Jakarta 2012
"Kakak mau kemana?"
Rayhan terus memperhatikanku yang sedang memilah beberapa baju terbaikku, mengambil beberapa helai, dan memasukkannya ke dalam koper.
"Ada urusan," jawabku singkat. Kututupkan koper kecil itu, kemudian kuturunkan ke lantai.
"Urusan pekerjaan?" tanyanya lagi. Aku hanya mengangguk.
"Kak, sebenarnya kakak kerja apa sih? Kenapa aku ga boleh tau?" Reyhan mengerenyitkan dahinya. Aku membuang muka. Reyhan, saat ini kamu memang bukan anak kecil lagi yang puas dengan jawaban pekerjaan. Kamu pasti mengerti banyaknya pekerjaan di dunia ini. Tapi bagaimana aku bisa memberitahumu? Aku tidak akan pernah membiarkanmu terluka, baik saat aku ada di sampingmu, bahkan kelak saat aku tak ada. Kamu hartaku. Kamu harus bahagia, bagaimanapun keadaannya.
"Yang penting aku kerja halal. Kuliah saja yang benar, dapatkan nilai terbaik!" aku berkata tanpa menatap matanya. Bukan karena aku berbohong! Aku memang mencari uang dengan cara halal.
"Kakak selalu menjawab seperti itu. Apa salahnya aku tahu? Kakak tahu, aku selalu bingung menjawab ketika teman-temanku bertanya 'kakakmu hebat, dia kerja apa?' Apa yang harus aku jawab Kak?"
Cih, aku paling benci tersudut. Cukup Rayhan! Berhenti bertanya seperti itu. Aku menatapnya sekilas, wajahku masih datar. Sama seperti biasa, aku memang pandai menyimpan kegelisahan.
"Jawab saja wirausaha. Itu saja susah!"
"Tapi aku ga mau bohong kak!"
"Siapa yang bohong, Aku tidak pernah bohong." Kedua mataku melotot tajam ke arahnya. Cepat kupadamkan api emosiku, sebelum apinya makin membara. Kulirik dinding yang sudah menunjukkan pukul 14.00.
"Sudah, jangan terus mempermasalahkan hal kecil. Bukankah sekarang waktunya kamu latihan bela diri? Cepat ganti baju. Pak Usman pasti sudah datang."
" Laki-laki itu harus kuat, mampu di segala bidang dan tepat waktu!" aku menekankan pelafalan pada kata-kata terakhirku. Rayhan hanya mengangguk. Dia selalu menuruti setiap perintahku, meski kadang dia ingin memberontak, pasti diurungkannya. Teruslah seperti itu, hingga saatnya kau bisa memberontak. Melawan kehidupan dan menemukan kebahagiaan.
_____oooO۩Oooo_____
Palembang, 2012
Jalanan sesak, padat merayap, bisingnya nyaris menyamai keramaian ibukota. Angin yang bertiup tak cukup meneduhkan dari biasnya matahari.
Debu-debu berterbangan, membuat suasana semakin gerah. Kota ini sudah sangat berubah. Bahkan sangat jauh berbeda sejak terakhir kali aku di sini. Tapi kota ini masih kota yang sama, kota yang menyimpan kenangan-kenangan terindah dan terburuk dalam hidupku. Kota yang tahu sejarah kehidupanku. Ya, hari ini aku kembali untuk mengakhiri semuanya.
Biarkan aku bernafas sejenak
Sebelum hilang.....
Takkan selamanya tanganku mendekapmu
Takkan selamanya raga ini menjagamu
Dua orang pengamen kecil mengusik lamunanku, Ah.. mengapa lagu itu begitu mengingatkanku pada Reyhan? Memang aku tak akan bisa selalu menjaganya. Kukeluarkan dua lembar uang lima puluh ribu.
"Makasih Mas" Ujar anak berbaju merah buram itu.
"Wah, banyak sekali Mas. Ini cukup untuk makan seminggu," lanjut yang berbaju coklat dengan senyum semeringai.
Senyum itu, senyuman yang memang berasal dari hati. Aku bisa melihat pancaran kebahagiaan dari mata mereka. Suara mereka memang cukup bagus, apalagi lirik lagu yang mereka nyanyikan benar-benar pas dengan keadaanku saat ini. Ingin rasanya aku mendengar mereka bernyanyi lebih lama lagi.
Taksi yang kusewa melewati jalanan berbatu. Gang yang cukup sempit ini ramai oleh anak-anak kecil yang berlarian ke sana kemari. Mereka bermain dengan gembira, tak peduli mentari yang dengan garang memuntahkan panasnya. Mengapa hari ini Tuhan menemukanku dengan anak-anak kecil dengan senyum lebarnya? Andaikan saja aku bisa menikmati masa kecilku seperti mereka, tentunya hidupku takkan seperti ini.
"Sudah sampai Mas." suara supir itu membuyarkan lamunanku.
"Oh iya, Ini. Ambil saja kembaliannya" kusodorkan dua lembar uang seratus ribuan, lalu beranjak meninggalkan taksi yang menghantarkan aku ke sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bernafas Sejenak
ActionGelombang kehidupan itu relatif, tidak mutlak. Kadang angin membawanya berlari jauh ke tengah samudra. Melebur, bercampur buih-buih lautan yang jumlahnya tak terhingga. Namun kadang angin pulalah yang membawanya kembali ke pantai. Terhempas dengan k...