"Ciangkun, kami berdua tidak bersalah. Kami berdua sedang duduk bercakap-cakap di sini lalu gerombolan ini datang menyerang kami, agaknya mereka hendak merampok kami!" katanya membela diri.
"Bohong! Mana buktinya kami merampok?" Lui Cai Ko membentak marah.
"Cukup, tidak perlu cekcok!" Perwira itu menegur. "Tidak perduli siapa di antara kalian yang bersalag. Yang sudah jelas, kalian berkelahi di sini dan hal ini berarti mendatangkan kekacauan. Kalian semua harus menyerah untuk kami bawa ke pengadilan!"
Kim Hong mengerutkan alisnya hendak membantah, akan tetapi Kok Siang lalu berkata, sikapnya halus menunjukkan bahwa dia adalah seorang yang terpelajar. "Baik, ciangkun. Kami percaya bahwa pengadilan tentu akan menyelidiki dan memberi keputusan yang seadil-adilnya. Mari, adik Hong, kita ikut ke kantor pengadilan."
Kim Hong cukup cerdik untuk mengerti mengapa pemuda itu bersikap mengalah. Kok Siang adalah penduduk Thian-cin yang sudah dikenal, maka baginya amatlah berbahaya kalau sampai dia dianggap melawan pasukan dan pemberontak. Berbeda dengan Kim Hong yang tidak dikenal, apa lagi mengingat bahwa tempat tinggal wanita ini juga jarang ada yang mengetahuinya. Untuk membiarkan Kok Siang ditangkap sendiri dan ia melarikan diri, Kim Hong merasa tidak tega. Apa lagi setelah ia tahu bahwa pemuda itu tahu di mana peta yang aseli, maka pemuda itu menjadi amat penting baginya. Ia harus melindungi pemuda ini, jangan sampai peta yang aseli terjatuh pula ke tangan penjahat. Maka iapun mengangguk dan menyetujui.
Sepuluh orang gerombolan itu bersama Kim Hong dan Kok Siang lalu digiring oleh pasukan menuju ke kantor kejaksaan. Sepuluh orang itu langsung dimasukkan ke dalam kamar tahanan besar, sedangkan Kim Hong dan Kok Siang dibawa ke bagian belakang di mana terdapat beberapa buah kamar tahanan.
"Kalian harus menunggu dulu di dalam kamar tahanan ini sambil menanti datangnya pembesar yang akan membuka sidang pengadilan." kata perwira itu sambil membuka daun pintu kamar tahanan. Tentu saja Kim Hong merasa marah dan mengerutkan alisnya.
"Kami bukan penjahat, kenapa mesti dijebloskan dalam kamar tahanan?"
Akan tetapi, kembali Kok Siang yang berkata dengan sikap tenang dan suara halus. "Kalau memang demikian peraturannya, kita tidak perlu membantah. Pula, kita sama sekali tidak bersalah, takut apa? Biarlah kita menunggu di sini." Dan pemuda itupun lalu memasuki kamar tahanan. Melihat sikap pemuda ini, terpaksa Kim Hong mengalah dan sambil cemberut dan mukanya merah saking marahnya, iapun terpaksa ikut masuk. Pintu kamar sel yang terbuat dari pada besi itu lalu dikunci dari luar. Perwira itu bersama pasukannya masih berjaga di situ dan melihat wajah perwira itu yang kelihatan girang sekali, diam-diam Kim Hong merasa tidak enak. Ia merasa seperti seekor harimau yang dijebak ke dalam kerangkeng. Akan tetapi ia sama sekali tidak merasa khawatir. Bagaimanapun juga, ia terjatuh ke tangan petugas pemerintah, bukan tangan penjahat. Dan kalau ia mengbendaki, apa sih sukarnya untuk membongkar pintu kamar itu dan meloloskan dirinya? Pikiran ini membuatnya menjadi tenang, akan tetapi karena perwira dan para anak buahnya masih berada di luar kamar, ia tidak dapat bicara dengan leluasa kepada Kok Siang Sesungguhnya, ingin sekali ia mengajukan banyak pertanyaan mengenai peta itu dan rahasianya. Karena hal itu tidak mungkin dilakukan pada saat itu, Kin Hong lalu duduk bersila di tengah ruangan yang tidak berapa luas itu untuk mengumpulkan tenaga dan menenangkan hatinya yang diliputi rasa penasaran dan kemarahan itu. Sedangkan Kok Siang sendiri juga duduk di sudut ruangan itu dengan tenang-tenang saja. Urusan perkelahian adalah urusan kecil dan para pembesar pengadilan tentu akan lebih percaya kepada keterangannya dari pada keterangan orang macam Lui Cai Ko yang kasar. Setidaknya, dia lebih pandai bicara, lebih sopan dan sebagai seorang terpelajar, tentu dia akan memperoleh perhatian dan penghormatan dari para petugas pengadilan.
Tak dapat disangkal lagi bahwa Bu Kok Siang adalah seorang pemuda pilihan, pandai dalam ilmu silat, juga ahli sastera dan memiliki pengetahuan yang cukup luas. Akan tetapi, bagaimanapun juga, dia masih muda dan belum mengenal benar akan kepalsuan manusia seperti keadaan yang sesungguhnya. Kebenaran dan keadilan selalu menjadi lemah dan goyah di mana terdapat kekuasaan yang jauh lebih kuat, yaitu ketamakan akan uang! Uang berarti kesenangan. Di manapun di bagian dunia ini, manusia benar-benar telah dicengkeram dan dikuasai oleh uang atau lebih luas lagi, dikuasai oleh keinginan untuk memperoleh kesenangan. Dan kesenangan ini, harus diakui, hanya bisa dicapai kalau orang mempunyai uang. Untuk memperoleh uang sebagai sarana utama hidup senang ini, orang tidak segan-segan melakukan apa saja! Dari yang paling licin sampai yang paling keji dan kejam. Orang tidak segan-segan untuk berpura-pura, untuk merendahkan diri sedemikian rupa, untuk menipu, untuk menyiksa kalau perlu membunuh, menjadi penjahat-penjahat, wanita menjual diri menjadi pelacur, pendeknya segala kemaksiatan itu terdorong oleh keinginan memperoleh uang sebanyaknya. Uang membuat apa sgja dapat terjadi, yang nampaknya tidak mungkin sekalipun! Kok Siang tidak atau belum sadar bahwa karena kekuasaan uang, dia akan menghadapi hal-hal yang nampaknya tidak mungkin. Dia tidak pernah menduga bahwa seorang pembesar tinggi bisa saja melakukan hal-hal yang lebih rendah dari pada pencuri atau perampok, karena kehausan akan uang. Kedudukan disalah-gunakan, kekuasaan menjadi alat untuk mencari uang sebanyaknya, martabat terlupa, hati nurani tiada bisikan murni lagi, prikemanusiaan menipis, semua ini terjadi apabila manusia telah dikuasai oleh pengejaran kesenangan melalui pengumpulan uang. Halal atau tidak sudah tidak diperhitungkan lagi. Dan hal ini kemudian menjadi suatu kebiasaan dan kalau sudah menjadi kebiasaan, ahlak makin menipis sehingga keburukannya tidak terasa atau teringat lagi. Orang yang untuk pertama kali melakukan pencurian, tentu akan merasa adanya penyesalan dalam hatinya, penyesalan yang datang kerena kesadaran bahwa apa yang dilakukannya itu adalah tidak baik atau tidak benar. Akan tetapi kalau dia sudah terbiasa dengan perbuatan mencuri, maka penyesalan itu akan makin menipis dan akhirnya lenyap sama sekali. Demikian pula dengan segala macam kemaksiatan lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harta Karun Jenghis Khan
FantasyPengenalan Tokoh : Ceng Thian Sin Ceng Thian Sin atau Pendekar Sadis adalah putra dari Ceng Han Houw, pangeran sakti yang pernah ingin menjadi pendekar nomor satu di kolong langit, dan Lie Ciaw Sie putri dari Cia Giok Keng. Thian Sin mewarisi ilmu k...