Kami berjalan di tangga yang membawa kami turun ke bawah. Semakin turun, kegelapan semakin merajalela mengingat tak ada satupun cahaya di dalam sana. Dari bayangan yang dapat kutangkap, Rika menjatuhkan telapak tangannya di sisi kirinya, tepatnya di dinding tanah yang terbentuk. Dia seperti menekan sesuatu. Dan saat itu juga, celah yang menjadi pintu masuk kami disini tertutup. Suasana menghitam karena gelap.
"Re... Revan..."
Aku meraba-raba dinding tanah yang berada dikiriku. Tak ada sedikit cahaya pun yang menjadi penerang disini. Semuanya gelap.
Posisi kami saat masuk tadi adalah, Rika berjalan paling depan. Mengingat celah yang terbentuk hanya muat untuk dua orang, kami berjalan berjejer agar sedikit lebih luas. Dibelakang Rika ada adiknya, Raka dan setelah Raka ada Revan yang pundak kirinya terdapat tupai yang kami bawa, Riko. Sementara aku berjalan paling akhir.
Gelap. Mataku penuh dengan kegelapan. Bahkan aku tak bisa melihat Revan, Raka, Rika, bahkan Riko. Aku mulai takut dan tak bisa melangkah saking takutnya.
"Rizqa..."
Aku menoleh mencari sumber suara, lalu sebuah cahaya terpancar dari arah belakangku. Aku berbalik ke belakang dengan maksud mencari cahaya apa itu dan suara siapa yang memanggilku. Sesaat aku membeku.
"Ka... kakak..."
Cahaya dan suara tersebut berasal dari kakak kandungku, yang telah meninggal tiga tahun yang lalu. Ke... kenapa dia ada disini?
"Hey, Rizqa... apa kau baik-baik saja?" Tanyanya lagi dengan suara lembutnya. Aku sangat merindukan suara tersebut.
"Kak... kak Rena kenapa ada disini?" Tanyaku to the point diiringi rasa sedih yang masih terbendung.
"Kakak..."
"Bu... bukankah kak Rena... me... meninggal tiga tahun yang lalu?
Air mataku tumpah. Aku bahkan tak membiarkan dirinya menyelesaikan ucapannya. Suaranya terlalu menusuk ke telingaku. Seseorang yang selalu menemaniku sebelumnya, kini ada didepanku. Aku menunduk seraya air mataku terus mengalir. Aku masih adikmu yang dulu, yang sangat cengeng.
"Duduklah." Pinta Kak Rena. Ia sudah duduk lebih dulu disalah satu anak tangga. Aku menurut dan duduk disebelahnya.
Wajahnya tak banyak berubah, ia tumbuh menjadi gadis enam belas tahun. Aku menangis dan menjatuhkan kepalaku di pundaknya.
"Kau sudah sebesar ini. Aku tidak melihatmu tiga tahun belakangan ini. Bahkan kita sudah hampir setara sekarang. Kau tumbuh dengan baik."
Jangan tersenyum, kak. Senyumanmu sangat menyakitkanku.
"Kau tahu, Rizqa... dulu kau sering pulang sambil menangis karena di usili temanmu. Dan bagaimana posisi kita dulu? Seperti ini." Aku masih terisak sembari dia berbicara panjang lebar.
"Kau bahkan tidak mau makan tiga hari saat aku melakukan kemah. Kata Ibu, kau tidak mau makan kalau bukan aku yang menyuapi." Dia tertawa.
"Jika saja aku tak melakukan kesalahan... aku mungkin ada dirumah sembari menyanyikan lagu pengantar tidur untukmu sekarang." Dan sekarang nadanya berubah menjadi sendu. Aku hanya terus merespon dengan isakanku. Tunggu, kesalahan?
"Rizqa... apa kau tidak merindukanku?" Tanyanya spontan. Aku menggeleng.
"Tidak kak, tentu saja aku merindukanmu." Jawabku. Dia tersenyum hangat.
"Kalau begitu, mari ikut kakak. Kita akan keluar dari tempat ini. Bahkan dari dunia ini dan kembali ke kamar tidurmu." Ajaknya. Aku menghentikan tangisku.
"Benarkah bisa begitu?" Tanyaku meminta kepastian. Dia mengangguk dengan perlahan.
"Tapi, aku hanya bisa keluar dari dunia ini jika menyelesaikan bukunya." Ujarku. Dia menatapku dengan tatapan bertanya.
"Buku apa maksudmu?" Tanyanya.
"Buku RReiLand." Jawabku.
"Coba perlihatkan kepada kakak." Pintanya lembut.
Aku lalu melihat-lihat ke tubuhku mencari tempat dimana aku menaruh buku tersebut. Lalu, aku menemukannya. Ada di saku besar dipinggang kananku. Aku mengambilnya dan memperlihatkannya pada Kak Rena.
Saat tangan Kak Rena mencoba menggapai buku tersebut, sebesit sinar muncul dari arah bawah tangga yang menuju ke arah tubuh Kak Rena. Kak Rena berhasil mengelak dengan memiringkan tubuhnya. Aku yang terkejut tanpa sadar melempar buku ku ke sembarang arah dan aku mulai mundur perlahan.
"Kak? Apa kau baik..."
"Rizqa!" Aku menoleh ke suara teriakan yang memotong perkataanku. Suara tersebut berasal dari bawah. Disana, berdiri Revan dan Raka yang menatap khawatir ke arahku.
"Dia RDarkQueen!!"
"Ha..."
Sebelum aku kembali menoleh ke arah Kak Rena yang dimaksud Revan RDarkQueen, Kak Rena menodongkan tongkat berujung tajam yang mengarah ke leherku yang membuatku menahan nafasku. Kak Rena... maksudku RDarkQueen, menatap tajam ke arah dua pemuda yang berasal dari bawah tersebut. Tatapannya memang menambah rasa takutku, tapi bukan itu yang benar-benar menakutkan, mata hitamnya berubah menjadi merah terang yang membuatnya tampak menakutkan.
Aku tak bisa bergerak mengingat celah sempit dan todongan yang bisa merobek leherku kapan saja. Aku bahkan menahan nafasku karena ketakutan.
"Ugh,"
Aku benar-benar tak bisa bernafas.
"Lepaskan Rizqa!" Perintah Revan. Kak Rena tertawa yang menurutku mengerikan.
"Melepaskannya? Aku telah bersusah payah menunggunya lepas dari pandangan kalian dan kalian menyuruhku melepaskannya? Hahahaha... Omong kosong." Dia tertawa meremehkan lalu mendesiskan akhir kalimatnya dengan tajam.
Revan dan Raka menggeram.
"Oh iya, sayangku... bukankah kau mau mengikutiku tadi?" Dan dia sekarang malah beralih kepadaku. Nadanya yang biasanya kuelukan itu kurasa berubah menjadi menjijikkan.
"Hey! Jangan menyentuh Rizqa! Jika kau menyentuhnya maka aku akan..."
"Berisik kau bocah!"
Kak Rena lalu menghunuskan tangannya ke arah Raka yang tadi berteriak mengancam. Sebuah kristal dengan cepat melesit ke pundak kiri pemuda itu yang langsung menusuknya. Raka tertekuk lutut sambil memegang pundak kirinya yang mengeluarkan darah segar.
"Rakaa!!" Aku reflek berteriak melihat kejadian tersebut.
"Sekarang... kau!"
Rena menunjuk ke arah Revan. Revan terkesiap, tapi tetap memasang wajah tajamnya. Kini, gadis itu melebarkan telapak tangannya tepat ke arah Revan. Lalu, lima buah api yang melancip ujungnya keluar dari sana dan mengarah ke Revan.
Revan dengan sigap membuat perisai tanah yang menghalangi api tersebut mengenainya. Aku terus melebarkan mataku melihat pertarungan yang tak terduga ini. Revan selamat.
"Cih... kau tak tahu jebakannya."
Mendadak, wajah Revan menunjukkan kekagetan. Air meruntuhkan benteng tanah Revan. Dan yang mengejutkan, air itu tercampur dengar aliran petir. Petir pun dengan cepat menjalar ke tubuh Revan. Revan tersetrum. Ia terjatuh dan terguling ke arah bawah mengingat ini adalah sebuah tangga.
"Reevaaannnn!!!"
Shock, itu yang kurasakan. Dan entah bagaimana, tongkat yang sebelumnya menodongku berada di tanganku. Aku reflek menusuk Rena tepat di jantungnya.
"Ugh, Riz... Rizqa?"
Aku melihat darah keluar dari mulutnya. Ia menatapku dengan kecewa, aku tahu itu. Tapi aku tak mau menatap wajahnya mengingat dirinyalah yang menghipnotisku tadi. Aku hampir melenceng karena mendengar ajakannya tadi, dan aku tak mau semuanya terulang.
Sebuah cahaya mengelilinginya dan kemudian hilang bersamaan dengan dirinya. Aku melepas tongkat yang awalnhya ku genggam erat untuk menusuknya tadi dan terduduk di anak tangga. Tatapanku kaget mengingat apa yang baru kulakukan tadi.
"Ugh,"
Aku tersadar dan melihat ke arah Raka. Dia masih memegang pundaknya yang terus mengeluarkan darah. Dengan segera aku menghampirinya, dan tahukah kalian? Tubuhku bersinar yang membuat lorong ini tidak gelap sepenuhnya.
"Raka!"
Aku menyandarkannya ke sisi kiri lorong dan melihat lukanya. Tusukan kristal itu sangat dalam yang hampir menusuk tulang. Aku menyentuh kristal sebesar jari telunjuk tersebut.
"Akh,"
Raka meringis. Aku pun dengan pelan menarik keluar kristal tersebut. Luka tersebut benar-benar dalam. Dan entah bagaimana, setelah aku menengadahkan telapak tanganku di lukanya tersebut, lukanya mulai membaik karena darahnya berhenti mengalir.
"Te... terima kasih." Tutur Raka. Pandanganku yang sebelumnya fokus ke lukanya beralih ke wajahnya.
"Sudah tidak sakit. Apa yang kau lakukan tadi?" Tanyanya. Aku menunduk.
"Aku tidak tahu." Memang, karena aku tidak bisa mendeskripsikan bagaimana tadi aku bisa melakukannya.
"Dan tadi kau menusuk RDarkQueen. Itu sangat hebat. Aku dan Revan bahkan..." Kami terdiam sejenak. Merasa ada sesuatu yang tiba-tiba terbesit di pikiran kami.
"Revan!!"

KAMU SEDANG MEMBACA
RReiLand
FantasíaRizqa Rei, gadis keturunan keluarga Rei yang akan diberi tanggung jawab untuk melanjutkan cerita di RReiLand. Bagaimana kisahnya?