“Tumben..” cerocos Aldi membuat Iqbaal terheran-heran.
“Tumben apanya?” kedua alis Iqbaal bertaut.
“Biasanya gak kayak gini! Biasanya (namakamu) lo siksa. Kayak kacung lo.” Sindir Salsha. Tawa Iqbaal meledak.
“Gue udah berubah, Sha..” Iqbaal menarik bahu (namakamu) dan merangkulnya, “Gue pengen (namakamu) bahagia sama gue.”
(namakamu) serasa terbang ke langit ketujuh. Sudah hampir 6 bulan ia berpacaran dengan Iqbaal. Namun, baru kali ini Iqbaal memperlakukannya begitu. Serasa (namakamu) ingin menghentikan waktu saat ini juga dan ingin terus bersama Iqbaal.
***
Derap langkah gadis ini terdengar jelas di koridor kampus yang mulai sepi.
Tiba-tiba seseorang menngagetkannya.
"Hey!" teriak pria itu. Kedua tangannya ada pada pundak (namakamu).
(namakamu) menoleh, "Hey ada apa?"
"Aku--" ucap Iqbaal menggantungkan kalimatnya. Dengan rasa gugup menggerogoti jiwanya.
"Kenapa?" kening (namakamu) berkerut. Jangan bilang Iqbaal akan menyertai kata 'putus' diantara pembicaraan mereka.
"Aku mau--" Pelipis Iqbaal dilumuri keringat dingin. Ada apa?
Muka (namakamu) ketakutan. Ekspresinya 11 12 dengan Iqbaal.
"Aku mau ngajak kamu makan malam." Ujarnya mantap. Huh! mengagetkan.
"Huh! Aku kira apa." (namakamu) mengelus-elus dadanya pelan.
"Emang kamu kira apa?"
"Nggak." (namakamu) menggelengkan kepalanya. "Aku mau. Jam berapa?"
"Delapan."
(namakamu) mengangguk. Keduanya pun berlangkah beriringan sambil bergandengan tangan.
Wajar Iqbaal gugup jika hanya mengajak (namakamu) untuk kencan. Mereka baru saja melakukan kegiatan ini dalam sejarah mereka berpacaran. 6 bulan berpacaran namun baru kali ini mereka kencan -_-
"Aku udah cantik!" gumamnya. Ujung bibirnya tertarik untuk menyunggingkan senyuman.
Dengan dress berwarna peach, make-up natural, rambut dibiarkan tergerai, highheels yang senada dengan dressnya, ditambah wajahnya yang mirip orang Jepang. Huh! Gadis ini hampir terbilang sempurna.
Ia sudah menyiapkan semuanya. Pokoknya harus perfect, pikirnya.
Kencan pertama! Ini sangat mengesankan dalam sejarahnya. Sampai-sampai ia melingkari tanggal yang ada dikalender.
Disisi lain, seorang pria juga sedang bersiap-siap.
Semerbak bau maskulin memenuhi ruangan ini.
'Drtt drtt drrt'
Ponselnya bergetar melantunkan lagu 'Stuck In The Moment' nya Justin Bieber.
"Bella?" gumamnya tak percaya. Mengapa dikeadaan yang seperti ini mantan 'terindahnya' menelponnya?
"Halo?" suara diseberang sana mengagetkan Iqbaal. Tatkal ia sudah mengangkat telepon gadis tersebut.
"I--iya? Halo Bell?"
"Aku butuh kamu sekarang. Hiks, hiks." Iqbaal terperangah. Bella sedang terisak diseberang sana.
"Kamu kenapa?"
"Aku butuh kamu!" bentak Bella. Iqbaal menjauhkan ponselnya dari telinganya.
"Sekarang?" tanya Iqbaal. Tangis Bella makin menjadi.
"Iya!"
"Tapi--tapi Bell, aku lagi sibuk."
"Pokoknya kamu harus ke apartement aku! Kalau nggak? Aku bakal bunuh diri!" ancam Bella. Iqbaal gelagapan. Apa yang harus ia lakukan? Membuat (namakamu) bersedih 'lagi'? Atau menghilangkan nyawa Bella? Pilihan biadab!
"O--oke! Aku--aku kesana."
'Klik'
Iqbaal mengambil napas berat. Lalu ia buang asal.
"Maafin aku (namakamu)." Lirih Iqbaal. Sejurus kemudian, ia meraih kunci motornya.
***
"Baal? Kamu dimana?" tanya (namakamu) dalam kesendiriannya. Ia sudah berjam-jam menunggu ditempat ini.
'drtt drtt drtt'
'Maaf (namakamu). Sekali lagi, maaf. Aku nggak bisa kesana. Ada hal penting yang harus aku lakukan.'
Hati (namakamu) tersayat bak dihujam beribu pisau. Iqbaal melakukannya 'lagi'.
"Sampai kapan kamu kayak gini?"
***
"Bell? Kamu kenapa?" tanya Iqbaal begitu masuk ke apartemen Bella tanpa permisi.
Ditemukan Bella sedang menangis sesegukan dikamarnya dan kamarnya sangat berantakan seperti baru saja terjadi gempa.
Bella memeluk selimut yang menutupi tubuh mungilnya. Terduduk didekat ranjangnya.
"Ada apa?" pandangan Iqbaal beredar.
"Bastian.." lirihnya nyaris tak terdengar. Wajahnya pucat pasi, matanya sembab, rambutnya acak-acakan, dan dilengannya terdapat beberapa luka sayatan.
"Bastian? Siapa Bastian?!"
"Aku udah gak suci lagi!"
"Apa?!"
"Baal?" tubuh Bella ambruk dipelukan Iqbaal. Apa yang harus Iqbaal lakukan? Ia barusaja berjanaji akan melindungi (namakamu). Namun, sekarang, ia juga dibutuhkan wanita lain. Serasa Iqbaal ingin mundur dari semua ini.
***
"(namakamu)! Tunggu!" Iqbaal berlari mengejar (namakamu).
"(namakamu)?" Kini, Iqbaal sudah meraih tangan (namakamu).
"Apa lagi?" (namakamu) berbalik. Matanya berkaca-kaca.
"Aku minta maaf." Ujar Iqbaal. Kepalanya menunduk menandakan ia menyesal.
"Lepasin!" bentak (namakamu) menepis tangan Iqbaal yang tadinya memegang tangan (namakamu) kini sudah tak disana lagi.
"Aku," dengan napas berat (namakamu) mengucapkannya. "Aku kecewa. Sampai kapan kamu kayak gini? Aku tau. Aku tau kalau aku gak pernah dihati kamu. Gak pernah jadi nomor 1. Gak pernah bikin kamu senang. Tapi, setidaknya harga aku! Aku ini pacar kamu! Meskipun aku hanya bahan pelampiasan kamu."
"Tapi, (namakamu).." belum sempat Iqbaal melanjutkan kalimatnya, (namakamu) langsung memotongnya.
"Tapi apa? Yang aku tau. Bella yang slalu dihati kamu. Aku tau!"
Dengan sekali hentakan. Kini, (namakamu) sudah dipelukan Iqbaal.
"Maafin aku. Aku udah berusaha buat jadiin kamu nomor satu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Opportunity +idr✅
Fiksi Penggemar"Ketika penyesalanmu datang di akhir scene." Iqbaal Dhiafakhri × (namakamu)