02

87 20 11
                                    

Happy reading sayy💕 enjoyy
.

.

.

.

Ji Ae's POV

Wajahku kututup rapat. Sungguh, aku malu. Jantungku berdetak tak biasanya lagi.

Aku menutup keras pintu didepanku kemudian bersandar didinding samping pintu itu.

Bodohnya aku. Malu aku. Malu!

Baiklah kuceritakan, aku berlari saat pria itu akan berjalan kearahku. Lalu, menyapaku dengan senyum membunuhnya.

Aku berlari menjauh dari kafe itu. Menuju kerumah tak peduli jauhnya.

Aku menengok sebentar. Dia tak mengikutiku.

Ah, aku sungguh malu saat itu. Benar memalukan.

Bayangkan saja, memuntahkan air lemon dari mulutku, dikatakan menjijikan oleh Jimin-jimin itu, dia tersenyum kepadaku sebelum pergi.

Kembali lagi kekafe hanya untuk meyapaku lagi, sungguh aku tak paham niatnya kembali. Dan melihatku membersihkan meja bekas muntahanku.

Sungguh itu memalukan bagi seprang wanita. Untuk pria,entahlah bagi mereka itu memalukan atau tidak aku tak tahu.

Ku hempaskan tubuhku diatas kasur. Membiarkan sendiku melepas kepenatannya.

Aku memiringakan tubuhku. Membiarkan sisi kanan kepalaku menindih lengan kananku.

Bau. Aku belum mandi tadi sore.

Ah, aku harus mandi kemudian membeli ramen.

❤❤❤

Mentari telah menunjukkan sinarnya. Burung berkicau membuatku membuka mata perlahan.

Mataku tertuju pada benda bulat yang menempel didinding kamarku. Pukul tujuh.

Baiklah aku harus mandi. Saat ini kau harus sampai disekolah pukul 8 Ji Ae.

Memasukkan beberapa buku jadwal hari ini kemudian bergegas berangkat sekolah.

Hari ini aku mampir ke sebuah bank dulu. Mengambil beberapa uang untuk kebutuhan pulang sekolahku.

Aku akan menggunakan taksi kali ini. Baiklah, setelah ini sangat tak penting. Aku kaya raya kau tahu. Haha,

Kulanjutkan acaraku menuju kesekolah. Seperti biasa aku menunduk saat jalan.

Aku akan memperhatikan dengan jelas langkahku. Memastikan tak ada gummy yang akan kuinjak lagi.

"Ya! Perhatikan depan, kau akan menabrak tembok lagi nanti. Haha," seseorang dibelakangku.

Aku berbalik melihat pria asing jauh dibelakangku. Dia tersenyum kearahku. Lebih tepatnya box smile.

Gila. Aku tak peduli. Kuputar bola mataku lalu membalikkan langkah dan kembali berjalan menunduk menatap sepatuku.

Dug!

"Sudah kubilangkan?" Aku berbalik,

Dug!

Itu sebuah dada. What the hell!

"Ya!" kupukul pipinya kemudian mendorongnya kasar.

All about Dream.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang