Can? Urusan lo sama Rangga gimana?" Shasa yang baru selesai dari aksi bermain Hp langsung pindah duduk di sisi Cantika.

"Kita udah putus kali, udah lama malah,"

Shasa ber-oh-ria lalu sedangkan Mikha hanya diam. "Padahal dia ganteng lho, lo sih! Pake duain orang,"

"Ya elah, Sha. Gue udah tobat kali."

Mikha mulai bosan. "Gue mau ke perpus, lo-lo pada mau ikut?" Semoga enggak.

Shasa membalas cepat, "Gak deh, gue mager." Huh...

Mikha berpaling melihat Cantika.

"Yah, basonya belum habis. Nanggung." Cantika menyengir lalu menatap mangkuk Baso nya yang masih setengah porsi. Mikha menangguk, "Duluan ya."

•••

Vano duduk dekat rak buku lalu merebahkan badannya di karpet sekedar menghilangkan rasa suntuk di kelas yang membosankan. Untung ada perpustakaan yang menolongnya tadi. Jika tidak, entah apa yang terjadi.

Bolos, sudah biasa. Tapi di perpustakaanlah yang luar biasa. Tempat yang menyeramkan karena ada 2 penjaga alias guru killer yang mematroli kegiatan siswa. Vano berusaha terlihat biasa, bikin alasan untuk masuk perpustakaan itu sangat mudah bagi cowok ini.

Bila dihitung, hampir setiap hari Vano bolos. Bagi Vano sekolah itu sangat membosankan, menganggu kebebasan siswa juga tak ada sesuatu yang berwarna atau menarik. Maka dari itu Vano tak pernah ikut pelajaran, lebihnya lagi dia jarang masuk sekolah.

"Mikha? Mau ngapain kamu ke perpus?" samar-samar Vano mendengar suara guru yang menyebut nama ___ Mikha di sini. Vano bengkit dari tidurnya lalu menarik kepalanya untuk melihat apa yang terjadi di balik rak.

Benar___ itu Mikha.

"Iya bu, saya diikutin Olimpiade Sains sama Pak Bambang, makanya mau ambil buku."

Olimpiade Sains? Kok bukan gue sih?! Gak bisa dibiarin nih, Batin Vano heran sekaligus kesal.

•••


Tom and Jerry Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang