Sakimono (19)

2.2K 135 17
                                    

Akhir-akhir ini banyak terjadi peperangan hebat di desaku. Ayah dan ibu menyuruhku bersembunyi didalam gua dekat lereng gunung. Suasana seperti ini membuat ayah dan ibu menjadi tegang, dan emosi. Apakah akan terjadi perang dunia ketiga ?.

Gua ini gelap sekali, hampir saja aku menabrak benda keras didinding-dinding gua.

Bruuggh ...

"Duh, kakiku sakit sekali. Hey ... siapa yang menabrakku?" Bentakku entah pada siapa yang tadi menubrukku.


"Duh, maafkan aku, aku tidak bisa melihat didalam sini." ucap manusia lain didalam gua.

" kau ... kau ... bersembunyi digua ini juga?, didalam sini memang gelap" ucapku pada seseorang yang entah dimana keberadaannya.

"Ya, ibu menyuruhku bersembunyi disini. Oh iya, kenalkan namaku Mono" teriak anak itu sehingga seisi gua bergema.

"Aku Saki. Kau dimana? Bisakah kau melempar batu? Mungkin itu akan membantu menunjukan keberadaanmu!" Pintaku pada anak itu.

"Baiklah, tunggu sebentar!" Pinta anak itu dengan suara parau.

Tttuk ... ttukk... tuk...
Suara benda keras seperti terjatuh menimpa benda keras lainnya.
"Sekarang giliranmu!" Suruh anak itu padaku.


"Aku mulai ya, 1 ... 2 ... 3 ..."

Pllung ....

"Waah batu yang kau lempar jatuh tepat digenangan dekat kakiku. Sedikit menyiprat, hahaha..." ucap Mono terkekeh.


"Sepertinya kau dan aku beredekatan, karena jarak waktu melempar batu tadi hanya menghabiskan sepuluh detik saja." Jelasku pada Mono.

"Wah, kalau begitu coba kita berjalan kedepan, tapi perlahan ya!" Katanya dengan nada ramah.

"Baiklah, aku mulai, 1 ... 2 ... 3 ..., hey aku sudah berjalan tiga langkah, kau bagaimana?" Tanyaku dengan harapan dapat segera bertemu dengannya.

"Aku sudah berjalan kedepan lima langkah, sebentar lagi kita akan bertemu" ucapnya lembut padaku, sepertinya dia orang baik.

"5 ... 6 ... 7 ..."
"8 ... 9 ... 10 ..."


Akhirnya aku bisa merasakan ada seseorang dihadapanku, badannya terasa lebih tinggi dari badanku.

"Hai, aku rasa kau lebih pendek dariku ya?" Ledeknya pada tubuhku yang mungil ini.

"Ya, dengan umurku yang baru satu dekade ini, pasti aku lebih pendek darimu, serasa perutmu berada didepan wajahku" tebakku pada Mono.


"Oh, kau baru berusia sepuluh tahun ya?, berarti kita sama, umurku juga sepuluh tahun, tapi urusan tinggi badan kau pasti kalah saing denganku." Jelasnya padaku.

Kini aku bisa berbicara dengannya meski tak dapat melihat wajahnya, aku hanya bisa merasakan dia sedang berdiri didepanku.

"Ngomong-ngomong Kenapa kau berada di gua ini?" Tanya Mono mulai serius.


"Karena diluar sedang ada perang besar-besaran, ibu dan ayah menyuruhku berlindung kedalam gua ini, mereka takut aku terluka, tapi akupun tidak tau apakah orangtuaku masih hidup atau tidak."  Jawabku, obrolan ini benar-benar membuatku sedih, berharap Mono adalah orang yang senasib denganku.

"Oh, benarkah itu terjadi lagi?, Berarti tak sia-sia aku bersembunyi didalam gua ini begitu lama, kau tau? Hampir satu tahun aku berada disini" jelasnya tanpa nada sedih sedikitpun.

"Lama sekali, kau suka disini? Disini itu gelap,lembap,dan berbau lumut, apakah tidak menjijikan?" Tanyaku heran.

"Tidak, aku senang disini aku bisa bebas, tak ada keributan." Tukas Mono bersyukur.

