1. Di rumah

130 32 27
                                    

Jreng..

--

Pelukan sayang dari hati
Kini tak terbendung lagi
Yang telah lama aku nanti
Kau pujaan hati
Kau genggam erat tangan ini
Seakan tak ingin kau pergi
Kau peluk erat tubuh ini
Kau pujaan hati

Biarkanlah kata sayang yang slalu terucap
Biarkanlah kata cinta yang selalu kudengar
Karena kaulah kekasih hati, yang selama ini mengisi hati
Biarkanlah kata indah yang selalu terucap
Biarkanlah kata mesra yang selalu ku dengar
Karena kaulah kekasih hati yang selama ini mengisi hati

--

Lagu berjudul Pujaan Hati-Yasengku adalah lagu pertama dari hasil jerih payah Neta berlatih gitar. Duduk seorang diri di teras rumah dan hembusan angin sepoe-sepoe cukup menenangkan segala rasa yang ada.

"Wah keponakan om yang satu ini udah jago aja nih petik senar gitarnya."

"Apasih om ini, gini-gini kan juga hasil mata pelajaran menggitar dari Om Haeqal wkwk, makasih ya Om," balas Neta dengan senyum simpulnya.

Memang setelah sepeninggal ayahnya, kini Neta diasuh oleh Haeqal dan Rena. Haeqal adalah adik dari ayahnya Neta. Haeqal dan Rena memiliki seorang putra bernama Muhammad Razil Anan berusia satu tahun lebih muda dari Neta.

Syukurlah keluarga pamannya memiliki hati yang mulia dan berani mengambil keputusan untuk merawat Neta, membesarkannya, membimbingnya dengan penuh kesabaran. Kebetulan Rena juga sangat menginginkan anak perempuan.

Semenjak itu, Neta dan Anan sudah seperti kakak dan adik yang tak jarang ketawa bareng bahkan sampai terkadang berantem begitu dahsyatnya. Namun tak jarang pula Neta dan Anan saling berbagi cerita mengenai kisah mereka sewaktu di sekolah.

***

Neta yang kini sudah beranjak dewasa dan siap untuk menghadapi ujian nasional tingkat SMP.

"Kak, di sekolahan lo ada guru killer gak?" Sebuah pertanyaan dari Anan yang memecah keseriusan Neta selagi belajar.

"Hmm ada," jawab Neta sedikit kesal dengan Anan yang mengganggunya "tapi lucu," lanjutnya.

"Ha? Masak guru killer marah malah lucu sih? Gimana ceritanya coba?"

"Yaeyalah bayangin aja siswa mana yang ngga happy pas guru matematikanya marah abis itu ditinggal gitu aja dan terciptalah jam kosong akibat guru marah."

"Enak bener lo ya, kok beda sama guru gue pas marah tuh kayak band mau konser yang gagal terus. Soalnya apa aja yang ada pasti dipukul, kalau suara pukulan meja dan papan tulis digabungin udah kayak pemain drum kepanasan," ucap Anan sambil tertawa puas.

"Huss sama guru sendiri kok kaya gitu, syukuri aja masih ada yang mau ngajar lo," balas Neta singkat lalu pergi ke dapur untuk mengambil minum.


"Bi Niyah, buah mangganya habis to? Neta pingin buat jus nih."

"Iya mbak tadi saya lupa beli ke pasar. Mau saya beliin mbak?" tawaran lembut Bi Niyah pembantu rumah.

Sontak Neta merasa rindu akan suara sang ibu. Membayangkan jika di hadapannya ini adalah ibunya yang menawarkan sesuatu dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Loh mbak Neta kok malah nangis?"
Tak sadar ternyata Neta menitihkan air mata dalam lamunannya.

"Eh engga ko Bi lagi pedes aja mata Neta," jawabnya bohong.

Ia memang pribadi yang tidak suka terbuka akan masalanya. Walau sebenarnya Bi Niyah sudah tau cerita sebenarnya dari mamanya Anan.

"Dududulalalala, eh mata lo ko merah??" tanya Anan melihat Neta yang sedang duduk sendiri.

"Apa lo!" jawabnya sinis.

"Santaeee kaleeeek, dah deh gua tau elu jomblo gausah merintih tiap saat kek gini. Entar gue cariin cowok yang gak kalah ganteng ama gua." ucap Anan mengejek Neta.

"Kampret lu. Ketay ayam, kampungan!!" jawab Neta marah.

"Nih jus yang lo minta," tawar Anan memberikan jus mangga.

Sontak Neta meraihnya dan segera meminum tanpa ada space pertanda ia ingin meluapkan segala amarah yang ia rasakan.

Njirr nih cewe minumnya kek abis tanding boxing, batin Anan.

Arneta Pecandu AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang