Suasana kantin tidak seramai biasanya. Hanya ada beberapa orang yang duduk sambil bermain ponsel atau laptop, mungkin memanfaatkan wifi gratis yang ada.
Abra sedang menyantap makan siangnya bersama team futsal yang lain, merayakan kemenangan babak penyisihan mereka. Di ujung sana, Diarin sedang menimbang-nimbang. Apakah ia harus minta foto atau tidak usah? Tapi Arin pengen banget foto bareng Abra.
"Jadi gak sih Rin? Kalau gak jadi gue mau balik nih ke panggung." Gerutu Dita. Iya, Arin tahu kok dia menjengkelkan. Tapi, memangnya salah Arin kalau tiba-tiba tekad bulatnya runtuh? Yaiyalah bego!!
Arin benci suara hatinya sendiri.
"Yaudah deh, panggilin dong Abra nya." Entah keputusan baik atau buruk yang ia ambil ini.
"Abra!! Arin mau poto!!" Teriakan Dita bukan hanya mrmbuat Abra menoleh kearah mereka, tapi satu kantin melihat kearah mereka. Arin baru sadar, kalau teman yang ia ajak ini paling gak bisa main santai. Arin malu Ya Allah.
Abra berjalan kearah mereka dengan ekspresi menahan tawa. Oh ayolah, Arin malu tau!!
"Siapa yang mau foto Dit?" Sindir Abra sambil melirik ke arah Arin. Arin hanya memalingkan wajahnya, malu.
"Gue gak mau ah foto sama orang yang minta fotonya dimintain temennya. Ribet ya bahasa gue? Pokoknya kalau ada yang mau foto sama gue minta sendiri dong." Arin yang mendengarnya langsung menoleh dan menatap Abra tajam. Yang ditatap hanya memberikan ekspresi menjengkelkan.
"Gak perlu! Gak usah!" Ucap Arin sambil berlalu meninggalkan Abra dan Dita di depan pintu kantin.
"Yah ngambek. Serasa punya pacar gue. Rin, yaelah sini." Abra mengejar Arin yang sudah keluar dari kantin. "Jangan ngambek dong. Gue jadi pengen cium kan."
"Cium nih ketek gue." Balas Arin ketus. Sebenarnya ia begitu untuk menutupi kegugupannya. Duh, siapa sih yang gak gugup digombalin cowok ganteng sekelas Abra.
"Yaudah deh maaf. Yuk foto sama gue." Ajakan Abra tidak langsung di terima Arin. Itung-itung dia jual mahal.
"Udah ayok." Paksa Abra, kali ini Arin menerima ajakan Abra. Tanpa diduga, si kurang ajar Abra merangkul bahunya. Arin menggeliat risih tapi tidak dihiraukan oleh anak laki-laki itu.
"Satu, dua, tiga." Dita menghitung dan langsung mengambil foto tanpa melihat kalau sebenarnya Arin sedang mengambil nafas.
"EH BANGSAT KENAPA UDAH LO POTO?!! GUE BELUM SIAP!!" Teriak Arin marah, ia langsung merampas ponselnya dari tangan Dita.
"Kan muka gue kayak beruk. Ah Dita mah gak hati-hati ngambil fotonya. Udah ah ilang mood gue buat foto." Arin berjalan menjauhi Abra dan Dita yang hanya menatapnya lucu.
"Kok imut banget sih lo Rin." Abra terkekeh sendiri karena ucapannya.
"Buruan ditembak. Ntar di salip orang baru tahu rasa lo." Ucap Dita sebelum menyusul Arin.
"Gimana mau nembak, ngerangkul aja langsung direpetin."
***
Hari terakhir Porseni sudah tidak ada perlombaan lagi. Kali ini, panitia bisa sedikit bersantai sebelum waktunya pengumuman pemenang. Beberapa band lokal yang mereka undang sudah tampil di atas panggung dengan apiknya, mengiring waktu menuju pertunjukan utama nanti malam.
Arin dkk sedang duduk manis disalah satu stan bakso yang ada di dalam sekolah. Stan bakso yang tidak pernah sepi ini adalah stan yang tidak pernah absen mereka datangi setiap ada acara besar seperti ini.
Satu mangkuk mie ayam bakso sudah tersaji dengan indah dihadapan gadis bermata sipit itu. Ia menyeruput kuah mie ayam itu sedikit-demi sedikit. Merasakan kehangatan yang mengalir ditenggorokannya.
"Jadi Rin, lo sama Abra, gimana?"
"UKHUK!!"
"Lah anjing ditanyain kok malah batuk." Celetuk Dita sambil memandang Arin yang sedang sibuk mengeluarkan kuah bakso yang masuk ke saluran pernafasannya.
"Lah situ tai. Udah tau temen lagi makan, malah ditanyain pertanyaan kayak gitu." Sergah Arin kesal. Pernah merasakan tersedak kuah bakso yang sudah ditambahkan tiga sendok cabai giling? Bisa bayangkan bagaimana rasanya? Itulah yang dialami Arin saat ini.
"Perasaan pertanyaan gue wajar-wajar aja deh. Kenapa lo yang sewot? Ahh ada apa-apa nih." Arin sudah tidak tahu bagaimana lagi wajahnya sekarang. Semua temannya menggoda tanpa ampun. Tapi kenapa Arin malu sih?
"Gue cewek. Ya kali nanya duluan. Gue tuh mau nya dia yang dateng trus nanyain gimaba perasaan gue, gitu." Penjelasan singkat Arin dapat dengan cepat dicerna oleh teman-temannya.
"Berarti lo suka sama Abra." Celetuk Kinan yang sedari tadi hanya diam. Putusan yang ia ambil membuat Shania, Dita, Nadiya dan Nanda mengangguk serentak. Seakan setuju dengan apa yang diputuskan Kinan.
"Ah bodo ah. Gak peduli gue. Eh ngomong-ngomong Nad, gimana tuh yang anak RM itu? Udah goal?" Tanya Arin mencoba mengalihkan perhatian.
"Ya gitu, anaknya gak mau berkomitmen. Mau nya yaudah kalau sama-sama suka ya gitu aja. Gak usah pacaran. Padahal kan cewe juga butuh kepastian. Gue udah bilang ke dia kalo gue gak bisa HTS-an, dia cuma bilang 'abang tahu Nadiya bisa, kita coba ya' kan kurang ajar banget." Curhatan penuh emosi Nadiya mampu mengalihkan perhatian teman-temannya perihal Abra.
"Jadi sekarang gimana? Mas--" ucapan Shania terpotong sebelum gadis itu selesai mengucapkan kalimat terakhirnya.
"MASA SEMALEM DIA MASANG AVA LINE SAMA CEWEK LAIN."
"Dia bilangnya mau HTS-an. Udah mau gue coba dia nya sama cewek lain. Pas gue tanya, bang itu yang di ava line siapa? Dia bilang cinta lama belum kelar dek. Kan kurang ajar banget. Jadi maksud dia ngajak HTS-an apa coba?" Air mata Nadiya mulai tumpah.
Arin lagi-lagi dibuat bungkam oleh curhatan Nadiya. Bagaimana kalau Abra tiba-tiba melakukan hal yang sama seperti yang anak RM itu lakukan ke Nadiya? Apa ia bisa biasa saja? Atau malah lebih parah dari Nadiya?
"Eh Rin itu si Be-ha bukan sih? Kok sama cewek lain?" Arin melihat kearah pandangan Kinan. Disana, Abra sedang makan ice Cream bersama anak SMA. Ia kenal wajah itu, siswi kelas sepuluh dari Perguruan yang sama dengan Arin.
Arin diam, tidak berkata apa-apa. Ini masih terlerlalu dini untuk sakit hati. Tapi faktanya, kenapa harus sesakit ini? Disaat Arin pun belum tahu tentang kepastian perasaannya. Apakah ia menyukai Abra atau tidak.
***
Hay semua. Maaf kalau aku menghilang cukup lama. Menelantarkan Arin-Abra. Aku gak maksud kok. Walaupun yang baca ceritaku juga gak banyak, tapi aku menghargai kalian yang masih mau membaca cerita ku ini. Apalagi yang mau memberi vote.
Hope you like it guys, enjoy
Adindahdy
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARIN
Teen FictionDiarin menyukai Fadli, Fadli pacaran sama Wina. Diarin berhenti berharap, berhenti mencintai dan ada yang datang. Seekor kupu-kupu. Malam itu, dikamar nya. Diarin fikir itu cuma sekedar kupu-kupu biasa. Ternyata pertanda bahwa seseorang mulai masuk...