"Ruby," teriak Vier ketika melihat Ruby telah keluar dari kedai tersebut.
Bugh.
Bugh.
Dua hantaman di perutnya di terima oleh Vier dari Ruby.
"Sakit, Ruby," ucap Vier.
"Yang mana lebih sakit, enggak makan dari kemarin dan di kurung di gudang dari pada hantaman kecil itu? HAH!!?" teriak Ruby marah.
"Maaf Ruby," ucapnya penuh sesal. "Aku benar-banar tidak tahu kalau kau akan tertangkap oleh orang itu," lanjut Vier.
"Sudahlah, lupakan saja," kata Ruby sambil berlalu dari hadapan Vier.
"Ini Roti untukmu, makanlah." Vier memberikan satu buah roti kepada Ruby.
Ruby yang sedari kemarin belum makan langsung mengambil roti itu dan segera memakannya.
"Ruby, kamu mau ikut aku enggak??"
"Kemana??" ucap Ruby diselah-selah kunyahan dia.
"Hari ini ada orang kaya yang akan datang. Dan dia akan membagikan beberapa makanan kepada rakyat strata tingkat enam." Vier menjelaskan dengan sangat semangat kepada Ruby.
"Dimana tempatnya??"
"Di rumah kediaman keluarga Whill," kata Vier.
"Kalau begitu kenapa kau masih diam disitu??"
"Hah??"
"Ayo buruan. Kita akan kesana untuk mendapatkan bagian kita, Vier," ucap Ruby yang sekarang sudah berada di depan Vier yang masih bingung dari perubahan sifat Ruby.
Akhirnya meraka berdua berjalan bersama menuju ke arah kediaman keluarga Whill.
RUBY POV.
Selama perjalanan menuju ke kediaman keluarga Whill baik aku maupun Vier tidak ada yang membuka suara sama sekali. Seolah olah kami hanya orang asing yang kebetulan berjalan bersisihan. Tapi, kenyataannya aku memang hanya orang asing di desa ini, orang yang hanya tinggal seorang diri di dalam gubuk di dekat perbatasan desa dengan hutan.Setelah menempuh perjalanan selama lima belas menit di bawah hujan salju yang dapat membekukan hati, akhirnya kami sampai juga di tempat tujuan kami. Di sana, sudah terlihat banyak orang yang dari kalangan strata tingkat enam dan tujuh yang sedang mengantri untuk mendapatkan makanan.
"Kita juga harus cepat-cepat mengantri Ruby, kalau tidak maka kita pasti akan kehabisan makanan," ucap Vier sambil menarik tangan Ruby menuju ke arah antrian yang super-super panjang itu.
"Aakkhh." Ruby merintih kesakitan ketika kakinya tidak sengaja ke sandung dengan kaki orang lain sehingga menyebabkan dia terjatuh dengan tidak elitnya.
Vier sendiri sudah menghilang di antara antrian itu.
"Kau tidak baik-baik saja? Nona?" ucap seorang pria yang kini tengah memperhatikan Ruby yang terjatuh.
Pria itu mengulurkan tangannya untuk membantu Ruby kembali berdiri, dengan senang hati Ruby menerima uluran tangan pria itu.
"Makasih," ucap Ruby tersenyum ke arah pria yang menolongnya itu.
"Lain kali anda harus hati-hati Nona," kata pria itu sebelum berbalik pergi meninggalkan Ruby.
Ruby kembali masuk ke barisan antrian. Setelah mendapat beberapa potong roti dan beberapa buah Apel.
"Sekarang aku harus kemana," desahnya lirih.
"Kalau pulang, terlalu jauh dari sini. Huft."
"Le-lepaskan aku, tolong."
"Tolong." Terdengar sayup-sayup suara wanita yang minta tolong.
Dengan rasa penasaran yang tinggi, Ruby berjalan mengikuti asal suara yang di dengarnya.
Di sana.
Terlihat seorang wanita yang di kelilingi beberapa orang pria. Kedua tangan wanita itu di pegang oleh para pria itu.
"Katakan lah Nona, dimana kau menyembunyikannya?" ucap sesosok pria yang membelakangi Ruby.
"Apa maksudmu, Tuan Whill. Aku bahkan tidak mengerti apa yang kau bicarakan," ucap wanita itu setegas mungkin.
"Oh ... Anna yang malang."
"Bunuh dia," ucapnya.
"Aakkhhh," teriak wanita itu ketika sebuah pisau yang tajam nenancap tepat di jantungnya.
"Aakkhh." Jangan lupakan Ruby yang juga ikut berteriak shock karena peristiwa tadi.
Bodoh batinnya ketika melihat semua mata di sana melihat ke arahnya.
Mati kau, Ruby.
Pria itu. Iyya pria yang tadi menolongnya sewaktu jatuh juga ada disana.
"Tangkap dia," ucapnya dengan tegas di sertai senyuman miring yang kelihatan memikat dan berbahaya di waktu bersamaan.
Lari bodoh, batinnya kembali berteriak untuk menyuruhnya pergi dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suck (Slow Update)
RomanceRated: Mature "Aaahhh." Sial ... tangannya terasa nikmat. "Apa ini terasa nikamat, Istriku??" tanya Rie dengan tangan yang masih mengelus tubuh Ruby. "Tidak," elak Ruby. Tapi siapa yang akan mempercayai perkataannya ketika mulutnya terus mengeluarka...