"Sumpah lo balikan sama Dinda?"
Dea menghentikan langkahnya saat mendengar suara yang ia kenal. Itu suara salah satu teman Dylan. Ya, ia yakin.
"Gila lo, Dea gimana? Tega."
"Yah, gitu, bodo amat lah sama dia," balas Dylan santai.
Dea tersenyum. Ia tau bahwa dirinya tak diharapkan.
"Jadi gimana? Lo masih mau jadiin dia pelarian lo? Lo masih mau jadiin dia pelampiasan lo? Lepasin lah bro, kasian. Dia punya perasaan juga. Ntar lo malah nyesel,"
"Ha, gak bakal lah. Pokoknya gue gak mau lepasin Dea. Gimanapun caranya."
"Maksud lo? Lo belum puas mainin dia?"
Setetes air mata jatuh. Dea menggigit bibirnya kuat. Dea berlari. Tak kuat mendengar kejujuran yang harusnya ia tahu dari dulu. Dirinya cuman dijadikan pelampiasan. Dirinya cuman dijadikan pelarian. Kenapa ia sebodoh itu? Kenapa ia percaya pada Dylan? Seharusnya ia tahu dari awal kalau memang perasaan Dylan bukan untuk dia.
Apa Dea terlalu bodoh kalau ingin mempertahankan Dylan lagi? Bahkan dirinya rela dijadikan kedua. Tapi tidak untuk saat ini. Karena dirinya, sudah sangat kecewa.
*
"Lan," Dea berdiri di depan Dylan. Berbicara seakan tak pernah ada rasa di dalam hatinya. Tak ada sapaan ceria seperti biasa.
Dengan tatapan kosong menatap Dylan, Dea berkata, "Kita putus."
Dylan menatap Dea dengan tatapan tak percaya. "Lah kenapa?"
"Gue udah tahu semua. Makasih udah mau berbagi waktu sama gue." Dea berujar lalu meninggalkan Dylan yang terdiam.
Saat itu juga, ia telah kehilangan Dea. Dan dia sadar. Tapi, siapa yang peduli?
Percayalah kalau ada sesuatu di dalam diri Dylan memberontak bahwa ia tak ingin kehilangan Dea.
**

KAMU SEDANG MEMBACA
Terlambat
Short Story"Sekarang gue sadar, lo gak pernah mau gue ada di hidup lo." -Dea "Sekarang gue sadar, lo yang selalu ada di hidup gue." -Dylan Copyright © 2016 by skyatnight.