<<DUA>>

2 1 0
                                    


Area perkuburan ini tak begitu padat, semua diatur rapi, ditumbuhi rumput hijau dengan kamboja-kamboja sebagai atapnya. Inilah tempat terakhir. Peristirahatan yang abadi. Memang terasa sepi, dingin dan sedikit mistis. Aku melangkahkan kakiku perlahan tapi pasti. Kemudian berhenti di depan satu nisan. Lama sekali aku tidak menjenguk bapak. 'Maafkan aku Pak.' Bulir-bulir airmataku jatuh, nafasku sesak, jari-jariku berdesir ngilu. Segala perasaanku tertumpah. Bahuku bergetar tak mampu menahan sakit, kugigit bibir bawahku, namun tak jua mampu membendung pedih. Potongan gambar-gambar masa lalu melintas di otakku, membawaku kembali pada masa itu...

_____oooO۩Oooo_____

Palembang, 1994

Seorang anak lelaki dengan seragam merah putih itu menghambur kepelukan adiknya.

"Reyhan udah makan?" tanya nya sambil menatap lurus kedua mata adiknya.

Seorang perempuan paruh baya datang dengan sepiring nasi.

"Baru mau Bibi suapin, Kak Farhan juga makan. Tapi ganti baju dulu ya"

Farhan mengangguk. Bi Atin sudah lama membantu keluarga Farhan. Sejak Farhan berusia tiga tahun, Bi Atin sudah bekerja pada keluarga ini, namun semenjak Ibu Farhan meninggal pasca melahirkan Reyhan, barulah Bi Asih tinggal 24 jam di rumah Farhan, untuk membantu merawat Rayhan.

Meski usianya terbilang masih muda. Farhan tahu benar bagaimana cara merawat adiknya. Setiap pulang sekolah Farhan selalu membantu Bi Atin menjaga Reyhan. Bagi Farhan Reyhan adalah hartanya yang paling berharga.

Kringg....kring....kring.....

"Biar Farhan yang angkat Bi," Farhan berlari ke ruang tengah. Kemudian menganggkat gagang telpon biru yang terletak di sudut ruangan.

"Halo, Assalamualaikum" sapa Farhan ramah,

"Waalaikumsalam, benar ini kediaman Bapak Rusdiantoro?" terdengar suara laki-laki dari seberang sana.

'Bapak? Ada apa dengan bapak?' batin Farhan. Semua perasaan berkecamuk di hatinya.

"Ya, ada apa Pak?"

"Maaf Dik, bisa bicara dengan ibunya?"

"Saya sudah tidak punya ibu Pak. Ada apa? Ada apa dengan ayah saya?" suara Farhan bergetar, perasaannya sudah menduga ada hal buruk menimpa bapaknya. Farhan berusaha menggigit bibir bawahnya. Menahan sakit, meredam kegugupan.

"Bapak Rusidantoro mengalami kecelakaan parah di Jalan Lintas Sumatra. Saat ini beliau dilarikan ke Rumah Sakit Care Medika."

"Apa?" Hanya itu yang keluar dari mulut Farhan. Lidahnya kelu, sekujur tubuhnya membeku.

"Telepon dari siapa Farhan?" Bi Atin yang baru datang sedikit heran dengan mimik wajahnya.

Farhan tak bergeming. Telepon yang berada digenggamannya menjauh perlahan. Jari-jarinya gemetar. Melihat hal itu Bi Atin mengambil inisiatif untuk mengambil alih telepon itu.

"Halo? Kamu masih di sana Dik?" begitu suara yang didengar Bi Atin

"Maaf, ini dari siapa ya?" tanya Bi Atin, lalu terdiam cukup lama untuk mendengarkan penjelasan dari penelepon yang ternyata adalah polisi.

"Baik kami segera kesana." Bi Atin menutup telpon,

"Farhan, sekarang kamu ganti baju, kita tengok bapak di rumah sakit. Bapak akan segera sembuh kok," Bi Atin mengelus kepala Farhan. Sementara Reyhan dalam gendongannya mulai menangis. Apa dia juga merasakan kekhawatiran yang sama? Entahlah.

Bernafas SejenakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang