Gue yang jahat kalau benci sama lo.
---
Setelah itu,ku buka pintu dan pria itu menatap ku, tangannya menggantung hendak memencet bel dan kulihat tangan kirinya membawa sebuah plastik hitam.
Aku menautkan alisku melihat ekspresi kagetnya.
"masuk bang" ucapku dan berlalu meninggalkan bang Arif yang masih kelihatan bingung.
"Tumben datang gak nelpon dulu" bang Arif mengikuti ku yang berjalan ke arah ruang makan.
"Haruskah?" Kini giliranku yang menatapnya bingung.
"Yaa gak biasanya aja, kalau nelpon dulu kan gue bisa masak makan malam lebih" bang Arif menghela nafas berat, seperti nya dia kelelahan, sekolah sambil bekerja memang banyak menguras tenaga.
"Lo aja yang makan, gue udah tadi " aku menyipitkan mataku dan dia hanya tersenyum kecil seraya mengeluarkan isi plastik hitam itu dan memasukkannya ke dalam kulkas.
"Uang jajan masih ada, uang untuk keperluan lainnya juga masih ada, bahkan berlebih" aku menjawab semua kegelisahan yang ada di kepalanya.
"Bagus lah kalau begitu" dia menoleh ke arahku lalu tersenyum lebih lega dari sebelumnya. Dia memang sering berlebihan mengkhawatirkan ku dan tidak mengkhawatirkan dirinya sendiri.
Sulit bagiku untuk membencinya karena aku tau beban yang dia terima setelah kepergian orang tuaku lebih berat.
Selama orangtuaku masih hidup, mereka terlalu memanjakanku, semua yang ku minta selalu terpenuhi. Berbeda dengan Arif yang dibiasakan hidup mandiri. Sehingga dia tumbuh menjadi anak yang bijak dan bertanggungjawab. Mungkin juga karena aku terlalu manja lah yang membuat nya terlalu mengkhawatirkanku.
"Heh,jangan melamun, makan nasi nya" aku terkejut melihatnya yang sudah duduk di hadapan ku. Aku tersenyum dan menepuk-nepuk kursi disampingku.
"Yuk makan berdua" aku menggeser piringku ke dekat bang Arif yang kini berpindah duduk di sampingku.
"Gak usah, gue udah kenyang Riv" dia menggeser lagi piring itu ke hadapanku.
"Bang, Riva tu gak bisa di bohongin, udah makan aja atau mau Riva suapin, lagian ini nasi porsi nya juga lumayan banyak kok " mungkin karena tak tahan dengan omelan ku, dia langsung memakan satu sendok penuh ke dalam mulutnya. 'Udah kan bawel' batinnya.
"Hehe anak pintar" cengir ku seraya mengusap surai hitam nya.
***
"Jadi belum punya teman juga?" Arif menatap ku dengan tatapan khawatir itu lagi. Aku hanya mengangguk menanggapinya. Dia selalu menayakan hal ini.
"Sendiri aja gapapa kok, lagian gue gak suka berteman dengan orang yang baik di depan nya aja tapi di belakang nusuk" ya, sebenarnya ada yang mau berteman denganku, tapi karena aku tau tujuan mereka berteman dengan ku tidak baik.
"Jangan terlalu tertutup dek, kamu gak boleh nyimpulin hal yang belum tentu benar" lagi-lagi tatapan khawatir itu.
"Bang, apa yang ada di pikiran mereka itu benar dan itu semua jujur, mana mungkin mereka bohongin diri sendiri"
"Tapi kan beda va, lagian mereka udah tau kamu bisa baca pikiran mereka, siapa tau mereka cuma hati hati aja sama kamu"
"Trus Riva yang salah sangka gitu?"
"Yaa bisa dibilang gitu" Arif mengusap rambut ku. Apa benar yang dia bilang? Aku terlalu tertutup,pendiam? Mungkin ini cuma karena trauma masa lalu. Apa salah kalau aku gak punya teman? aku cuma takut. Mereka sudah terlanjur menganggap ku aneh dan isi pikiran mereka itu sering kali membuat ku sakit hati.
***
Sinar matahari masuk melalui celah celah jendela, membuat tidurku terusik. Kulirik jam yang tergantung di dinding. Huh ternyata sudah jam tujuh. Aku tertidur setelah shalat subuh tadi.
Hari ini adalah hari sabtu, jadi aku tidak apa-apa sedikit bersantai, karena sekolah akan dimulai pukul 8 nanti, dan kami hanya melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler sampai jam pulang.
"Udah bangun dek?" Aku terlonjak kaget saat melihat bang Arif yang berdiri di depan pintu kulkas dengan segelas susu coklat di tangannya.
"Wow, udah lama gak ngeliat lu kaget dek " dia menatap ku takjub. Memang dulu dia suka mengejutkan ku dengan tiba-tiba muncul di hadapanku, tapi sekarang tidak lagi karena aku mampu mendeteksi keusilannya itu.
Kuperhatikan baju nya dari atas sampai bawah, "lu kemaren gak pulang,ya "
"Menurut L" ish, pagi gini dah ngalay aja ni abang. Untung sayang. Ya, seperti nya dia gak pulang semalam.
"Eh, gue pulang dulu, tu udah gue pesenin sarapan entar lagi datang, jangan lupa dihabisin nasinya ya" seperti biasa dia mengucapkan nasihat paginya yang sudah seperti sarapan pagi bagiku.
"Oke oke " ucapku seraya membentuk jari seperti huruf ok.
"Sampai jumpa disekolah " dia mencium pipi kanan ku dan mencubit nya. Ish, kebiasaan yang menyebalkan namun menyenangkan juga sih.
***
Suasana kelas terlihat sepi, siswa siswi lebih banyak menghabiskan waktu diluar untuk berolahraga di free day ini.
Aku berjalan ke bangku ku yang terletak di pojok kanan kelas. Sebenarnya aku takut sendirian di sini, aku tidak terlalu suka keheningan. Untung lah kulihat dua orang anak perempuan masuk ke kelas ku. Seingat ku mereka yang duduk di depanku.
Mereka melihat ke arah ku. Yang berambut di kuncir kuda melihat ku dengan tatapan bingung, dipikirannya penuh pertanyaan mengapa aku disini namun dia menjawab sendiri pertanyaan itu. Aku ingin tertawa mendengar pemikiran nya itu. Dinda memang seperti itu selalu punya ingin tahuan tinggi atau bisa dibilang kepo akut.
"Hei Riva, ngapain lo disini?" Yang berambut hitam lurus bertanya kepadaku.
"Kepo lu nad, suka suka dia lah ini kan kelas dia juga, ya gak Riv" sewot Dinda mendengar pertanyaan Nadyah.
"Yee namanya basa-basi din, lo ni gak tau basa-basi ya, sebelum berbicara itu kita berbicara perlu yang namanya basa-basi, itu termasuk tata krama dalam berbicara" wow jawaban yang cukup panjang. Nadyah memang seperti itu, orang ngomong cuma A jawabnya A sampai Z. Dapat membaca pikiran orang memang membuat ku mengenal orang itu dengan baik walaupun kami tidak dekat.
"Ya ya semerdeka lu dah nad, Nadyah selalu benar " Ronde 1 wkwk, kurasa mereka akan terus berdebat sampai beberapa ronde dan berakhir dengan salah satunya mengalah karena capek dengan perdebatan siasia mereka.
"Weiiiiiiiiii" Nadyah terlonjak kaget saat mendengar pekikan Bella yang datang tiba-tiba dari arah pintu sementara Dinda terkikik bahagia melihat keterkejutan temannya itu.
"Bella datang tu salam dulu kek,bukan teriak teriak lu pikir ini hutan, tata krama bel tata krama" Nadyah mulai membahas tata krama lagi.
"Hehe maaf, Bella khilaf, tapi ini big news woi BIG NEWS" Bella bergerak gerak heboh.
"Apa apa apa?" Nadyah berlari kearah Bella seraya menggoncang goncang bahu Bella heboh. Seperti nya kekesalan nya sudah tertutupi oleh Big news itu.
"Wei sakit nad, eh ada Riva" Bella yang baru menyadari keberadaanku langsung berlari dan duduk di sampingku. Dia memang anak yang baik, dia sering duduk disampingku saat ada guru killer mengajar karena tempat disampingku memang kosong.
"Bel apa big news nya " Dinda menatap Bella kesal karena sifat lemot Bella yang membangkitkan kepo nya. Sementara Nadyah sudah menatap Bella dengan tatapan ingin tau.
"Oiya lupa, hehee, Big news woiii" Bella kembali memekik girang.
"Ya apa Big NEWS nya" Nadya dan Dinda memukul meja karena terlalu kesal.
"Santai bro dengerin duluu " dooh seperti nya aku juga mulai ikutan kesal dan ingin menggantung nya di tugu monas.
"Jadiiiii
Bersambung~😳
Yeeey akhirnya ada cast baru yang gue ambil dari nama dan sifat asli teman teman guee😂😂 jangan lupa di Voment ya~ 😄
Swsaputri
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind Spot [Discontinued]
Ficção AdolescenteBisa membaca pikiran orang lain membuatnya di juluki dukun,cenayang, dan berbagai julukan aneh lainnya. Hal itu membuatnya sulit mencari teman karena takut dimanfaatkan oleh orang sekitarnya dan juga trauma terhadap masalalunya. Namun ada seseorang...