CHAPTER ONE

764 26 3
                                    

Cuaca hari ini panas sekali. Maklum saja ini di pertangahan musim kemarau. Perkuliahan semester ganjil selalu ada di musim panas. Keira menyingsingkan kedua lengan bajunya sembari melihat arlojinya. Keringat mengalir disetiap senti tubuhnya. Kemeja merahnya basah dengan keringat. Tepat pukul 12.30. Kafetaria sedang padat-padatnya. Tetapi ketiga temannya tetap memaksanya ikut ke kekafetaria. Vania, Diandra dan Laras begitulah teman- temannya kalau sudah kelaparan. Tanpa peduli cuaca, yang penting mereka sudah harus menginjakkan kaki di kafetaria.

Demi menjaga dietnya Diandra rela tak sarapan, padahal sudah diberitahu sarapan itu lebih penting. Dia juga kerap mengeluhkan teriknya matahari siang itu. Cukup membuatnya khawatir jika kulitnya yang putih itu menghitam terbakar panasnya matahari. Vania karena dia anak perantauan dari Makassar, tinggal ngekost jadi membuatnya malas untuk sarapan. Laras seperti biasa dia tak suka sarapan pagi. Jadi dia akan tetap berangkat kekampus walau cuma dengan segelas susu. Tetapi kelakuan makan mereka terlihat ketika jam makan siang begini. Walaupun kafetaria ramai dan padat sekali, mereka akan tetap berdesakkan dengan cepat menemukan tempat yang cukup untuk mereka. Setelah itu salah satu dari mereka pergi memesankan menu yang telah dipilih. Diantara deretan menu makanan yang beragam, pergi memesan dan langsung pergi membayar dikasir.

"Sekarang, giliran Laras yang pergi memesan makan."ujar Diandra.

"Bukannya kau Dra yang pesan. Aku udah tahu kemarin."keluhnya.

"Jangan coba kadalin buaya deh. Giliran lu tahu."balas Diandra.

"Nasi bakar ayam sama juice semangka."ucap Keira yang sudah menentukan pilihannya.

"Nasi ayam penyet sama es jeruk. Nggak pake lama. Semakin ribut semakin antri jadinya semakin panas. Cepet sana pesen. Nanti telat masuk kelas gegara makan doang awas ya."timpal Vania.

"Baik bu PJ. Ras gue soto mie sama vanilla latte. Nggak pake lama juga."ujar Diandra.

"Udah nih itu aja? Bang Dimas sama Arlan nggak dipesenin? Kan mereka mau nyusul bentar lagi."

"Gue lupa. tadi mereka pesen apa ya?"ujar Diandra.

"Nasi ayam rica sama cappuccino buat Dimas, nasi bakar ayam sama es susu coklat buat Arlan."jawab Keira.

"Oke. Langsung pesan."balas Laras langsung pergi.

Vania, Diandra, dan Laras merupakan teman dekat Keira sejak di semester pertama. Walau kadang mereka suka mendebatkan hal kecil. Keiralah yang sering jadi penengah ketika dua temannya saling berdebat. Keira memang lebih pendiam dibanding ketiga temannya. Dia bicara beberapa kalimat dan teman-temannya akan berbicara lebih panjang darinya. Tetapi jika seorang Keira akan berkomentar terhadap sesuatu yang tidak disukainya maka kalimat yang keluar terdengar tajam bagi beberapa orang. Itulah alasan Keira lebih memilih diam daripada ia harus menyakiti hati orang lain.

"Nggak seru ya? bang Dimas sama Arlan bentar lagi sidang. Berarti mereka bentar lagi lulus. Nggak ada lagi deh tumpangan gratis kalau mau kemana-mana. Nggak ada traktiran dadakan."keluh Diandr

"Heh, emangnya senior cuma mereka doang? Kan masih banyak yang lain."balas Vania.

Diandra menoleh kearah Keira. Hanya dia yang tahu rahasia Keira. Rahasia yang belum bisa Keira ceritakan kepada kedua temannya yang lain. Keira takut melihat reaksi Vania dan Laras yang blak-blakkan dan suka menggodanya. Kemudian tanpa sengaja dari rahasia menjadi publikasi umum. Keira tak mau itu. Ia juga tak mau kejadian seperti itu malah membuat persahabatan mereka rusak hanya karena perasaannya sendiri. Keira diam, tetapi matanya tak berhenti mencuri pandang ke arah pintu masuk kafetaria. Menunggu sosok lelaki itu datang. Senyumnya merekah ketika mendapati sosok itu dengan temannya datang menghampiri mereka.

CLOSERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang