Dokter serta perawat lainnya membawa ranjang beroda itu ke arah Vano yang masih mengangkat tubuh Mikha.
Vano membaringkan Mikha diranjang lalu mengikuti dokter dan perawat yang membawanya ke ruang perawat.
"Maaf, anda tunggu di sini saja," pinta Sang dokter lalu menutup pintu yang hendak dimasuki Vano bersama dengan perawat lainnya.
"Perasaan gue emang gak enak dari tadi," gumamnya sambil mengusap wajah.
Terlintas dalam pikirannya untuk menghubungi seseorang. Tapi tidak tahu siapa.Tidak ada kontak terdekat di sini. Jika memberi tahu lewat grup, semua orang bisa berbondong-bondong ke rumah sakit.
"Oh iya, Galih! Iya gue kan pernah liat dia sama Mikha, iya-iya gue hubungin dia aja."
Vano mencari nomor Galih karena memang cowok itu adalah rekan basketnya, jadi agak dekat. Vano juga pernah melihat Mikha dan Galih di tempat menunggu bus, jadi Vano pikir mereka saling kenal.
Jarinya berhenti pada satu nama,
"Hallo,"
"..."
"Buruan ke sini deh,"
"Rumah sakit, Bhayangkara harapan. Deketnya taman kota, lo tau kan?"
"..."
"Oke, gue tunggu."
Vano mematikan sambungannya lalu memasukan ponsel putihnya dikantung.
Aneh. Galih begitu khawatir mendengar kabar tentang kecelakaan ini, apakah Galih pacar Mikha? Belum tentu juga, mungkin saja hanya kaget. Vano sendiri juga terkejut.Tapi mengapa hati Vano serasa berat mengakui ini?
Sudah setengah jam Vano menunggu, dokter maupun Galih tak kunjung datang sejak tadi. Terlalu memikirkan keadaan Mikha cowok ini sampai tak ingat bahwa teman-temannya sedang menunggu di sekolah. Tapi ini jelas lebih penting.
Vano menunduk lalu tersadar lagi bahwa kaosnya terkena banyak darah, beranjak berdiri untuk ke kamar mandi. Kala dirinya ingin berbelok matanya melihat sosok Galih yang berlari terburu-buru, membuat langkah Vano kembali mundur lalu berbalik menyusul Galih.
"Gue gak salah kan hubungin lo?" pertanyaan sesorang membuat kepala Galih menoleh, dilihatnya Vano dari ujung kali sampai wajahnya. Banyak darah.
"Mikha kenapa?! Gimana bisa kecelakaan? Gue yakin ini bukan kecelakaan, lo apain dia?" Galih tidak tau kenapa dirinya menuduh seseorang tanpa bukti, tapi melihat pakaian Vano bisa saja kan ini penyebabnya, mungkin jatuh dari motor atau Vano yang menabrak.
"Mulut lo dijaga ya, gue disini nolongin orang! Dan lo?" Vano masih tak percaya dengan ungkapan Galih tentang kecelakaan ini. Semua orang memang begitu, melihat sisi buruk seseoranglah yang diutamakan. Karena Vano dan Mikha yang sering bertengkar, jadi sampai di tuduh hal yang tidak-tidak.
"Kan bisa jadi," gumamnya sambil membuang muka.
"Maksud lo apaan nih? Oh, jadi lo pikir gue yang nyelakain Mikha?" Vano menunjuk dirinya sendiri. "Menurut lo?" sahut Galih ketus.
"Tunggu-tunggu, lo itu baru dateng ya, jadi jangan main tuduh orang dulu!" Vano masih berusaha menahan diri. Ternyata sangat salah menghubungi Galih untuk memberi kabar ini.
"Kalo punya dendam jangan mainin nyawa orang," Galih masih setia menyindir yang tidak tidak, hingga tangan Vano yang gatal sudah melayang di pipi Galih.
Bukan menampar lho, Vano tidak seperti cewek. Ini meninju.
Galih menyentuh sudut bibirnya yang membiru lalu menatap tajam Vano. "Lo gila ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tom and Jerry
Teen FictionPertengkaran sengit yang tak henti-hentinya terjadi. Mulai dari masalah kecil yang dibesar-besarkan hingga masalah besar yang meledak kemana-mana. Mereka bilang, Vano dan Mikha tak akan pernah bersatu walau dalam keadaan apapun. Tapi ada sebagian ya...