Satu bulan, aku masih saja terus kepikiran Kak Aksa saat menjalani aktivitas sehari-hari. Dua bulan, aktivitasku agak mulai kembali normal. Ah, maksudnya itu, aku sudah tidak terlalu kepikiran Kak Aksa lagi. Ya, walaupun sekarang jarang pergi ke warung lesehan pinggir jalan, sih.
Akan tetapi, hari ini kuputuskan untuk mampir ke rumah makan lesehan milik Bu Aren. Berjalan kaki, melewati beberapa mobil angkutan umum yang tengah membuih, dan klaksonan mobil pribadi yang merebak keras di tengah kemacetan jalan.
Sesampainya di sana, aku mengernyit. Rumah makan lesehannya tutup. Kulihat, satu-dua pelanggan setia rumah makan lesehan Bu Aren mendengus keras seraya bergumam, enggak jadi makan. Lantas pergi meninggalkan jalanan depan rumah makan lesehan.
“Eh, Neng Nira!” sapa seorang bapak berperut buncit, Pak Asep, salah satu pelanggan setia rumah makan lesehan Bu Aren yang memang kenal denganku.
“Iya, Pak Acep.” aku membalas sapaan serta senyuman tipis. Mengangguk kecil.
Kulihat, Pak Asep melirik rumah makan lesehan Bu Aren kilat.
“Bu Aren pergi ke Bandung, Neng,” ujar Pak Acep. Memberi tahu.
“Emangnya, ada acara apa, ya Pak?”
“Anaknya, Raden, dia bakal tinggal sama Kakak laki-lakinya Bu Aren di sana. Katanya, biar dididik bener-bener kalo di sana. Kelewat bandel emang anak itu,” jawab Pak Acep.
Aku manggut-manggut.
“Ya sudah, Neng. Permisi mau pulang, ya?” Pak Acep tersenyum kepadaku.
Aku membalas senyum. Mengangguk.
“Terima kasih, Pak. Atas infonya.”
Pak Acep mengangguk. Lantas setelah itu, Pak Acep pun berjalan meninggalkanku, dan menyebrang jalan.
Ah, percuma hari ini aku jalan panas-panasan. Tetapi, ya sudah lah, tidak apa-apa. Yang penting masih bisa berkunjung lain waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alnira Sari [hiatus]
ChickLit[Akan direvisi setelah tamat] #223 dalam chicklit(4/3/2017) Berawal dari ibuku yang bilang, kedatangan tamu. Aku menunggu. Setelah tamu itu datang. Namun, tak berselang lama ia pulang, kembali asal. Aku pun menunggu. Lagi. Namun, untuk kasus yang...