"Apa yang kamu bicarakan? " Ayahnya berjalan mendekati Fatih yang sembari tadi masih diam dalam posisi yang sama. Ada penekanan yang keras dan tegas pada satu bait perkataan Ayahnya. Kini Fatih semakin tahu, keputusannya akan ditentang.
"Fatih ingin bicara sebentar" Fatih mendekati Ayahnya, dan mulai bercerita dari poin yang paling awal. Sesekali suara Ayahnya meninggi,ditambah kalimat-kalimat yang bikin 'sakit hati'.
"Kamu setuju dengan perjodohan ini saat ta'aruf dilangsungkan. Jangan jadikan hawa nafsu sebagai pengendalimu! "
"Ayah, jadi Fatih harus bagaimana? "
"Temui gadis yang bernama Zahra, dan ceritakan semuanya"
Mata Fatih terbelalak, bagaimana ia bercerita hal sedemikian pada Zahra. Apakah Zahra sudah sadar, dan ketika sadar ia di beri kado pahit yang bikin sakit hati?
"Tidak yah, Fatih ingin lamaran ini dibatalkan"
"Kamu! Apa yang harus Ayah katakan? Apa yang harus kamu katakan pada Farah? "
"Ayah, berikan Saya waktu untuk berpikir! "
"Berpikirlah dengan jernih! Hari ini adalah hari lamaran kamu! "
Fatih berjalan menuju ambang pintu rumah, ingin melangkah keluar, namun terhenti oleh ucapan Ayah.
"Kalau kamu batalkan lamaran ini, kamu sudah menyakiti hati Farah"
Fatih tetap melangkah keluar, menembus hujan yang begitu deras. Rasanya pilu sekali, saat harus membuat keputusan. Kehadiran Farah yang tiba-tiba pada kehidupan Fatih. Dan zahra yang sudah lama keberadaannya, namun Fatih malah mengecewakannya.
Fatih melaju kencang dengan mobilnya, terlihat jelas sekali wajah gelisah yang tertaut.
-Zahra-
Badanku serasa mati rasa, yang kulihat hanyalah sebuah kegelapan. Apakah ini adalah kematian? Aku hanya dapat merasakan kesunyian yang begitu menyayat, pilu. Aku mencoba bangun, namun sayang. Tubuhku bak tak mau ku perintahkan.
"Aku ingin membuka mata dan melihat dunia kembali"
Deru mesin bersahutan, saling menyambung tiap bunyi-bunyi yang memenuhi ruangan. Suasananya begitu senyap, hanya mesin -mesin lah yang jadi sumber suara. Kali ini, Aisyah tidak ada disamping Zahra. Ia justru duduk di depan ruang dimana Zahra di rawat.
Aisyah hanya termenung, memandangi detik jam tangannya yang berputar. Kepalanya dipenuhi pertanyaan kapan Zahra sadar? Sudah 3 hari setelah kecelakaan, tidak ada perubahan.
Derap langkah berat berjalan beriringan dengan ritme yang begitu cepat. Sekali-kali ia melihat jam yang terpasang Indah di tangannya.
Aisyah menoleh ke kanan, merasa terkejut melihat sosok yang ia lihat. Dari kejauhan, Fatih sudah berniat menemui Aisyah disini.
Aisyah bangkit dari duduknya berjalan mendekati Fatih, meskipun jarak mereka terlampau jauh.
"Darimana kamu tahu bahwa Zahra disini? "
"Tentu saja aku mencari tahu, dimana dia? "
"Tunggu, apa tujuanmu kemari? "
Fatih menelan ludah, pahit. Ia menengok keruangan dimana 'Zahra terbaring'. Dia terdiam beberapa saat.
"Aku hanya ingin menjenguknya"
Aisyah menghela napas, ia tahu bahwa Fatih akan tetap melamar Farah hari ini. Ia tahu betul akan hal itu. Aisyah berjalan menjauh dari Fatih, membuka pintu bercatkan telur asin.
Dari belakang Fatih mengekor. Saat pertama kali masuk ruangan mata Fatih tak lelah-lelah memandangi Zahra yang dari dulu tak pernah ia pandang selama ini. Pandangannya terenyahkan saat Aisyah bergumam.
"Dari wajahmu aku sudah dapat mengambil kesimpulan atas keputusanmu"
"Apakah terlukis jelas? "
"Bukankah sekarang kamu harus pulang?. Pulanglah sebelum Zahra bangun dan melihat wajahmu"
"Aku minta maaf, sampaikan hal itu pada Zahra saat dia bangun. Doaku akan selalu menyertainya"
Fatih tersenyum kecut dan membalikkan badannya, berusaha meyakinkan dirinya. Inilah keputusan yang tepat, untuk baktinya pada Ayahnya.
Masalah Cinta atau tidak, itu akan mudah di bangun setelah pernikahan. Itulah kata-kata Ayah yang selalu berdengung.
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikumsalam"
Fatih berjalan keluar dari ruangan, meninggalkan Aisyah dengan beban pikirannya. Dan meninggalkan Zahra yang sudah lama menautkan hati padanya. Cinta tak selalu berbalas, begitulah ibaratnya.
-Zahra-
Napas ini terasa berat sekali, kapan aku bisa bernapas seperti dulu? Disini terasa sesak, aku ingin bangun.
Zahra berusaha menggerakkan bola-bola matanya. Perlahan. Perlahan. Dan terbuka. Hal yang pertama dilihatnya adalah dinding cat putih. Dan seseorang disampingnya, yang ia kenali sebagai Ayah dan Ibunya.
Melihat Zahra sudah sadar, suasana pun berubah riuh. Aisyah pun terperanjat atas keadaran Zahra. Tak henti hentinya ia mengucapkan alhamdulillah. Dan memegang tangan Zahra erat-erat.
Zahra berusaha mengukir senyum. Meski entah kenapa senyum ini terasa pilu. Ia tahu ada hal yang berjalan dan diluar kemampuannya untuk mencegahnya.
Kesadaran Zahra tepat saat akad nikah Fatih dan Farah dilaksanakan di mesjid Al Akbar.
Fatih, dengan sekali napas mengucapkannya. Membuat orang-orang terkesima. Dari jauh Farah memandang suami sahnya. Dan tersenyum, bahwa kini Fatih akan menjadi pangerannya.Usai akad nikah berlangsung. Dan semuanya sudah selesai. Farah menemui Fatih yang masih duduk di tempat yang sama saat ijab qabul. Farah masih dalam keadaan tersipu, dan tepat saat itu Fatih melemparkan pandangannya pada Farah. Jadilah mereka saling berpandangan.
Dalam mata Fatih jelas terlukis kegelisahan yang ditangkap oleh Farah. Akankah Fatih tidak bahagia? Mereka saling kenal saat kuliah di Kairo. Farah sangat mengenal Fatih lewat pertanyaan beruntunnya pada Ayahnya.
Fatih menunduk, kali ini ia kembali meyakinkan dirinya atas keputusannya. Dan menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami yang bertanggung jawab. Fatih mengukir senyum pada Farah, mereka saling tersenyum. Meski dibalik senyum tersimpan keraguan.
"Aisyah, jika saja setiap impian kita tercapai, maka tidak ada air mata yang mengalir. "
Aisyah memandangi Zahra lekat-lekat. Ada butiran kristal beruntun yang mengalir di pipi Zahra. Zahra kembali memandangi Undangan perkawinan milik seseorang yang telah menghentikan waktunya. Seseorang yang kala berdoa, ia sebut namanya. Mendoakan untuk kebaikannya, meminta agar dia dijaga, meminta dia agar dilindungi. Tapi kini seseorang itu telah milik orang lain. Tidak pantas baginya memikirkannya.
Aisyah bersedih melihat Zahra yang baru bangun dari tidur panjangnya namun diberi kado pahit undangan perkawinan Fatih dan Farah yang akan berlangsung lusa depan.
"Zahra, berhentilah menangis. Ikhlaskan Dia ya, apa yang terlihat baik untuk kita, belum tentu baik menurut Allah"
Zahra mengusap air matanya, matanya sumbab. Saat itu pintu kamar ruangnya terbuka. Ada sosok Ayah yang berdiri di ambang pintu.
"Zahra, izinkan ayah memperkenalkanmu dengan seseorang"
Zahra tertegun saat kalimat itu meluncur dari mulut Ayahnya. Ia mendongak dan mendapati sosok yang tidak asing baginya.
Note:
Afwan baru nulis lagi. Semoga cerita ini tidak membuat Anda kecewa😊
Wassalam☺

KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Senja (Pending)
SpiritualKisah pahit manisnya hijrah sang bidadari dunia.Di warnai kembalinya bagian dari masa lalunya yang telah lama hilang. -Wanita itu dipandang dari masa lalunya, sedangkan laki-laki dipandang atas masa depan nya- Proses pencarian jati diri sang muslima...