CHAPTER TWELVE

121 11 0
                                    

Semua peserta telah berkumpul. Kepala program studipun sudah datang dan siap melepas para peserta menuju tempat acara. Upacara pelepasanpun dimulai. Setiap peserta sudah mengantri untuk memasuki bisnya masing-masing. Setiap panitia saling bantu membantu. Keira dan Diandra masuk di bis yang sama. Keira memilih menghidupkan playlist di smartphonenya sambil berusaha tidur sejenak. Tak lama ponselnya bergetar. Ada sebuah panggilan masuk dengan enggan Keira menjawabnya.

"Halo, dari siapa ini?"sahut Keira.

"Malam..udah di bis?" jawabnya ramah.

"Eiih, ini siapa dulu?"balas Keira lemas.

"Nggak liat layar ponselnya emang? Hm,pasti lagi pakai earphone ya?"

"Jawab dulu ini siapa? Kalau nggak penting saya tutup nih."

"Reynand Wiratama."jawabnya setengah berbisik.

"Ah, siapa?"

"Reynand Wiratama. Nggak ada pengulangan lagi. Ya sudahlah sepertinya kamu mengantuk. Setidaknya aku tahu kamu sudah di bis."

"Ya sudah. Terima kasih karena sudah mengganggu waktu tidurku."jawab Keira langsung menutup teleponnya. Diandra melihat temannya itu.

"Dari siapa?"tanya Diandra.

"Reynand Wiratama."jawab Keira setengah sadar.

"Kei..!! Kamu ini sudah menunggu telepon dia seharian. Sekarang giliran tadi dia telepon lo tutup dengan cepat." tegur Diandra kesal sambil menarik napas.

"Ahh..Lo bener. Haduh.. Sayang banget.. Kenapa lagi gue pake tutup segala. Isshh."ujar Keira yang benar-benar tersadar sepenuhnya. Keira terus berguman sendiri. Sampai ada seorang mahasiswi yang menghampiri mereka.

"Permisi kak. Boleh minta obat mabuk kendaraan? Sepertinya teman disamping saya mabuk kendaraan."

"Biar saya urus. Kamu disini saja. Sepertinya wajahmu pucat juga."

"Terima kasih kak. Memang kak saya mulai mabuk juga."

"Diandra, tolong urus yang satu ini. Gue urus yang dibelakang."

Keira langsung menghampiri mahasiswi lain. Dengan sigap dia memberikan pertolongan. Sambil mengusap punggung junior itu dengan lembut. Ia menyediakan kantong plastik dan obat.

"Keluarkan semuanya. Biar lega. Baru nanti minum obatnya."ujar Keira lembut penuh perhatian. Keira terus bersama juniornya sampai dia benar-benar merasa baikan.

"Sekarang minum obatnya dan makan bekal kalau ada. Setidaknya perutmu harus tetap terisi nanti malah kamu maag dan masuk angin lagi."ujar Keira.

"Terima kasih kakak."gadis itu langsung meminum obatnya.

"Kak, boleh pinjam pundaknya. Saya mengantuk."ujar gadis itu. Keira membalasnya dengan senyum, "Tentu"jawabnya. Gadis itu langsung menyandarkan kepalanya pada pundak Keira. Namun ponsel gadis itu tak lama berbunyi. Sebuah panggilan masuk, tetapi bukan itu yang mengejutkan Keira. Foto dan nama kontak dari ponsel gadis itulah yang membuat matanya terbelalak. Arlan Mandala. Ya, tanpa ia sadari yang ia obati ini adalah kekasihnya seorang Arlan Mandala.

Diandra menoleh kearahnya. Dia juga baru menyadari bahwa yang disamping sahabatnya itu adalah rival sahabatnya sendiri. Aneh jika disebut rival karena memang Keira dan Tasya tidak benar-benar berkompetisi untuk merubutkan seorang Arlan tak ada menang atau kalah. Tetapi gadis itulah yang telah berhasil menghancurkan hati sahabatnya. Keira tersenyum dan memberi tanda bahwa ia tak masalah dengan itu. Terkejut itu memang wajar, tetapi hatinya sedang merasa bebas belakangan ini. Hatinya tidak sepanas dulu waktu pertama tahu Arlan telah bersama gadis ini.

Tak lama ponsel Keira juga berbunyi. Panggilan masuk dari seseorang yang berhasil mengubahnya. Keira tersenyum.

"Halo."sapa Keira malu.

"Sepertinya kamu udah sadar sekarang. Gimana di bis? Sudah sampai mana?"

"Sudah sampai tol Cibubur sepertinya. Paling satu jam lagi sampai."

"Berarti nggak macet ya?"

"Sepertinya nggak tuh. Aku duduk dibelakang jadi nggak begitu memperhatikan."

"Ada apa? Aku pikir kamu duduk didepan."

"Jujur, aku belum lama duduk di belakang. Junior disampingku tadi mabuk jadi aku menolongnya."

"Lalu bagaimana keadaannya sekarang?"

" Lebih baik. Tapi dia sedang bicara dengan pacarnya di telepon."

"Bukannya sama kamu juga sedang berbicara denganku. Anggap saja aku ini pacarmu."

"Ish, maunya kamu tuh yang begitu. Tapi bukan hal yang buruk juga sih."

"Ya sudah. Aku udah mau jalan. Baru keluar parkiran sih. See you."ujar Reynand menutup teleponnya.

"Dia mau menyusulkah?"

Lalu ia tersenyum. Hatinya bergeming, ia akan segera bertemu Reynand secepatnya.

***

Tepat tengah malam mereka sampai di vila. Vila itu yang cukup besar dan luas untuk acara besok malam. Ada aula, dan kolam ikan yang mengitari vila. Ruang kamar untuk para peserta ada dilantai dua. Setiap kamar dapat menampung setidaknya lima belas orang. Semua peserta juga diminta untuk langsung berisitirahat. Begitu juga panitia. Sebagian panitia terutama tim advance sudah beristirahat sejak awal. Karena memang mereka bekerja lebih awal. Disaat semua panitia wanita beristirahat dikamar. Hanya ada seseorang yang belum tertidur saat itu. Dialah Keira. Kebiasaan buruk Keira ketika menginap adalah tak bisa tidur dimalam pertama ia menginap disebuah tempat baru. Kebiasaan buruk itu sudah ada sejak ia kecil.

Ia menyibukkan dirinya dengan tugasnya sebagai redaktur pelaksana. Ia memeriksa ulang susunan majalah kampus untuk edisi bulan depan. "Tetap sampai sekarang belum ketemu porfil yang cocok untuk bulan depan" gumamnya. Keira menyandarkan dirinya ditepi sofa diluar kamar panitia.

"Ini kopi mba."sahut Irfan sambil membawa dua gelas kopi.

"Makasih."balas Keira tersenyum.

Irfan adalah sosok yang sudah Keira anggap seperti adik sendiri. Dia itu hanya setahun lebih muda dari Keira. Maka dari itu dia selalu memanggil Keira dengan embel-embel mba. Sifatnya yang kalem dan supel selalu membuat Keira merasa nyaman ada didekatnya. Wajah Irfan juga manis dengan matanya yang indah khas lelaki jawa.

"Mba nggak tidur?"

"Nggak bisa. Ini malam pertama menginap disini. Kebiasaan burukku kalau menginap ditempat baru pasti nggak bisa langsung tidur begitu saja."

"Susah juga ya? Jadi mba ngapain sekarang?"

"Ngapain lagi selain mengerjakan tugas dari Verona. Kamu sendiri belum tidur de?"

"Lagi tugas jaga. Mana mungkin tidur."

"Badan ceking begitu mau aja lagi jadi tim keamanan. Selesai acara ini bisa remuk badanmu."

"Jangan meremehkanku mba." ujar Irfan. Keira membalasnya dengan senyum. Tak lama ponsel Keira bergetar. Sebuah panggilan masuk dengan cepat Keira langsung menjawabnya.

"Maaf tidak memberi kabar. Aku sudah sampai dari satu jam yang lalu."

"Nggak masalah. Aku bahkan nggak memintamu untuk selalu memberi kabar padaku. Itu bukan sebuah keharusan. Tapi ada yang lebih penting dari itu, aku sudah ada diluar. Baru masuk parkiran."

"Eh, sudah sampai? Kakak beneran kesini?"ujar Keira dengan suara yang agak kencang. Menyadari suaranya, Keira langsung memelankan suaranya kembali.

" Aku tunggu diluar. Kita langsung pergi lagi."

"Kita?"tanya Keira heran.

"Aku kesini hanya untuk mengantar Angga. Setelah itu kita berdua pergi. Cepat. Disini dingin. Jangan lupa bawa baju hangat atau jaketmu."

"Oke."ujar Keira langsung menutup teleponnya. Dia termangu. Dadanya bergemuruh seakan mau meledak.

"Irfan, mba pergi dulu. Selamat berjaga. Oh ya, ada senior yang baru datang didepan. Nanti tolong antar dia kekamar untuk senior ya." ujar Keira pamit langsung mengambil sling bag dan jaketnya.

***

CLOSERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang