Alvin's step-sister

41 5 6
                                    

Terkadang aku juga butuh tempat untuk mencurahkan isi hatiku. Karena kata bunda gak baik mendam masalah sendiri ceritakan lah kepada orang terpercaya. Jangan disimpan sendiri,bisa jadi penyakit.

---

Aku sekarang sedang berada dirumah sakit menunggu Alvin yang sedang berada diruang ICU Karena adiknya ah bukan, Karena adik tirinya, Seina, sedang berada disana dalam keadaan koma.

Tadi sepulang sekolah Alvin menelfon ku agar datang ke rumah sakit ini dan membawakan tasnya yang dia tinggalkan disekolah. Ya, tadi dia izin mendadak dan langsung pergi dari sekolah tanpa membawa tasnya.

Aku memperhatikan dari balik kaca ini, terlihat dia sedang menepuk pundak Reisa yang sedari tadi menampakkan wajah sedihnya. Dia sangat khawatir melihat keadaan adiknya yang terbaring lemah dengan selang infus dan alat bantu pernapasan yang terpasang ditubuhnya.

Apa yang dirasakan Reisa dulu juga pernah dirasakan oleh bang Arif. Saat aku baru sadar dari koma dan hanya berbaring saja diranjang selama sebulan. Bang Arif saat itu benar-benar penuh dengan kekhawatiran. Bahkan sampai sekarangpun dia masih saja khawatir walaupun dokter sudah mengatakan bahwa aku sudah sembuh total dari cedera saat kecelakaan itu.

"Riri!" Suara Alvin yang muncul tiba-tiba membuat ku terlonjak kaget.

"Pinn ish lo ya" aku menepuk lengannya kuat. Ini karena melamun aku jadi tidak bisa mendeteksi niat usil nya itu.

"Melamun sih lo, mana sini tas gue" Aku menyerahkan tas itu padanya.

"Gimana keadaan adik lo?"

"Yaa seperti yang lo liat, dia masih lemah dan perlu banyak istirahat" jelas Alvin, aku hanya mengangguk paham.

'Cklek'

Kami berdua menoleh kearah pintu. Terlihat Reisa dengan matanya yang sembab dan hidungnya yang memerah karena terlalu banyak mengangis.

"Makasih ya Vin, udah nganterin gue kesini" ucapnya. Pikirannya sangat kacau, banyak yang dia khawatirkan.

"Hm iya sama-sama, Lagian adek lo kan adek gue juga" Alvin tersenyum tulus kepadanya.

'Lo baik banget Vin, padahal Papi udah ngerusak kebahagiaan lo' batin Reisa. Aku menatapnya heran, kenapa dia berpikiran seperti itu? Menurutku Alvin tidak pernah menganggap pengganti om Jo sebagai orang jahat.

Dulu orangtua Alvin bercerai saat Alvin masih smp. Aku bertanya pada Alvin saat itu apa alasan orangtua nya bercerai dan aku menyesal telah bertanya. Namun Alvin menjawab dengan santai.

"Gue gak tau,itu urusan orang dewasa lah, mana gue tau, yang penting mereka masing-masing bahagia" jawabnya saat itu. Aku menatapnya sedih lalu dia berkata "Napa sih lo! Gue gapapa kok, mending kita beli eskrim yuk" lalu dia menarikku pergi.

Aku menatap Alvin dan Reisa yang kini sedang memperhatikan Seina dari jauh. Huft, aku jadi terbawa suasana sedih ini.

"Udah jangan murung mulu rei, ntar Seina bangun trus dia liat muka jelek lo trus dia pingsan lagi gimana?" Omel Alvin asal lalu mengacak rambut Reisa.

Reisa hanya mendecak sebal lalu beranjak pergi.

"Kemana rei?" Teriak Alvin.

"Cuci muka" balas Reisa.

Aku tersenyum kecil melihat interaksi antar saudara tak sedarah ini. Kuharap mereka lebih akur mulai sekarang.

"Oi! Senyam-senyum aja lo" Alvin menoel kepalaku.

"Hehee, eh udah sore ni pin, gue pulang dulu ya, gue belum shalat ashar juga"

"Gue anterin" sambar Alvin cepat.

Blind Spot [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang