Part 8

1.2K 99 0
                                    

"Aku gak mau berbasa-basi," ujar Bella membuka pembicaraan. Iqbaal terhenyak bingung. Apa maksud Bella? Apakah Bella sudah siap dinikahi olehnya? Jangan sampai! Karena itu bisa membuat para readers mengamuk! ._.

"Aku mau ngasih tau sesuatu." ucap Bella. Batin Iqbaal berteriak-beteriak. Memohon dalam hati agar Bella tak mengucapkan 'Orang tua aku ngundang kamu ke rumah aku. Aku mau kenalin kamu sebagai calon suami aku.'

Jangan sampai Bella mengatakan itu! Jangan sampai!

"Berita ini sangat membahagiakan untuk aku dan sepertinya kamu juga." ujar Bella lembut. Tangannya sibuk mengelus-elus perutnya yang rata. Katanya to the point? Tapi kok sekarang malah bertele-tele?

"Kita akan segera nikah. Dan orang tua aku ngundang kamu ke rumah orang tua aku." Ucap Bella mantap.

'Darr!'

Serasa dunia Iqbaal runtuh sekarang juga. Raut wajahnya seketika berubah. Tadi yang hanya biasa-biasa saja dan sekarang wajahnya serasa remuk.

'Apa ini? Ada apa? Aku gak janji sama Bella buat nikahin dia! Bagaimana? Bagaimana aku menjawabnya? Bagaimana dengan (namakamu)? Bagaimana dengan perasaan (namakamu)?' pertanyaan-pertanyaan itu melayang-layang dipikiran Iqbaal.

"Kamu kenapa?" tanya Bella mengerutkan keningnya. Iqbaal terus mengukirkan senyum terpaksanya ditemani keringat dingin yang mengucur dipelipisnya.

"Hahaha." tawa Bella meledak. Iqbaal menautkan kedua alisnya.

"Ada apa?"

"Muka kamu," Bella menggantungkan kalimatnya. Tangannya menunjuk wajah Iqbaal. Refleks Iqbaal meraba wajahnya. "Kamu tegang banget."

'Tap tap tap'

Langkah kaki Iqbaal menggema dikoridor sepi ini. Menyusuri koridor yang menyambungkannya pada taman kampus. Tujuannya untuk mencari (namakamu).

Tangannya sibuk memegang sebuah benda berbentuk persegi panjang berwarna coklat muda dan dilapisi plastik. Undangan! Yah! Iqbaal memegang sebuah undangan pernikahan. Undangan yang didesain mewah dan modis. Berniat untuk menyerahkannya pada (namakamu).

Ia mendapati (namakamu) sedang duduk di kursi panjang. Ditemani dengan buku-buku tebal.

Iqbaal dengan perlahan duduk disebelah (namakamu). (namakamu) sempat menoleh. Namun, hanya sekilas.

Iqbaal mengutuk dirinya dalam hati jika hal ini tak berhasil. Desas-desis suaranya terdengar jelas digendang telinga (namakamu). Mulutnya komat-kamit seperti mengucapkan mantra. Apa yang ia lakukan? Sepertinya hanya Iqbaal dan Tuhan lah yang tau.

"Ada apa?" tanya (namakamu) dingin, lebih dingin dari ice cream yang sedang adek gua makan. Adek gue makan gak bagi-bagi -,-

"Aku-.." Iqbaal menggantungkan kalimatnya. Menyimpan undangan yang dipegangnya di sebelahnya lalu mendorongnya mendekat ke (namakamu). "Cuma mau kasih ini."

(namakamu) menoleh menatap undangan yang (mungkin) Iqbaal sengaja membaliknya sehingga tak menampakkan bagian depan undangan itu.

'Deg!'

Jantung (namakamu) berpacu 2 kali lebih cepat tatkala melihat undangan itu. Mencoba menyadarkan dirinya dari mimpi buruknya. Apakah ini nyata? Batinnya.

Tangan (namakamu) terulur dengan perlahan disertai gemetaran. Ia berhasil mengambil undangan itu.

Berharap nama calon pengantin adalah 'Iqbaal dan (namakamu)' bukan 'Iqbaal dan Bella'.

Huh! Dengan perlahan ia membalik undangan itu.

Dan...

'Bella dan...'

Opportunity +idr✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang