Hari Pengorbanan

1.9K 97 6
                                    

Akan tetapi ketika bersama Dian, aku merasa memang apa yang dia ucapkan benar, aku tak dapat marah kepadanya bahkan ketika ia memintaku berubah. Rasa penasaran timbul semakin besar setiap pertemuannya. Dian membawaku kepada perasaan aman dengan kelambutan wajahnya. Bibirnya yang selalu menjaga kata-katanya membuat ku tertarik untuk memaksa itu terbuka. Meski disetiap pertemuannya jarak selalu menjadi yang utama diantara kita, namun karena dia rasa jauh menjadi hal biasa dan ingin kulakukan. Jauh darinya membuatku kacaw, dan dekat dengannya membuatku menggila. Apakah ini yang di namakan Jatuh Cinta?

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pagi ini langit tampak sedang berbahagia, bagaimana tidak  cahayanya menyambut dengan begitu lembut ketika membangunkan. Tidak seperti biasanya yang selalu di iringin rintikan hujan.

Seperti biasanya keluargaku selalu mengawali aktivitas dengan sarapan susu dan roti. Sudah hampir empat bulan kami tinggal di Bandung dan tidak kerasa semua berjalan baik baik saja, apa lagi soal teman yang menemani jalannya hari yaitu Dian.

Kalian tau? Dian begitu care kepadaku, sampai rasanya aku tidak butuh semua orang karna Dian bisa jadi segalanya. Dian yang saat ini aku kenal tidak jauh berbeda dengan Dian yang sebelumnya, masih kaku kalau kita berduaan, tapi ia juga pandai merangkai kata-kata. hanya saja kini ia mulai mau terbuka kepadaku, Dian mau mendengarkan ceritaku bahkan meski hal itu tidak penting, Dian selalu menjadi orang yang pertama yang mengingatkanku shalat, dan perlahan membantuku puasa senin kami, kadang juga ia mengkritik dan kadang juga ia emberi masukan setelahnya. kini saya mulai mengenal Dian perlahan demi perlahan.

meski sudah empat bulan mengenal Dian, aku pun masih berhati-hati untuk menjatuhkan hatiku kepadanya, meskipun hal itu mungkin tak dapat kusembunyikan dari bahagianya aku bersamanya selama ini. aku mengerti bahwa Dian tetap Dian, sang ketua rohis yang menentang pacaran, menjadi temannyapun membuat aku bersyukur karena tak ada wanita sebelumnya yang bisa berteman dengannya.

Siang ini seperti biasa saya nemuin Dian di depan Mushola sekolah, sudah menjadi hal yang biasa saya  jadi makmum utamanya Dian. Imam yang satu ini memang selalu bikin orang salah fokus, termaksud saya sendiri.

"Dian!" panggilku

Seperti biasa kita pergi ke taman untuk mengisi waktu luang sebelum masuk kelas.

Sesampainya kita di taman tidak banyak kata antara satu sama lain. Dian diem seribu bahasa, selagi membaca Al-Quran kecil yang sedari tadi ia pegang.

"DEARA!" panggil seorang gadis dari arah belakang.
Aku dan Dian menengok ke arah belakang untuk memastikan seseorang yang tadi memanggil namaku.

"Eh, Nisa. Sini gabung". Ternyata Nisa.
aku sengaja ngajak Nisa gabung dan mungkin ini pertama kalinya buat dia gabung denganku dan Dian. Nisa juga orang yang pertama kali ngasih tau aku tentang siapa itu Dian.

"Assalamualaikum Dian. Kamu lagi ngaji ya maaf ganggu ya". Sapa Nisa dengan sedikit membenarkan posisi duduknya.

Dian menutup ngajinya dengan mengucap "shadaqallahul adzim.." ujarnya yang langsung mencium Al-Qurannya. "Waalaikumsalam juga Nisa. Enggak ko ganggu, iya kan Ra?".

"Waalaikumsalam.. ko salamnya ke Dian aja ya?" Protesku.

"Ohehe maaf ya maaf, aku ganggu gak nih?"

"Hem? Ohh iyaa kalem aja kali Nis". Ujar saya dengan sedikit senyum.

"Dian, kamu masih ketua Rohis kan?" tanya Nisa dengan sedikit senyum yang menyipitkan mata.

"Iya masih kenapa?". Tanya Dian yang langsung menatap Nisa.

Bad Girl Vs Ketua RohisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang