Chapter 6

99 8 0
                                    

Vano menyentil puntung rokok yang tersisa setengah. Matanya menatap layar tv yang sedari tadi hanya berwarna hitam, tanpa suara.

Pikirannya masih melayang tentang kejadian di gudang tad, tunggu. Jangan kira ini tentang Mikha, memikirkan cewek itu saja membuat kepala Vano serasa meledak.

Flashback on

Vano menginjak rokok itu sekeji mungkin. Merasa bersalah saja sudah hal yang istimewa bagi sosok Mikha. Lalu bagaimana dengan ucapan 'minta maaf' yang ingin ia sampaikan pada Mikha. Tapi percuma saja, Mikha tak akan menanggapi.

Kala dirinya duduk suara pintu yang dibuka terdengar jelas. Menampakan cewek berambut sebahu sambil membawa tumpukan buku yang tak terpakai.

Vano bangkit. Niatnya untuk membantu terurungkan saat orang yang ia ingin bantu ternyata mantan pacarnya sendiri. ___ Rosa.

"Gak jadi bantuin gue?" tanyanya dengan nada pelan. Vano menghiraukan ucapan Rosa, hanya membuang muka saja.

"Gue tau," Rosa meletakan buku-buku itu lalu menepukan tangannya dengan tangan yang lain seraya berkata. "Lo masih belum bisa lupain kejadian waktu itu, tapi asal lo tau. Ini semua demi-"

Perkataan Rosa yang belum selesai sudah dipotong dengan suara pintu yang cukup keras saat di turup.

"Vano!"

Rosa mendekat ke arah pintu lalu membukanya. Oh! Pintu ini kan sudah lama, jadi agak serat. Rosa mencoba membukanya lagi, tetap sulit.

"Vano! Ini gak bisa dibuka! Lo apain pintunya?!" Rosa menggedor pintu itu dengan sekeras mungkin hingga Vano yang diluar merasa bingung sekaligus tak percaya.

Mungkin saja Rosa berbohong. Vano kembali melanjutkan langkahnya.

"Vano! Uhuk uhuk! Gue gak kuat debu di sini, Van! Bantuin gue plis."

Vano menoleh, bagaimana ini? Sepertinya Rosa benar-benar terkunci di dalam. Agh! Pintu sial!

"Van? Gue tau lo masih di sit- uhuk uhuk!"

Vano sampai lupa kalau Rosa punya penyakit asma. Bodoh!

"Gue mau dobrak pintunya, lo menyingkir dari situ!" teriak Vano sambil mendekatkan telinganya di pintu, hanya deru nafas yang ia dengar di dalam.

"Satu, dua, tiga!"

Brak!

"Rosa?"

"Van, gue takut."

Pelukan yang selama ini ia rindukan, hadir kembali.

Flashback off

Vano mengacak rambutnya lalu memejamkan mata. Tiga masalah ini kapan bisa hilang? Menjauh dari pikiran Vano.

Vano ingin menjadi orang normal saja, tapi semua itu sudah terlambat.

Saat Vano normal saja tak ada yang menghargai, jadi lebih baik dia menjadi diri yang sekarang saja. Yang dikenal sebagai orang buruk.

Rosa namanya, cinta pertama Vano sejak masa SMP. Hingga harapan itu terpenuhi. Harapan untuk memiliki sosok yang ia cintai.

Jika ingin tahu bagaimana Vano dulu, dia itu murid paling teladan. Yang selalu mengerjakan tugas dengan tepat waktu, menghormati guru dan orang lain.

Tapi semua seakan berbalik saat Rosa pacaran dengan orang lain dibelakang Vano. 8 bulan ia bangun kepercayaan tapi semuanya dirobohkan. Rosa bilang Vano itu tak pantas menjadi kekasihnya. Vano poloslah, Vano sok toy, posesif dan masih banyak lainnya. Disaat itu juga orang tuanya mulai sering bertengkar.

Jadi, Vano bersikap seperti ini itu karena keadaan yang terjadi. Jangan salahkan Vano, dirinya hanya ingin melakukan apa yang menurutnya itu sudah sebenarnya.

Nyatanya dengan sikap Vano yang nakal ini banyak yang memperhatikan.

Satu lagi, Mikha. Perempuan yang menjadi musuh bebuyutannya sejak kelas 10. Dimulai dari pemilihan ketua OSIS, saat itu yang masuk adalah Mikha, Vano , Bambang dan Bagus, sikutu buku tapi galak.

Tau kenapa mereka saling benci? Karena Mikha pikir penyebab dirinya kalah itu Vano. Saat itu Vano menyogok semua siswa dengan mentraktirnya makan, dan alhasil berhasil.

Tapi tak disangka bahwa yang menjadi ketua OSIS itu Bambang dan wakilnya Bagus, Vano tak mau kalah, dengan kecurangannya ia mmemanas manasi seluruh siswa tentang membagikan keburukan Bambang saat mencontek. Dan parahnya Mikha mengetahui itu, akhirnya Mikha mengadukan isu itu ke Kepala Sekolah.

Debat terjadi, hingga Kepala Sekolah tak memilih siapapun dari mereka berdua. Ya begitulah inti ceritanya. Hingga masalah kecil sellau dibesar-besarkan dan jadilah pemusuhan.

Drrt drrt

Vano beralih mengambil barang berbentuk persegi panjang itu lalu membuka sandinya.

Bara guanteng : Woy? Lo gak pegang janji ya? Dasar dugong! Katanya mau main basket di sekolah!

Me:
Gk dlu y! Gw g enak badan

Baru ingin menaruh ponselnya bergetar lagi.

Bara guanteng : Gak bisa dong!!!!! Gue samperin nih? Enak aja! Duit gue udah abis buat bayar bensin, cepet brangkat!

Me:
Bacot! Otw

Dasar, Bara. Uang sisa sedikit saja sudah mendumel.

Vano ingin naik motor saja, biar lebih enteng.

Semilir angin menerpa sekujur badan Vano, beruntung hari ini Jakarta tidak panas.

Biasanya Vano ogah ogahan naik motor, karena cuacanya tak bersahabat.

Vano masih setia memandang jalan, hingga matanya tak sengaja melihat kerumunan di pinggir jalan. Entah terkena rasukan apa sampai jantung Vano berdetak kencang. Apa apaan ini?

Vano memarkirkan motornya di dekat banyak motor lalu berlari menuju kerumunan. Ia mendorong semua orang lalu berhenti tepat di korban yang terkujur lemah dengan keadaan yang mengenaskan.

"Mikha?!!" teriaknya lalu berjongkok untuk mengangkat badan Mikha yang dipenuhi dengan noda merah ini.

"KALIAN PADA PUNYA OTAK GAK SIH?! Tolongin dong!" Bentaknya pada seluruh manusia yang hanya melihat Mikha terbaring lemah.

Akhirnya salah dua orang dari mereka membantu. "Ikut mobil saya aja , Mas. Itu saya bawa," salah satunya menawari tumpangan.

Vano mengangguk. "Iya iya, Bantu saya Pak."

Vano serta dua orang itu membantunya mengangkat Mikha lalu membawanya ke dalam mobil.

"Duh, sebentar lagi sampe kok, Mikh." gumamnya sambil menatap wajah Mikha yang berlumuran darah.

Entah kenapa, Vano merasa tersakiti saat melihat kondisi Mikha yang seperti ini. Apakah ini yang dinamakan musuh? Bukan.

Hatinya berdesir, jantungnya masih berpacu cepat. Apakah ini ada hubungannya dengan yang tadi? Saat jantung Vano yang tiba-tiba berlarian kencang itu.

Inilah yang dinamakan takdir.

•••

Deras update!


Tom and Jerry Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang