Seminggu berlalu,
Akhirnya dua keluarga benar-benar bertemu sesuai janji dan tepat waktu. Aku tidak tahu bahwa acara ini sangat formal hingga ibu sibuk membelikan beberapa setelan rapih untuk aku kenakan.
"bu, aku bukan mau lamar pekerjaan" keluhku saat ibu sibuk mencocokkan pakaian atas dengan bawahannya
"kamu tuh harus keliatan rapih, kan bagus kesannya, uda pake ini aja"
Ibu memberiku baju terusan bernuansa biru pekat sepaket dengan pasmina warna abu.
Ayah sudah siap menunggu di pelataran rumah untuk menyambut kedatangan keluarga Tama, terlihat wajah gugupnya yang terus-menerus mengelus kedua tangan.
"ayah kenapa?" Aku bertanya padanya setelah ku rasa pakaian ku cukup rapih.
"gak tahu juga ini, padahal ayah kan sering ketemu orang tua mahasiswa, tapi kok rasanya beda ya" ujarnya tak berani menatapku, aku hanya tersenyum melihatnya,
Ini memang kali pertama kami mendapat tamu seorang pria terlebih maksud kedatangannya untuk membuat hubungan keluarga semakin dekat, jelas itu bukan hal biasa.
Aku berjalan ke dapur untuk membantu ibu menyiapkan semuanya, membawa makanan yang di masaknya untuk di simpan di atas meja pertemuan.
"uda duduk aja" seru ibu
"engga aku mau bantuin ibu" kilahku sambil membawa beberapa piring berisi camilan di lenganku.
"iya, silahkan masuk" ucap Ayah yang terdengar sampai ruang tamu, padahal ini bukan pertama kalinya aku bertemu Tama, tapi kenapa hatiku tiba-tiba berdegup kencang rasanya aneh sekali, aku mencoba untuk biasa saja dengan segera merapihkan piring-piring kecil dari lenganku untuk aku simpan di atas meja.
Tapi sepertinya kegugupanku kalah besar, hingga satu piring yang tersisa di lenganku lepas begitu saja saat melihat dua orang pria berjalan dibelakang Ayah dan diikuti beberapa orang lainnya masuk ke ruang tamu.
Satu piring lolos dari lenganku dan tak berhasil mendarat di atas meja, Ayah yang sedang berjalan dengan calon Ayah mertuaku sambil bercengkrama memilih diam dan menatapku. Memperhatikan
Oke aku jadi pusat perhatian ucapku dalam hati
Aku hanya tersenyum dan berusaha mengambil beberapa pecahan piring dengan tangan kosong, ceroboh kamu Del! Keluhku dalam hati
Tiba-tiba seseorang membawa sapu dan pengki, berdiri di dekatku, sambil berkata "jangan pakai tangan kosong, awas!" suara bass nya memerintahku yang otomatis membuat kepalaku terangkat ke arahnya.
"eh Pak Tama! Udah dateng" sapaku tapi kedua tanganku tetap membersihkan pecahan piring
"sss, aw!" teriakku pelan dan melihat salah satu jariku berdarah
"disuruh pakai ini ga nurut sih!" ucap Tama terdengar kesal sambil melepaskan sapu dan pengki yang dia pegang, tangannya beralih untuk menghentikan perdarahan di jariku
Dia meraih selembar tisu yang sudah tersimpan di atas meja untuk menghentikan perdarahannya, aku hanya mampu menelan ludah berkali-kali karena tatapan semua orang terarah pada kami.
"Pak, ada sebaiknya kamu lepaskan tanganku, Ayah sedang melihat dengan tatapan tajam" ucapku sangat pelan
Tama baru sadar atas kelakuannya, "oh maaf!"
"ekhem.. Biar Ayah yang beresin ini, kamu ke belakang sana temui ibu kamu Del" ucap Ayah dengan lantang namun terdengar gentar.
Aku mengikuti intruksi Ayah sambil terus menenangkan perasaanku,
KAMU SEDANG MEMBACA
IF
RomanceSebuah cerita konyol yang tidak dimengerti ketika kalian hidup dan bersosialisasi di sebuah benua Asia, Ini kisah Adelia Deandra dengan ambisinya, dimana dia berhasil meluluhkan hati seorang dokter yang ia incar selama ini, namun sisi lain ibunya i...