"Kalau begitu bolehkah kita duduk, dan menyalakan api unggun?" Tanyaku pada Mono, karenanya, akupun sudah mulai bisa beradaptasi di gua ini.

"Aku tidak akan menyalakan api, pasti kau akan takut." Tebak Mono.
"Hah? iya ...  kau ... tau aku takut api?" Aku tertegun mendengar pertanyaannya itu, padahal kita baru saja mengenal sekitar lima menit yang lalu.

"Sebaiknya tidak perlu nyalakan api, bagaimana kalau sekarang kau duduk dan tenangkan dirimu dulu" titah Mono merendah.

"Baiklah ... " aku menuruti perintahnya, akupun duduk ditanah.

"Sakii ... Sakiiiiiii ... dimana kamu nak?" Teriak seorang wanita paruh baya diluar gua, ya ... itu ibuku.

"Iya Bu, aku didalam sini" teriakku agar suara ku terdengar oleh ibu.

"Kemari nak, perang sudah berakhir" jelas ibu terdengar seperti sehabis menangis.

"Ibu kenapa?apakah Ibu menangis?"ucapku sambil menghampirinya.

Aku berjalan perlahan kearah utara dimana merupakan arah sumber cahaya didalam gua itu.

"Nak ... nak ..." ibuku menangis tersedu-sedu sambil meraih badanku dan dipeluknya.

"Nak ... hiks ... hikss ... ayahmu ..." jelas ibuku yang terpotong karena menangis.

"Kenapa ayah? Dia baik-baik saja kan Bu?" Tanyaku panik melihat ibu memangis.

"Ayahmu gugur dalam pelerangan tadi, dan ... dia ... berpesan padaku untuk menjemputmu sebelum tengah malam." Tukas ibu berusaha berhenti menangis dan bersedih dihadapan anak semata wayangnya itu.

"Apa? ... ayah .... ayah ... meninggal Bu?" Jelas aku begitu kaget mendengar berita ini, ayah yang dikenal sebagai pesohor dalam peperangan didesa ini telah gugur, lalu siapa yang akan melindungi kami? Terutama keluarga kami?, Bagaimana kalau musuh kita itu datang kembali dan menyerang kami?.

Seketika lututku lemas membuatku jatuh berlutut dan mulai meneteskan air mataku. Kehilangan seseorang yang begitu kita sayang, yang begitu menyayangi kita, yang berharga bagi hidup kita, pergi dengan mudahnya bagaikan desir pasir tertiup angin.
Akupun pulang bersama ibu. Karena langit sudah sangat gelap, ibu mengajakku berlari, takutnya hewan liar akan muncul berkeliaran di hutan lereng gunung ini.

"Bu, aku hampir lupa..." Ucapku pada ibu seketika teringat Mono.

"Lupa apa?" Ibu memasang raut wajah terheran.

"Aku meninggalkan seseorang didalam gua itu, namanya Mono, dia seumuran denganku." Jelasku panik.

"Hah? Apa katamu? Mono?" Nada ibu semakin panik dan kaget seolah bukan hal biasa aku bertemu seseorang didalam gua.

"Kau ini, kau tau berbicara didalam gua itu sangat dipantang oleh masyarakat kita?" Tanya ibu semakin serius dan menampakan halis yang mengkerut.

"Loh, kenapa? Dia baik bu, dia juga senasib denganku,bedanya dia sudah tinggal menetap selama satu tahun ini" aku berusaha menjelaskan pada ibu.

"Baik?, bagaimana ciri-cirinya?"

"Aku tidak tahu pasti Bu, lagipula gua itu kan gelap"

"Sudahlah ayo kita pulang! kau ini jangan berbicara dengan sembarang orang"

****
Naah menurut kalian apakah mono itu manusia? Kenapa?
Ataukah dia hantu ? Kenapa?

Tiaafatho

jawaban part 18 : Alana sebenarnya terlahir di keluarga yang kurang mampu, dia membeli tas sekolah di toko yang tidak jelas keberadaannya, tas itu dijual murah meskipun kondisinya mesih terlihat baru. tapi setiap tas itu melukai dirinya, itu tandanya tas tersebut meminta tumbal. korban yang dijadikan tumbal dimasukan kedalam tas secara paksa hingga tas tersebut kembali ke kondisi normal esok harinya.

RiddleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang