"Ayah! Ayah!"
"Lari, Jimin. Bawa adik dan kakakmu pergi dari sini"
"Tidak-ugh. Cepat!"
"I-ibu"
"Menjauh dari anakku!"
"Tidak, Yoongi!"
Jimin terduduk cepat. Keringat membanjiri dahi serta rambut gelapnya, nafasnya memburu dan darahnya terpacu dua kali dari normal. Kilasan memori masa lalu kembali menghantui malamnya. Beberapa minggu ini ia jadi sulit tidur karena mimpi buruk. Tubuhnya bergetar hebat, memeluk lututnya dan menenggelamkan wajahnya disana. Ia merasa sangat bersalah walau ia tau ini bukan salahnya. Tangisnya pecah diikuti teriakan frustasi dan lemparan lampu tidur yang menghancurkan cermin panjang di kamarnya. Malam itu, Park Jimin kembali hancur karena dosa yang bahkan tidak ia lakukan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Yoongi, Taehyung, dan Jungkook masih terdiam. Semenjak penjelasan Taehyung ketiganya hanya bisa duduk tenggelam dalam pikiran masing-masing. Sudah hampir 3 jam mereka duduk tanpa bergerak sedikit pun. Terkadang hanya mengedarkan pandang lalu kembali dengan tatapan kosong. Tak tau harus bereaksi apa. Yoongi yang lebih dahulu memutuskan memulai percakapan.
"Kalian tau, aku sama sekali tak ingin menyangkut-pautkan masalah ini dengan Jimin"
"Aku juga. Bagaimana pun itu bukan salahnya. Saat itu dia masih bersama kita dan tak tau apa-apa"
"Perasaan ku tak enak"
Kedua pria itu menoleh pada satu-satunya wanita disana. Yoongi sendiri hanya menunduk sembari memainkan ujung kakinya. Bicara tentang Jimin, ia sangat merindukan pria satu itu. Pertanyaan seperti bagaimana kabarnya, apa yang ia lakukan sekarang, atau apa dia baik-baik saja berputar diotaknya, membuatnya tak nyaman dan khawatir. Takut-takut pria itu jatuh sakit atau bahkan sudah tiada. Yoongi tak cukup bodoh untuk tau orang tua Jimin adalah orang yang keras dan jahat mengingat ayah pria itu sendiri lah yang membunuh kedua orang tuanya. Keluarga Jimin bahkan tak mau menyusahkan diri untuk mencari anaknya yang hilang dari rumah hingga Yoongi yang menemukannya duduk sambil menangis di halte dengan tubuh dingin dibungkus baju yang basah kuyup lalu mengajaknya pulang dan berakhir hidup bersama hingga belasan tahun lamanya. Mengingat itu membuat hatinya sakit. Wanita itu takut terjadi sesuatu yang buruk pada Jimin.
Jungkook memandangnya lama segera beranjak, menyambar jaket di kamarnya lalu kembali ke ruang tengah.
"Ayo keluar, kita butuh udara segar dan makan malam"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ketiganya sampai di cafe kecil yang beruntungnya masih melayani pelanggan hingga tengah malam. Mereka makan dengan santai dan nyaman. Beruntung karena sikap aneh Taehyung justru mencairkan suasana disana dan membuat mereka sejenak melupakan masalah tadi siang. Yoongi tertawa kecil mendengar lelucon Jungkook yang pernah mendengar Taehyung berbicara sendiri saat memasukan baju di mesin pencuci. Mereka bertiga menyelesaikan makan lalu berjalan keluar dengan santai. Tawa kecil mereka membunuh sepi di jalanan setapak. Aneh sekali, biasanya kota masih ramai di jam-jam sekarang. Yoongi mendapati sunyi di sekelilingnya membuat bulu kuduknya meremang. Wanita itu berhenti sejenak, mengikat rambut panjangnya saat dirasa angin dingin menerbangkan rambutnya tak nyaman. Kembali berjalan dan sedikit bercakap dengan kedua adiknya sebelum lagi-lagi merasa keadaan mencekam di balik punggungnya. Ia menoleh sambil terus berjalan namun tak menemukan apa pun. Oke, cukup. Dengan segera ia menarik lengan Taehyung dan Jungkook untuk mempercepat langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us
FanfictionCerita rumit dan manis pahitnya hidup Min Yoongi, Kim Taehyung, Jeon Jungkook, dan Park Jimin. Rated M for bad language and mature scenes.