"Dasar gila loe ya! Mau cari mati heh? " ancamnya tanpa takut dan pastinya tanpa pikir panjang kata itu menerobos lampu merah pemfilteran dengan seenaknya.
Tak mau kalah dengan sebuah ancaman, dibalasnya dengan kata tak beraturan yang keluar dari mulut orang yang tak tahu etika kesopanan. " loe pikir guah takut ama eloh?"
Kalimat itu di iringi dengan hujaman pukulan yang tepat bertemu dengan sisi pipi bagian kiri sang lawan.
Tes. Darah segar mengalir di sisi bibirnya. Namun, tetap tak membuatnya genting. Tanpa babibu di balasnya dengam bertubi tubi hujaman pukulan ala taekwondo.
Kalah telak.Pemenangnya justru tersenyum menyeringai tanda puas lawannya sudah K.O .
Berjalan lunglai, meninggalkan sosok tubuh penuh lebam pukulan. Dia berjalan menyusuri tiap gang gang kecil kumuh yang penuh coretan tak jelas.Di perempatan jalan, sorot mata orang lalu lalang memperhatikan sang gadis yang penuh lebam dan hiasan tinta merah di ujung bibirnya dengan tanda tanya yang melayang layang di atas kepala mereka.
Masih berjalan, namun kini matanya sudah tak fokus akibat pertarungan jalanan. Ya, tepatnya perkelahian. Lagi, dia menabrak seorang yang lebih tinggi dari dirinya. Dia yakin akan hal itu.
Kehilangan keseimbangan dia jatuh terduduk. Meringis sakitnya wajahnya yang kini penuh tanda kekerasan. Merasa khawatir, yang ditabrak menjongkokkan diri.
"Maaf anda baik baik saja? " kata katanya pendek saja. Namun, dapat ia rasakan kelembutan, kejernihan, dan entah apalah itu. Pokoknya, suaranya berbeda dari yang lain. Berbeda dari yang ia -sering dengar- biasanya.
Menoleh ke pemilik suara. Justru ia tertegun sebentar. Tidak,mungkin 5 detik. Saat dia memandang pemilik wajah. Justru rasa pusing melanda dirinya. Kini dunia tidak berputar pada porosnya. Terbalik.
Dalam hitungan ke 7 detik ia jatuh di hadapan sang pemilik suaranya. Kini, dia akan tenang dalam istirahat pendeknya.
Pemilik suara terkejut saat melihat dengan seksama - gadis berkerudung- namun penuh luka memar di wajahnya. "Mba anda baik baik saja? " dia mengulangi kata itu meski gadis di hadapannya kini sudah ke alam bawah sadarnya.
Saat tersadar, yang kulihat pertama kali adalah cat abu abu rumah sakit, dan bau obat yang menyengat. Ku angkat tangan kananku, ku lihat tertancap sebuah jarum. Bangun dengan cepat, ku rogoh ponselku yang sedari tadi berdering keras.
Tertulis di layar handphone atau tepatnya iPhone sayangku.
My mom.
Antara pengen angkat atau reject. Tapi, ku putuskan mengangkatnya.
Aku memulai lebih dahulu."Iya ma? Ada apa? " ucapku polos.
"Ada apa kamu bilang. Kamu yang ada apa. Masuk rumah sakit, masih pakai seragam lengkap, muka katanya penuh lebam. Kamu habis ngapaiin sih? " serang mama dengan sekelumit pertanyaannya.
Yang jawabannya pendek saja bagiku. "Aku berantem ma." tanpa hiasan kata yang lain.
Ku dengar balasan dari mama ku yang jauh dariku sekarang. Bukan sekarang, memang dari dulu mama selalu kurasakan kehadirannya jauh. Sejak kecil, aku hanya di asuh nenek. Ibu dari ayahku. Sedangkan Ayah? Sama sibuknya dengan mama yang pergi pergi ke luar negri mengurus bisnis. Aku? Hanya anak yang terlantar yang butuh Kasih sayang.
"Berantem lagi? Kamu mau jadi gimana sih? Nanti kalo Ayah kamu nanya kabarmu, mama harus bilang apa? Gak puas kamu dengan luka yang kamu punya sebelumnya! ". Kata kata mama ibarat sambaran petir yang bertubi tubi.
"Aku akan menjadi lebih baik ma, hanya butuh proses." lirih berkata dalam keragu raguan. Aku yakin mama takkan percaya.
"Buktikan pada mama. "Suara itu akhir dari telepon mama yang singkat tapi memekakkan telinga. Aku memutuskan berbaring kembali. Ingin lagi istirahat, aku sudah lelah. Bathinku.
Ku dengar ketukan pintu, pelan. Ku Raba kepalaku, yang masih memakai kerudung. Saat aku berucap "masuk". Ku dapati nenek dan seorang pria yang tak ku kenal bertubuh tinggi, agak kurusan, memakai setelan baju koko, lengkap dengan peci putih di kepalanya.
Dia melangkah masuk ke ruanganku. Mengekori nenek yang kini di depanku. Laki laki itu masih menunduk. Ya aku tahu, dia menjaga pandangannya dariku. Tapi mataku tak hentinya mencari cari wajahnya.
Nenek memegang tanganku. "Sayang,nenek pikir ini sudah harus di akhiri. Untung kamu terselamatkan oleh anak muda ini. Seandainya tidak? Nenek takkan lagi dapat melihat wajahmu " ucap nenek sambil memandangku dan kemudian memandang laki laki yang ternyata sang pemilik suara lembut-jernih-.
Aku memandang ke arahnya. "Makasih atas pertolongannya". Ucapku dan kali ini tulus.
Kulihat dia tersenyum, tepatnya senyum yang ia tahan. "Iya sama sama" . Kembali ku dengar suara tenangnya itu.
Kini, suara itu ku dengar lagi. Setelah lama sekali rasanya aku merindukan suara tenangnya itu. Saat aku mendongakkan wajah, ku dapati dia dengan senyum yang ia tahan. "Fatih? " ucapku yang kini tenggelam dalam kenangan yang telah lama hilang.
Pemilik suara lembut menjawab dari sana.
Saat aku memperbaiki posisiku. Mataku tak lelah mencari wajahnya yang ia sembunyikan dalam tunduknya pandangannya.Aku sungguh merindukan suara teduhnya itu. Senyum yang ia tahan di ujung bibirnya. Menghasilkan senyuman khas milikknya. Aisyah menarik pakaianku. Tanda aku melamun, tak mendengar apa yang di ucapkan oleh fatih.
"Maaf?" ucapku meminta fatih mengulang kalimat terakhirnya tadi.
Dia tersenyum dalam tunduknya. Aku tahu, senyum yang ia tahan. Aku mendapatkannya kembali..
Aitakatta💦💨
![](https://img.wattpad.com/cover/99992177-288-k729054.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Senja (Pending)
SpiritualeKisah pahit manisnya hijrah sang bidadari dunia.Di warnai kembalinya bagian dari masa lalunya yang telah lama hilang. -Wanita itu dipandang dari masa lalunya, sedangkan laki-laki dipandang atas masa depan nya- Proses pencarian jati diri sang muslima...