Hai, pundak
Mengapa tidak datang hari ini?
Kau tau, aku sudah menunggu.
Kau tahu, belakangan ini aku selalu merindu.Hai, bahu
Mengapa kau tak berpaling padaku hari ini?
Kau tahu, aku sudah menatap.
Kau tahu, akhir-akhir ini aku sedang merana.Hai, wajah
Mengapa kau tak menengok padaku hari ini?
Kau tahu, aku sudah menanti.
Kau tahu, sepekan ini aku sering mengagumimu, diam diam.Hai, bahu
Terimakasih sudah datang hari ini,
Walau hanya sepersekian detik,
Kemudian bahumu berlalu lagi,
Dan setelah itu aku merindu lagi,
Percayalah,
Nyaman sekali bisa melihat bahu itu,
Mendatangi, dan membelakangi.
Seperti persandaran,
Yang penuh perlindungan.Hai, pundak
Terimakasih, telah rela hadir hari ini
Walaupun hanya seper sekon dari 24 jam ini.
Aku bisa merasa tenang,
Pundak ini,
Yang lama tak ku sentuh damainya.
Terimakasih, telah dengan sukarela meminjamkannya.
Kau tau kan,
Aku suka ketika pundak itu mengalihkan pandangannya untukku,
Hadir, lalu seper sekon kemudian berpaling kembali.
Aku cukup tenang,
Melihat pundak yang tenangHai, dirimu
Pemilik bahu yang nyaman
Atau
Pundak yang tenang
Terimakasih, telah menjadi bagian diriku
Terimakasih, bersedia menjadikanku bagian dari kisahmu
Dirimu,
Terimakasih,
Untuk kesempatan yang indah itu.
Bagiku,
Entah berapa lamanya,
Entah sebentar apa,
Atau, hadir dan hilang.
Kau adalah bagianku,
Bagian dari kisahku.Walau, jika pada akhirnya
Kau dan aku memang tak bersama,
Terimakasih telah menjadi puzzle.
Mengacak, kemudian mengindahkan.
Aku,
Terimakasih telah menjadi sayap,
Menerbangkan, dan mematahkan.
Kau ini pahit, dan manis.
Kau ini hidupku,
Sebentar apapun itu.-Sabtu, 11 Maret 2017.
-N-
KAMU SEDANG MEMBACA
Puisi, Untuk Segenap Rindu yang Tak Bisa Terucap
PoetryKarna kamu adalah panas, maka jangan tanya mengapa saya meleleh. Karna dingin adalah kamu, maka jangan tanya mengapa saya beku. -N . . Untuk segala rindu yang tak bisa terucap. Untuk segala rasa yang tak bisa terungkap. Untuk kamu, yang menjadi rasa...