10. Jodohin

278 58 137
                                    

"Jodohin aja, gimana?"

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

"Ha?" Karei menganga, ia menatap horor Mama yang baru saja tertawa setelah mengatakan ide gilanya. "Gak lucu, Ma," kesalnya setelah terdiam beberapa detik lebih lama.

"Mama kamu enggak ngelucu kok, sayang." Itu Tante Sintya, teman sma Mama yang sore ini ke rumah.

Karei tersenyum gugup. Bukannya menjawab, ia malah melirik Ardi. Iya, Ardi. Anaknya Tante Sintya yang tadi sempat menjatuhkan toples camilan karena kaget melihat Karei di sini.

"Gimana, Di? Kamu mau dijodohin sama Karei?" tanya Mama. Wanita itu mengedipkan matanya jahil pada Karei.

"Ih, Mama apaan, si?" Gadis dengan baju tidur Hello Kitty yang memangku bantal di atas pahanya, mengerucutkan bibir kesal.

Tante Sintya terkekeh. "Mau 'kan, Di?"

"Pasti."

Karei mengerjap, ia menganga lagi.

Apa katanya barusan? Ardi mau dijodohkan? Dengannya? Ini pasti bohong. Mana mungkin laki-laki itu mau dijodohkan dengannya. Melihat Karei saja biasanya Ardi sudah geram, apalagi harus sampai berhubungan.

Nope.

Karei pasti salah dengar.

"Pasti nolak," lanjut Ardi sesantai sebelumnya.

"Ha?" Untuk ketiga kalinya, Karei menganga. Ia menatap tak percaya Ardi. Tatapannya mirip saat ia ditinggalkan laki-laki itu bersama Pak Supri, beberapa waktu lalu.

"Yah, belum apa-apa kamu udah ditolak, Rei." Mama tertawa pelan di sampingnya.

Karei merengut.

Ardi emang PHP!

"Jangan cemberut gitu dong, sayang." Tangan Tante Sintya terjulur mengusap puncak kepala Karei, yang duduk di kursi sampingnya.

Karei tersenyum kikuk. "Enggak kok, Tante," ucapnya malu.

"Jangan cemberut, ketauan banget maunya." Mama menepuk puncak kepala Karei, ia tersenyum geli.

"Apaan si, Ma?" Karei mendelik kesal, tangannya menepis pelan usapan Mama. Mama memang tau obsesinya pada Ardi, jadi kesempatan ini pasti tidak akan begitu saja ia sia-siakan.

Tatapan Mama beralih pada Tante Sintya, mereka saling melempar senyum layaknya teman lama. "Kamu kalo suka Ardi bilang aja, Rei," ucapnya dengan tawa.

Karei terperanjat, ia menatap Mama tak percaya. "Mama!"

"Kenapa? Emang iya 'kan?"

Karei bungkam. Pipinya merona, menahan malu. Hidungnya kembang-kempis, menahan luapan rutukan yang sudah ada di ujung lidah. Dan matanya tak henti melirik Ardi, berharap mendapat bantuan. Karei memang menginginkan sesuatu dari Ardi, tapi bukan seperti ini caranya.

"Kamu suka Ardi, Rei?" tanya Tante Sintya. Karei menatap sejenak Ibu Ardi, ia menunduk setelah dua detik. Mata wanita itu berbinar. Dia terlihat senang dengan fakta yang baru diketahuinya.

"Iya 'kan, Rei?" seloroh Mama, sambil menyenggol lengannya.

Karei masih diam, ia malu. Benar-benar malu. Bisa-bisanya para Ibu-ibu di dekatnya, memperlakukan Karei seperti ini.

Mama mengedip pada Tante Sintya. Wanita yang sangat Karei hormati itu menjulurkan tangan sampai ke titik lemahnya, pinggang. "Ayo, ngaku!"

"Enggak," balasnya sambil berusaha melepaskan gelitikan Mama. "Aww, enggak, Ma, Tan, enggak."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 28, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang