6. Rumah Baru

59.2K 4.2K 79
                                    


Siang terik kala itu menghempaskan debu. Meluruhkan setiap keringat. Namun tak mengurangi niat Adara untuk melaksanakan puasa senin kamis.

Adara menjentikkan jemarinya satu per satu. Ia memulai muraja'ah lagi.

Sekilas bayangan percakapannya dengan sang suami terngiang lagi.

Saat itu Pras sedang asyik mengerjakan tugas-tugas kantor di ruang kerja samping kamarnya.

"Mas," panggil Adara pelan.

Pras tak menyahut. Ia masih saja sibuk dengan layar LCD dihadapannya.

Adara mengerti dengan sikap dingin Pras yang tidak mau menerima dirinya. Tapi ia melakukan semua itu hanya karena tuntunan agama.

"Aku hanya ingin ijin, besok aku mau puasa, puasa senin kamis," ujar Adara pelan dan hati-hati.

Pras tetap tak menyahut. Adara memaklumi jika Pras memang tidak menyukai dirinya.

Adara tetap berdiri di hadapan Pras. Menunggu jawaban Pras. Adara tetap sabar menunggu walau kakinya terasa pegal, ia tak peduli.

"Ngapain lo masih di situ?"

"Nunggu jawaban Mas Pras."

"Lo kira gue peduli? Mau lo nyungsep juga gue nggak peduli! Serah lo mo ngapain," ucap Pras dengan nada kasar.

Adara menelan ludahnya. Bagaimanapun juga ia hanya manusia biasa yang punya ego dan emosi.

"Baiklah."

Demi tidak memperpanjang masalah, Adara memilih pergi. Ia sudah menunaikan tuntunan agama untuk meminta ijin suami sebelum melaksanakan puasa sunah.

Adara memejamkan mata lagi ketika mengingatnya. Ia kembali menatap ayat demi ayat dalam Al-Qur'an dan menghafalnya.

Ia mengambil sepuluh ayat lalu dihafalkan beserta artinya. Bila sudah hafal, ia baca dan hafalkan berulang-ulang. Jika sepuluh ayat sebelumnya sudah cukup dihafal, barulah ia menghafal sepuluh ayat selanjutnya. Karena itu jemarinya ikut sibuk dengan aktivitas muraja'ah-nya.

Saat ini, itulah kesibukannya. Sewaktu di pesantren dulu, ia menghabiskan waktu dengan muraja'ah sambil mengajar santri lain dengan ilmu yang ia punya. Saat ini, Adara beralih kesibukan selain dengan hafalan juga mengurus semua keperluan suaminya.

Walaupun sikap Pras selalu dingin dan acuh tak acuh, ia menikmati waktunya sebagai seorang istri.

Berulang kali Pras mengejek dan merendahkannya. Ia selalu tersenyum di pagi dan malam hari karena suaminya yang dingin itu masih bersedia tidur di sampingnya walau tak menyentuh kulitnya sedikitpun.

Ketika ia mulai memejamkan dan membuka mata di waktu itu.

"Adaraaa!" seseorang mengetuk pintu apartemennya.

Adara bergegas membuka pintu. Di depan pintu Mama Prasetya sudah berdiri dengan tersenyum.

"Mama?" Adara celingukan ke luar apartemen. "Mama sendirian?"

"Iya, Ra. Mama ada perlu sama kamu."

"Ayo masuk, Ma."

Mereka masuk dan duduk di sofa ruang tamu.

"Ada apa, Ma?"

"Begini, kamu sekarang packing semua baju dan perkakas yang perlu aja. Besok kalian pindah ke rumah yang memang sudah disiapkan papa kalian," ujar Devika menggebu.

"Pindah rumah?"

"Iya, Ra. Sepulang mama entar kamu beresin semuanya ya?"

Adara mengangguk seperlunya. Pandangannya menyapu ke seluruh ruangan. Ia mulai berpikir apa saja yang akan ia bawa. Barang pras?

Harapan di Atas SajadahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang