Jilid 15

2.6K 42 0
                                    

"Hemm, kematian kita sudah berada di depan mata, aku tidak pernah putus asa, akan tetapi akupun tahu apa bila keadaan kita sudah tidak ada kemungkinan untuk lolos pula." kata Kok Siang.

"Aku tidak takut mati selama bersamamu, koko." kata In Bwee sambil merebahkan diri di atas pangkuan kekasihnya.

Kim Hong tersenyum. "Kalian lupa bahwa di luar masih ada kekasihku yang takkan mungkin membiarkan kita mati."

"Pendekar Sadis?" kata In Bwee penasaran. "Kalau memang dia memperdulikan kita, kenapa tidak sejak tadi dia turun tangan?"

"Dia bukan anak kecil yang ceroboh. Dia menanti saat baik. Percayalah kepadanya. Dia akan berusaha dengan taruhan nyawa untuk menyelamatkan kita. Bahaya masih jauh sekali. Kalau tidak, apa kalian kira aku akan enak-enak saja begini?" Berkata demikian, Kim Hong memandang kepada rantai di kaki tangannya. Memang, kalau ia menghendaki, dengan sin-kangnya, ia akan mampu mematahkan belinggu ini dan mengamuk. Pat-pi Mo-ko terlalu memandang rendah kepadanya dan hal ini baik sekali. Memang inilah yang dikehendakinya maka ketika diadu melawan Kok Siang, ia seagaja mengalah. Karena memandang rendah, maka tentu Mo-ko menjadi lengah, bahkan kini memasang rantai belenggu sembarangan saja, tidak melumpuhkannya dengan totokan. Mungkin Kok Siang dan In Bwee tidak akan mampu mematahkan belenggu mereka, akan tetapi ia merasa yakin bahwa ia akan mampu melakukannya kalau memang tiba saatnya yang baik.

Kedua tangan mereka diikat belenggu pada pergelangan tangan dan kedua lengan itu berada di belakang tubuh. Jarak antara kedua lengan itu hanya kurang lebih tiga puluh sentimeter, namun cukup untuk melalui kepala. Ia pernah mempelajari ilmu Sia-kut-hoat, yaitu semacam ilmu melemaskan diri melepaskan tulang dan dengan ilmu ini, yang membuat tubuhnya menjadl lemas soperti tubuh ular, ia akan dapat menarik kedua lengan itu dari belakang ke atas kepala, lalu diturunkan ke depan dengan menekuk dan melemaskan tulang pangkal lengan sehingga kedua lengannya akan berpindah ke depan! Dengan kedua tangan di depan, ia akan mengerahkan sin-kang mematahkan belenggu itu, atau setidaknya, ia sudah akan dapat menggunakan kedua tangannya untuk membuat para penjaga tidak berdaya dan merampas kunci-kunci belenggu mereka. Akan tetapi saatnya belum tiba dan kalau ia melakukannya sebelum waktunya, tentu ia akan dikeroyok dan sebelum ia mampu meloloskan Kok Siang dan In Bwee, ia tidak akan mau mencobanya. Saat yang ditunggu-tunggu itu adalah saat munculnya Thian Sin dan ia tetap bersabar karena yakin bahwa belum munculnya kekasihnya itu tentu atas dasar perhitungan yang matang.

Setelah menyelidiki sampai ke bawah, Pat-pi Mo-ko lalu naik lagi. Dia sudah mempelajari tebing itu dan maklum bahwa hanya para pembantunya yang pandai ilmu silat sajalah yang akan mampu menuruni tebing itu. Padahal, menurut peta, guha di mana harta karun itu disimpan, tertutup oleh batu-batu karang yang berguguran dari atas selama ratusan tahun dan untuk menyingkirkan batu-batu besar ini dibutuhkan tenaga para perajurit. Mereka semua harus dapat turun ke bawah, ke tepi pantai di mana terdapat guha-guha itu. Setelah tiba di atas tebing, Pat-pi Mo-ko lalu berunding dengan jaksa Phang dan para pembantunya, kemudian mengambil keputusan untuk mengerahkan anak buah mereka untuk membuat jalan darurat ke bawah tebing. Mereka memang sudah siap membawa alat-alat dan mulailah seratus orang perajurit itu bekerja, membuat jalan dari atas tebing ke bawah.

Lewah tengah hari, mereka semua telah berhasil menuruni tebing itu dan berkumpul di pantai yang luas di bawah tebing, di mana terdapat guha-guha batu karang yang sebagian besar tertutup oleh batu-batu karang sebesar perut kerbau yang berguguran dari atas. Mulailah mereka bekerja keras membongkari batu?batu karang di depan dan atas sebuah guba menurut petunjuk Mo-ko yang telah mengukur sesuai dengan petunjuk peta. Menurut peta itu, dari bawah ini orang dapat melihat ke atas dan ada tonjolan tebing yang bentuknya seperti kepala naga. Guha itu terletak presis di bawah kepala naga itu.

Tenaga seratus orang yang dikerahkan tentu saja dapat menyelesaikan pekerjaan itu dengan cepat. Setelah matahari mulai condong ke barat sehingga tempat itu tidak panas lagi karena sinar matahari tertutup puncak tebing, para perajurit yang bekerja tiba-tiba bersorak ketika mereka melihat guha besar yang tertutup batu-batu tadi. Pat-pi Mo-ko lalu menyuruh mereka semua mundur. Dia sendiri lalu mengajak jaksa Phang, Su Tong Hak, Hai-pa-cu Can Hoa dan Tiat-ciang Lui Cai Ko, dua orang pembantunya yang menarik rantai yang membelenggu tiga orang muda itu memasuki guha. Para perajurit disuruh menanti di luar. Dengan wajah berseri dan jantung berdebar mereka semua memasuki mulut guha yang cukup lebar itu. Juga Kim Hong, Kok Siang dan In Bwee merasakan ketegangan dalam hati mereka. Kim Hong dan Kok Siang merasa tegang karena merekapun ingin melihat harta karun itu, sedangkan In Bwee merasa tegang karena ia merasa khawatir kalau-kalau kekasihnya akan dibunuh setelah harta karun itu terdapat oleh pamannya.

Harta Karun Jenghis KhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang