Penari(k) Hati(2)

37 6 1
                                    

Abra masih duduk ditempat yang sama, hanya saja kini sudah ada Arin disampingnya yang terlihat sedikit gelisah.

"Lo mau ngomong apa deh Rin. Bilang aja. Gak marah gue, enggak. Trus tadi juga, kenapa lo tiba-tiba ngasih gue air minum? Ada maunya lo kan? Ngaku lo!!" Arin salah tingkah. Sungguh!! Arin tidak pernah salah tingkah sampai seperti ini sebelumnya. Hey, dia hanya ingin meminjam kaus kaki kan? Kenapa harus seperti ini?

"Guemaupinjemkauskakilo!" Ucap Arin sangat cepat. Kelewat cepat malah.

"Yang jelas elah." Ucap Abra kesal.

"Gue mau minjem kaos kaki lo. Gue gak bawa yang warna gituan." Ucap Arin pelan namun masih bisa didengar Abra. Jadi tingkah menggemaskan gadis dihadapannya ini karena mau meminjam kaus kaki miliknya? Sungguh Abra ingin memeluknya sekarang juga. Entah kenapa.

"Lo gemesin banget sih. Mau minjem kaos kaki aja sampai segitunya. Nih gue kasih nih. Gak bau kok, tenang aja. Baru gue ganti soalnya." Ucap Abra sambil melepas kaos kaki yang ia kenakan.

Arin memakainya dan meranjak pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Sukses ya, gue nonton kok. Jangan khawatir." Teriak Abra dan Arin hanya bisa tersenyum dalam diamnya.

***

Sudah sekitar lima belas menit kelompok tari dari kelas Arin menunggu dibelakang panggung. Beruntung acara diadakan didalam ruangan jadi mereka tidak perlu terlalu khawatir make up mereka luntur.

Sedari tadi Arin tak henti-hentinya meremas jari jari tangannya. Ia gugup. Memang ini buka  penampilan pertamanya, tapi ini adalah penampilan pertamanya membawakan tari melayu yang memerlukan kelenturan dan kelembutan. Ditambah lagi ia tahu kalah ada orang yang sedang menunggu penanpilan grup tarinya diluar sana.

"Rin ke depan yuk. Abis ini kita." Ajak Shania. Saat sadar temannya itu sedang dilanda nervous berat Shania berusaha terlihat baik-baik saja.

"Udah jangan nervous banget. Kita pasti bisa kok, lo pasti bisa. Gak ada usaha yang mengkhianati hasil Rin. Lo udah ngelakuin yang terbaik. Juri dan Tuhan pasti tahu itu. Yuk." Dan Arin sedikit tenang karenanya.

***

Nadiyah, leader tari di kelas 12 akuntansi mengambil posisi di sebelah kiri panggung sedangkan Arin dan yang lainnya mengambil posisi disebelah kanan panggung. Selesai menyusun formasi, musik intro mengalun dengan indah.

Gerakan dari tari yang berasal dari Riau ini membuat siapa saja yang melihatnya terpana. Gerakan lentur dan tegas yang di tampilkan Nadiyah membuat siapa saja yang melihatnya tak henti-henti bergumam kagum.

Ditengah aula, para penonton setia Nadiyah dkk sudah siap untuk meneriakkan dukungan mereka. Dengan beberapa atribut yang sebenarnya sangat tidak dibutuhkan untuk menyemangati peserta tari turut memeriahkan penanpilan mereka.

Sepasang mata elang seorang lelaki tak henti-hentinya memandang ke satu titik. Titik yang dulu sangat tidak ingin ia kenal.

Abra tersenyum hangat saat matanya dan mata Arin tak sengaja bertubrukan. Entah kenapa, Abra merada senang saat melihat Arin tersenyum kearahnya, walaupun ia tahu itu bukan hanya untuknya. Abra dan yang lainnya benar-benar menikmati penampilan mereka.

***

Penampilan yang sangat sukses tadi sudah berakhir. Sekarang, Arin dkk sedang berada di pinggir aula untuk mengambil gambar. Mengambil gambar ia dan teman sekelasnya. Sedari tadi Arin tak bisa menyembunyikan senyumannya. Meskipun mereka beberapa kali melakukan kesalahan, tapi mereka mendapat standing oplaus dari dua juri dan itu membuat mereka merasa sangat tenang.

Mata Arin menyusuri teman-temannya satu per satu. Tapi yang ia cari tidaklah terlihat.

"Dit, Abra mana?" Tanya nya pada Dita, bendahara kelas sekaligus teman satu bangkunya. "Kantin deh kayaknya."

"Temenin minta foto yukk. Gue pingin foto sama dia nih." Pinta Arin. Entah kenapa tiba-tiba saja ia ingin berfoto bersama pria usil yang sudah sukses membuatnya senyum-senyum sendiri sejak tadi. "Alahlah, pengen foto. Bilangnya jadi koleksi pribadia aja, eh gak tahu nya upload di instagram juga entar, Rin-Rin. Yaudah yuk."

Setelah selesai berfoto bersama, Arin dan Dita berjalan menuju kantin utama yang letaknya lumayan jauh dari aula.

"Jadi, status hubungan lo sama Abra apaan nih? HTS-an atau friendzone?" Pertanyaan mendadak dari Dita membuat Arin terdiam tak bisa berkata-kata. Hubungan jenis apa ini?

HTS-an? Itu hanya berlaku kalau keduanya sudah mengakui perasaan masing-masing tapi malas menjalin hubungan. Friendzone? Oh ayolah, Arin saja belum mengerti dengan perasaannya sendiri. Apa ini hanya sekedar suka biasa atau sudah nyaman? Arin sungguh tidak tahu.

"Gue gak tahu. Kalau dibilang HTS-an, enggak. Friendzone apa lagi. Gue cuma ngerasa seneng aja kalau ada di disamping gue. I mean, meskipun dia suka ngejailin gue, gue kayak ngerasa dia jailnya itu karena perhatian. Aneh ya gue?" Dita hanya tertawa geli mendengar jawaban sahabatnya ini. Rasanya ingin di bongkar isi kepalanya dan diganti dengan kepekaan.

"Seneng sama demen itu gak beda jauh mbak. Lo sama Abra itu baru kenal tahu gak, tapi udah gakbisa dipisahkan. Walaupun kalau kalian disatukan itu ngalah-ngalahin Tom and Gerry, tapi kalian saling melengkapi. Tahu gak moment paling manis yang gue ambil dari kalian?" Arin menggeleng.

"Waktu lo minjem kaus kaki dia tadi. Dan tanpa perlawanan Abra langsung lepas sepatu yang dia pakai dan lepas kaus kaki yang dia pakai. Dia ngelakuinnya kayak seakan-akan mata dia itu ngomong "gue bantu Arin, Arin butuh gue." Dan itu sumpah manis banget.

Sama waktu lo nampil, pandangam Abra gak lepas dari lo. Matanya itu kayak menyiratkan sesuatu yang dia sendiri pun belum paham. Saran gue nih ya, pahami perasaan kalian masing-masing sebelum telat."

Arin diam tak berkata-kata. Mencoba mencerna nasehat dari Dita yang 80% nya benar.

****

Kalau saja, Putri Poppy di Trolls tidak ngotot untuk menyelamatkan teman-temannya dari monster, mungkin Branch tidak akan pernah tahu perasaannya selama ini kepada Poppy.

Kalau saja, aku mengetahui yang sebenarnya, mungkin aku tidak akan masuk sejauh ini. Aku menyesal, sungguh.!!

DIARINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang