Bel sekolah berdering di seluruh penjuru sekolah terdengar bagaikan lullaby Indah di telinga seluruh siswa-siswi.
Aku segera mengemas buku-buku yang berserakan di meja karena bang Arif udah nunggu di persimpangan dekat sekolah. Dia bersikeras ingin pulang bareng walaupun aku udah nolak.
"Kelompok tiga ngumpul dulu bentar" suara Dinda menginstrupsi semua murid yang tengah bersiap pulang.
"Oiya gue tadi kelompok berapa"
"Kelompok satu juga ngumpul weh"
"Kelompok dua kelompok dua "
Dan kelas mulai ribut karena ketua kelompok sibuk mencari anggotanya, beberapa murid lupa mereka kelompok yang mana padahal belum lebih satu jam guru sejarah membagi kelompok.
"Din, gue kelompok lo kan" ucap ku pada Dinda yang kini sedang berdebat dengan Nadyah.
"Nah ini Riva iya satu kelompok sama gue, udah pas kan, lu kelompok Salma sono" Dinda mendorong bahu Nadya yang kini sedang bingung tentang kelompoknya.
"Gitu ya, tapi kayak nya kita satu kelompok deh, Alvin lo bukan yang kelompok sini"
"Heh? Gue kelompok sini weh,lo yang salah alamat" Alvin yang sedari tadi diam malah kena.
"NAD, ngapain di situ,sini kelompok lo" panggilan Salma membuat Nadya menyengir kearah Dinda. Dia memang sengaja ingin membuat Dinda emosi karena itu adalah kebahagiaan tersendiri baginya.
"Nah hama sudah pergi, sekarang gue cuma mau bagi peran dan nentuin tempat kita latihan dimana" Dinda sebagai ketua kelompok mulai membagi peran, ya, ini memang tugas kelompok sejarah, kami akan mementaskan drama proklamasi kemerdekaan Indonesia, namun entah kenapa sekarang sejarah ada unsur seni budayanya.
"Udah dapat perankan, sekarang cau pulang" setelah Dinda berkata seperti itu, aku pun langsung bergegas keluar kelas, pasti aku akan diomeli Arif setelah ini.
***
Setelah telingaku cukup panas mendengar keluhan bang Arif yang menungguku terlalu lama akhirnya bang Arif diam juga dan kini kami sedang berada dirumah paman syahrim, masih ingat dia?, dia adalah orang yang berjasa memimpin perusahaan ayah setelah ayah meninggal.
"Riva kapan mau nginap disini? Tante kangen loh, pengen denger cerita cerita kamu" pertanyaan tante Ririn membuatku tersenyum senang, ya kami memang akrab, sesekali jika aku menginap disini, Tante Ririn dengan senang hati menyambutku, aku sering curhat ke tante Ririn karena dia punya banyak katakata motivasi yang bisa jadi semangat untukku.
"Kapan Riva ada waktu ya tante, sekarang Riva lagi banyak tugas" ngomongin tugas membuatku ingat bahwa besok kami latihan drama di sekolah jam 8, semoga aku gak lupa.
"Rif" panggil om Syahrim membuat ku dan bang Arif menoleh secara bersamaan kearahnya, nama kami terdengar sama.
"Arif maksudnya" kata om Syahrim lalu membawa Arif ke ruang kerjanya. Mereka akan membicarakan tentang pekerjaan kantor yang aku tidak mengerti.
"Va, gimana sekolah kamu? Udah punya temen belom?" Tanya tante Ririn yang kini berpindah duduk di sampingku.
"Udah Tan, sesuai saran tante, aku udah mulai coba untuk nyari teman, gak enak juga menyendiri terus"
"Nah gitu dong, tante kan jadi senang dengernya, teman yang gimana nih kamu dapat?" Tante Ririn terlihat lega mendengar perkataanku, ya dia memang orang yang paling sering menyuruhku untuk mencari teman. Karena menurutnya ga ada yang aneh dari seorang Riva.
"Aku dapat teman yang lucu Tan, receh receh gokil gitu,hehe " aku terkekeh melihat tante Ririn yang sedang memikirkan apa itu receh receh gokil, bahasa anak muda sekarang memang banyak istilahnya "Oiya, tante ingat Alvin ga? Teman aku yang waktu smp itu" tanya ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind Spot [Discontinued]
Teen FictionBisa membaca pikiran orang lain membuatnya di juluki dukun,cenayang, dan berbagai julukan aneh lainnya. Hal itu membuatnya sulit mencari teman karena takut dimanfaatkan oleh orang sekitarnya dan juga trauma terhadap masalalunya. Namun ada seseorang...