Chapter 5

93 7 0
                                    

Vano masih di rooftop.

Suara gas mobil membuatnya seketika menoleh, lalu berlari ke bibir atap. Dia melihat mobil putih itu melaju kencang saat melewati gerbang. Pasti itu___Mikha.

Vano kembali mengacak rambutnya bersama dengan hilangnya mobil tersebut. Vano mencoba menyeimbangkan pikirannya kembali.

"Lo itu banci!!!"

"Gue gu gue benci sama lo!"

Itulah yang terngiang dipikirannya sekarang. Ia jadi tak fokus menyetir. Pandangannya masih membayangkan wajah Mikha saat menangis dengan menatapnya tajam.

Vano merasa bersalah.

Tapi Mikha juga begitu, jika saja dia nurut untuk pergi maka Vano tak akan melakukan hal yang kasar seperti tadi. Mikha tak tahu jika Vano memiliki masalah dengan orang tuanya. Karena Mikha sama sekali tak merasakan apa yang dirasakan Vano bila orang tuanya selalu bertengkar. Bukan hanya tadi orang tua Vano bertengkar  ___ hampir setiap hari.

Mikha masih setia menutulkan revanol pada keningnya yang merah menggunakan kapas sambil melihat di kaca kamarnya. Vano itulah nama yang masih dalam memorinya.

Ada dua jenis memori milik Mikha. Satu, memori untuk orang yang disayanginya dan memori untuk orang yang ia benci. (Terdengar aneh) Tapi Mikha menganggap itu adalah kepribadian diri sendiri.

Dan sekarang Vano masuk dalam memori orang yang ia benci. Bukan hanya sekarang sih, sudah dari dulu. Vano itu selalu begitu, tak pernah melihat sisi baik seseorang. Langsung seenaknya bersikap kasar. Jika Vano perempuan, Mikha akan menghabisinya saat itu juga.

Yang lebih sulit itu menyembunyikan luka kecil didahi dari abangnya yang terkenal sulit untuk dibohongi. Dan Mikha beruntung. Karena dia membawa topi untuk menutupi lukanya. Bahkan Fran sempat curiga saat Mikha datang dengan menunduk.

Mikha melakukan yang terakhir. Menempel handsaplas berwarna coklat dikeningnya. Setelah itu ia memasukan alat luka di kotak lalu ia simpan dikolong kasur, supaya Fran tidak mengetahuinya. Karena kotak obat luka hanya dipakai bila perlu, itu juga disimpan di dalam ruang pribadi rumahnya.

Mikha merebahkan badannya dikasur. Mulai memejamkan mata. Dalam hitungan menit, gelap. Mimpi.

•••

Pintu kelas terbuka. Mendapati 2 orang yang sibuk membaca buku, ada ulangan PKN nanti. Baru saja lega sehabis ulangan IPA, kini ditambah lagi. Wajar, gurunya beda-beda.

Duh!

Mikha berjalan melewati beberapa meja hingga sampai pada kursi ditengah. Ia meletakkan tasnya ke sembarang arah.
Mikha sengaja berangkat pagi, karena Fran hari ini mau mengantarnya. Tapi sangat pagi. Katanya Fran akan mengurus banyak diskripsi bersama dengan Arkan ___Abang Shasa. Jadi terpaksa Mikha ikut, dari pada naik Go-jek lagi? Menghabiskan uang saja.

"Astaga, Mikha?!" suara melengking itu membuat Mikha mendongkak dari posisi kepalanya yang menunduk.

Cantika mendekat kearah Mikha. "Tumben amat berangkat, lah? Itu jidat lo kenapa?" Cantika menyentuh dahi Mikha yang dibaluti tempelan warna coklat___handsaplas.

"Shh, sakit tau." ringisnya sambil menggeser kepala. "Eh? Rosi rosi. Betewe tu jidat kenapa?"

"Kepukul sendok." jawabnya berbohong. Tahu Cantika? Dia akan membuat keributan jika tau siapa yang membuatnya begini.

Tom and Jerry Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang