Motor melaju dengan kecepatan sedang. Kekuatan motor supra ini ternyata tak diragukan, tarikannya tak jauh beda dari Kawasaki Ninja ZX-6R 636.
Body motornya sangat kuat dan kokoh, mungkin dua puluh tahun kedepan motor supra ini akan menjadi salah satu barang yang diburu oleh kolektor-kolektor mendunia.
Tapi,
Maaf,
Sepertinya tadi,
Author hanya bercanda. Hahaha!
-Oke Skip-
Angin menghembus kencang, langit semakin menggelap.
Benar, hujan akan mengguyur dunia malam ini. Rara duduk tenang dibelakang, dan laki-laki itu mengemudi dengan hati-hati.
Beberapa kali laki-laki itu mencoba membuka obloran, tapi sikap Rara yang cuek dan selalu ketus, membuat tak ada satu percakapan pun yang berakhir dengan obrolan yang diharapkan.
Ya, harapan laki-laki itu, agar setidaknya Rara tak takut dibonceng olehnya.
“Belok kanan” Jawab Rara, ketika laki-laki itu bertanya ke arah mana selanjutnya.
Laki-laki itu langsung mengarahkan motornya.
“Sebelah kiri, rumah yang pager item”
“empat-empatnya juga pager item”
“Cat tosca”
“Oke”
Motor berhenti didepan pagar rumah Rara. Rara turun dari motor dengan segala perjuangan, menahan kaki kirinya yang kesakitan.
Rara nampak kesusahan.
“Bentar-bentar saya bantu” laki-laki itu menahan Rara untuk turun, laki-laki itu turun terlebih dahulu, dan membantu Rara dengan merangkulkan tangan Rara kepundaknya.
“Pelan-pelan”
“Dirumah kamu ada siapa? Biar saya panggilin” kata Laki-laki itu sambil melepaskan rangkulan Rara.
Rara berpegangan ditiang pagar yang menjulan tinggi.
“Gapapa, lo pulang aja, tar keburu ujan” Jawab Rara dengan nada halus, tak biasanya.
“Oke deh, saya pulang ya”
Rara mengangguk dengan senyum tipis.Rara berbalik dan membuka pagar rumahnya yang tak dikunci.
“Ehh kamu..” kata laki-laki seperti ada yang terlewat.
Rara yang belum masuk menoleh.
Laki-laki itu mendekat kearah Rara sambil merogoh sesuatu dari saku celananya.
“Ini hape kamu kan?” laki-laki itu menyodorkan ponsel berwarna hitam itu kearah Rara.
“Lho, kok bisa di elo? Lo maling ya!” ucap Rara setengah berseru dengan nada menuduh.
Laki-laki itu menghembuskan napas dan menggelengkan kepalanya, seolah tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akar (Sebelum) Ranting
Teen FictionKadang kala.. Hidup mengharuskanku menangis tanpa sebab. Aku keliru dengan semua perkiraanku. Matahari tanpa sinar tak layak disebut matahari. Demikian juga aku, kupikir. Aku hanyalah matahari yang seharusnya memancarkan sinar, sekalipun mendung ke...