4. Ambulance-UGD

28 7 0
                                    

Sekedar untuk menjernihkan keusangan pikirannya di hari pertama sekolah, sore ini Mentari berniat untuk jalan santai keliling komplek rumah dan berlabu darat menikmati langit senja di atas kursi taman.

Mentari meraih handuknya di gantungan lalu dengan cepat ia menyelesaikan mandinya. Karena Mentari bukanlah cewek feminim pada umumnya, ia siap keluar rumah dengan sweater, long jeans, dan sneakers putih polos. Meskipun terlihat tomboy namun parasnya yang cantik tidak menggambarkan itu. Dan karena cuaca yang tidak begitu gerah Mentari menggerai rambutnya.

Mentari selalu melakukan hal ini setiap ia sedang dalam masalah. Ia merasa cahaya matahari-lah yang akan selalu menemaninya. Ini bukan berarti keluarga adalah nomor dua, Keluarga adalah kebutuhan hidupnya, sedangkan matahari adalah keinginan hidupnya.
Jika mengikuti prinsip ekonomi, kebutuhan lah yg diutamakan. Namun siapa yang tau disini keinginan Mentari ternyata kebutuhan hidupnya yang lebih nyata.

"Saat-saat kebencianku datang adalah malam hari, dimana langit malam telah menelan kebahagiaanku, aku benci tertidur karena yang kulakukan hanyalah berbaring tanpa bisa melawan kegelapan malam, sekaligus aku juga membenci mataku terbuka karena yang kulihat 'hanya langit gelap' , maka aku akan selalu melakukan ini sampai aku gak bisa lihat cahaya itu." gumam Mentari dalam hati menyusuri jalanan komplek.

Langkah kaki Mentari yang tidak terburu-buru telah menghantarkannya pada kursi taman saat ini. Ia mengambil earphone yang sudah tersambung handphonenya di kantong sweater. Petikan gitar yang tertata di telinga Mentari membuat matanya terpejam menengadah ke arah langit. Lagu yang selalu Mentari putar akhir-akhir ini.

"Well you only need the light when it's burning low

Only miss the sun when it's start to snow

Only know you love her when you let her go."

Tak sadar ia ikut bernyanyi.

Ketika mentari merasa cukup tenang, ia membuka matanya. Kedua kaki yang tadinya saling bertumpuh kini dihentakkan ke tanah dengan halus.

Mentari kembali berjalan menyusuri taman komplek dengan kedua tangan di dalam kantong sweater nya.
Terlihat dari kejauhan Mentari melihat kerumunan orang-orang di arah depannya, dengan rasa penasaran ia mendekati kerumunan itu.

"Kasian banget deh tu anak, pingsan sendiri,"

"Jomblo kali, hahahaha."

Begitulah kedengaran samar orang berbicara yang berjalan berlawanan arah dengannya.
Ketika sampai, Mentari lompat-lompat karena tidak terlalu melihatnya, dan ketika orang di depannya pergi ia baru bisa melihat.
Ternyata hanya seorang cowok pakai polution mask yang pingsan.

Kaki kanan Mentari ingin berbalik namun matanya yang terbelalak kearah pergelangan tangan cowok itu membuatnya berhenti. Ia terkejut dengan gelang yang di pakai,

~on memories
Tiba-tiba ia terkejut karena baju seragamnya terciprat genangan air di depannya oleh seorang pengendara motor yang ia ketahui siswa itu juga.

"Wooy! Berhenti dong! Kurang ajar banget sih!"

Mentari sangat kesal dengan kejadian itu. Yang ia ingat hanya gelang yang di pakai si pengendara motor kurang ajar.

---

"Apa! Inikan cowok yang.." jerit Mentari lumayan keras sambil menunjuk-nunjuk ke arah tubuh tergeletak itu.

Namun apa yang di katakan Mentari di potong oleh seorang bapak-bapak yang berada di kerumunan itu juga.

"Ohh, kamu kenal dia? Kamu kerabatnya kan? Oke kalo gitu kamu nanti ikut sama dia ke ambulance, cepat-cepat itu ambulance nya udah datang."

"Hah?! Tapi pak saya, eh dia .."

"Udah, saya juga gatau dia kenapa, yang penting sekarang kamu temenin dia ke rumah sakit."

Usaha Mentari untuk menyangkal perkataan bapak itu sia-sia. Sekarang ia sangat terpaksa di dalam ambulance bersama dengan orang yang membuat kesan awal yang buruk untuk kedua kalinya.

"Iiiih. Lu tu apaan sih? Pingsan gak bawa temen lu sendiri, tapi lu kok safety amat pingsan pake masker segala. Bau kali tu mulut makanya pingsan."

Saat mentari penasaran dengan wajah orang yang sudah membuatnya jengkel dari awal, ia ingin membuka masker itu.

"Uhuk uhuk uhuk. Aaaaaaagrh!" Batuk cowok tadi sambil menjambak rambutnya dan memukul kepalanya sendiri.

"Eh..eh.. lu kenapa woy woy! Aduh gua harus apa dong. Yaaa kalee situasi beginian lu becanda minta nafas buatan dari gua. Oh oke udah nyampe nih kayaknya."

Pintu ambulance terbuka dan cowok tadi cepat-cepat di bawa ke UGD.

"Mas, mbk. Tunggu bentar. Saya mau cek dia bawa hp gak, mau hubungin keluarganya."  Jegat Mentari ke perawat yang membawa si cowok tadi.

Setelah Mentari berbalik terlihat dari samping salah satu perawat melepaskan masker dari wajah cowok itu. Ketika mentari berbalik ke arah awal wajah cowok tadi sudah tertutupi badan perawat dan beranjak pergi.

"Yaaaah.. idih kenapa gua jadi peduli amat ya? Mana lg nomor keluarganya. 'mami aq yg pling ku syank' . Hah? Hahahahahahahh. Gilak parah alay bener ni cowok, motor boleh sport hati maah.. hahaha."
Periksa Mentari mencari nomor keluarga cowok tersebut, dan langsung menghubunginya.

"Halo buk ....."

**

'dreet-dreet'
Getar hp Mentari karena SMS ayahnya.
"Tari, kamu dimana? Udah jam segini belum pulang. Cepat pulang!"

"Gawat! 'tik tik tik tik tik tik..'. "
panik Mentari membalas SMS ayahnya sambil berlari mencari transportasi umum untuk pulang.

Terlihat olehnya pria duduk di atas motor matic meletakkan helm di atas pahanya. Satu yang ada di pikirannya "OJEK!."

"Mas,mas, . Anter saya pulang ayok mas cepetan. Gawat mas. Helm mana helm?."
Buru-buru Mentari menepuk-nepuk punggung orang itu.

"Apaan sih mbk! Saya bukan oje.." katanya terputus.

"Hah? DAVID!??"
Melotot, melotot dan melotot.

---------






#MESSAGE
Hai apakabs? Gimana? Pantengin terus ya oy . Mau nyanyi ni

Pencetkan bintang woy(2x)
Yang mampu terangi cerita ini.
*Nada ambilkan bulan Bu ;) ^_^

😉






DESTROYER of DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang