ACT 8

133 10 1
                                    

I miss you.
Started calling you countless times.
But then I remember that we're nowhere to be found on the same page.
Though I dislike type messages still I've started writing that text many times. – L.T

***

Dengung lembut suara AC bercampur dentingan tuts piano yang menciptakan alunan nada merdu Liebestraum No. 3 ciptaan composer Jerman, Franz Liszt; membuat ketiga cewek yang berbaring seraya menutup kedua mata masing-masing di lantai parket beralaskan karpet bulu. Ketiganya kompak terbuai meresapi setiap nada yang teruntai.

Wajah ketiganya sudah berlumuran masker muka yang terbuat dari lumpur laut mati, katanya sih berfungsi melembabkan dan mencerahkan kulit wajah.

"Liebestraum. Dream of love. Duh ini sonata emang legit banget!" desah Maura.

"Ini versi-nya Khatia kan?" tanya Cassie, sahabat terdekat dan terlama Aby semenjak mereka berdua masih duduk di bangku SD kelas satu.

"Yup. Khatia Buniatishvili. That classic Beyonce, gue aja yang cewek deg-deg-an kalo liat dia, apalagi cowok! Sexy abis!" puji Maura setinggi langit untuk classic pianist berkebangsaan Georgian ini.

"Lo juga bisa kali kayak dia. Pakailah your ultimate black backless dress trus bibir lo lipstick-in warna merah membara!" decak Cassie mulai mencari lagu berikutnya di playlist laptop Maura.

"Ish, maunya. Apa dayalah ini badan nenek-nenek, suka bengek kalo kesembur angin AC music hall."

"Menuju menit ketiga itu keren sih. Emosinya dapet dari yang awalnya lembut. " tambah Aby sambil menunjuk-nunjuk pipinya, mengecek maskernya udah kering apa belum, "Ini mesti berapa lama lagi sih?"

"Sabar, By. Pokoknya tunggu kering, habis itu kita cuci muka langsung oles-oles krim, niscaya kinclong bercahaya muka kita!"

"Tapi gue lebih suka versi-nya Lang-Lang, more gentle and calmer,"

"Ah, lo mah kan emang sukanya sama yang diam-diam hanyut ke laut, bye." ceplos Cassie asal yang langsung kena lemparan bantal oleh Abby.

"Bantal gue! Awas kena maskernya, By!" protes Maura.

"Bawel, udah mulai kering ini Mou." Aby menepuk-nepuk pipinya perlahan. Dia berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar Maura, memeriksa wajahnya yang tertutupi oleh masker.

"O love, love as long as you can! O love, love as long as you will! The time will come, the time will come, When you will stand grieving at the grave."

Cassie mengutip sepenggal puisi karya Ferdinand Freiligrath yang mengilhami terciptanya Liebestraum. Dari antara mereka bertiga memang Cassie yang paling rajin mencari informasi dan data pendukung, mau itu obrolan berbobot sampe obrolan nggak penting kayak sekarang aja bakalan ditanggepin serius sama Cassie. Ya itu tadi deh dengan berbekal mesin pencari bernama mbah google.

"Sedih ya bagian akhirnya." Cassie meringis seraya menatap kedua sahabatnya.

"Like at the end, he lost his love caused the death set them apart."

"Curcol Mbak?"

Aby berjengit, "Nggaklah, itu kan isi puisinya."

"Kiraiin," cibir Maura sebelum mencuci mukanya di wastafel.

"By the way, lo udah beneran nolak tawaran Prof Ivan ya?"

Aby mengangguk. "Lo yang jadinya assist kan Mou?"

3 AM IN THE MORNING [Heartbeats Love] #wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang