"Baiklah, mari kita latihan." Ucapku. Raka mengangguk.
"Apa yang harus dilakukan?" Tanyaku.
"Mengeluarkan elemen." Jawabnya mantap.
"Bagaimana aku bisa tahu elemen yang kupunya?" Tanyaku. Aku bahkan tak pernah berpikir bahwa novel fantasi yang teman-temanku bawa itu merupakan karangan nyata. Elemen? Ugh, aku selalu mengeluh jika teman-temanku itu membicarakan elemen yang mungkin ada di diri mereka.
"Kau punya semua elemen."
Aku menganga. Se... semua katanya.
"Bagaimana kau tahu?" Tanyaku.
"Kau keturunan Rei, kan? Keluarga Rei punya semua elemen. Lagipula, aku bisa melihatnya dari dirimu. Aku bisa mengetahui elemen seseorang." Jelasnya.
"Bagaimana kau mengetahuinya?" Tanyaku, lagi.
"Aku melihat bentuk-bentuk kecil mengelilingi seseorang. Dari bentuk-bentuk kecil tersebut aku tahu elemennya, karna bentuk-bentuk tersebut adalah elemennya. Misalnya Revan, daun, tanah, dan kayu mengelilinginya, berarti dia pengguna elemen tumbuhan, tanah, dan kayu." Jelasnya. Aku mengangguk mengerti.
"Apa yang kau lihat dariku?" Tanyaku.
"Tidak ada." Jawabnya sambil tersenyum tak berdosa. Aku menganga. Apa maksudnya tidak ada?
"Kau se... serius? Tapi, tadi kau bilang aku punya semua e..."
"Aku bercanda."
Fiuuhh, syukurlah.
"Kau tertutupi semua bentuk-bentuk elemen, bahkan ada yang tak kutahu namanya. Aku hampir tak bisa melihatmu seutuhnya."
Okey, kuharap dia tidak melihatku blushing. Itu sangat memalukan, kau tahu? Apalagi saat Raka mengubah dirinya ke bentuk manusia normal, bukankah aku blushing saat itu? Dan apakah dia benar-benar melihat pipiku bersemu saat aku menulis tadi? Ku... kuharap tidak.
"Hei, kau melamun?" Aku mendongak. Melihat wajah pria tersebut. Aku menunduk tadi, yakan?
"Jadi... ap... apa yang harus aku la... lakukan?" Oh, ya. Gugup lagi...
"Mengeluarkan elemen." Apa aku bisa membunuhnya sekarang?
"Aku ikhlaskan kok!!"
Teriak Rika yang duduk menonton disamping Revan. Ikhlaskan? Artinya aku boleh membunuh adiknya sekarang juga, ya? Dan... Revan... dia tadi sempat melihatku sebelum dia membuang mukanya karena tatapan kami bertemu sebentar.
"Keluarkan apapun." Tutur Raka.
"Bagaimana caranya?" Tanyaku.
"Kau benar-benar tidak tahu mengeluarkan elemen?" Tanya Raka yang mulai bingung. Aku mengangkat kedua bahuku menandakan tak tahu.
"Engghh... fokuskan saja dirimu kesesuatu atau apapun... kau bisa memikirkan elemen apapun. Aku juga tak tahu..." Raka tak tahu, tapi dia masih mencoba memberikan jawaban.
"Kau tidak punya elemen?" Tanyaku. Dia menggeleng.
"Kami, para peri tidak memiliki elemen." Jawabnya.
"Benaran tidak punya?" Tanyaku lebih memastikan. Karena setahuku di film-film, peri mempunyai elemen.
"Sebenarnya punya." Aku mengernyit, menunggu kalimat selanjutnya.
"Sudah diambil oleh RDarkQueen." Dan tentang Ratu tersebut lagi.
"Elemen semua peri diambil saat kami berumur 1800 hari." Tidak memakai tahun, okay?
Aku melihat raut wajahnya sedih. Sedih... se... aku membuatnya sedih?
"Maaf." Ucapku. Dia mengernyitkan alisnya.
"Maaf untuk apa?" Tanyanya.
"Maaf telah membuatmu sedih." Ucapku kemudian menunduk.
"Ti... tidak. Kau tidak membuatku sedih..." Tukasnya. Tetap saja...
"Kapan latihannya!!" Teriak Rika. Dia memperhatikan daritadi?
"Baiklah, mari kita mulai... fokuskan saja dirimu terhadap suatu elemen." Ucap Raka. Aku mengangguk.
Aku menengadahkan kedua telapak tanganku. Aku fokus... fokus... iya, aku fokus, kok. Fo... fokus untuk apa?
Fokusku buyar.
"Cobalah untuk lebih fokus!!" Teriak Rika.
"Semangat!!" Dan kali ini Riko yang berteriak menyemangati.
Aku menghela nafasku. Ternyata, mengeluarkan elemen lebih sulit dari yang kupikirkan. Aku kembali menengadahkan telapak tanganku dan kemudian menutup kedua mataku. Aku butuh ketenangan. Tenang... dan fokus... jadilah seperti air yang mengalir, mengalir dan mengalir. Mengalir tenang dan tak bersuara.
"Riz... Rizqa!"
"Eh?" Aku membuka mataku. Raka barusan meneriaki namaku.
"Hentikan alirannya!"
Ugh? Aku menoleh ke telapak tanganku. Telapak tanganku penuh oleh air yang kemudian mengalir turun kebawah. Aku reflek memisahkan kedua telapak tanganku dan air tersebut tumpah kebawah. Dan tak berhenti mengalir dari telapak tanganku.
"Ba... bagaimana ini?" Tanyaku panik. Benar-benar tak bisa berhenti mengalir.
"A... aku tak tahu. Cobalah berpikir untuk menghentikannya." Ujar Raka yang sama paniknya denganku.
Aku melihat kearah Rika, dia menepuk kedua tangannya sambil terus berujar 'keren'. Kemudian kearah Riko, tupai tersebut menganga tanpa bisa berkata apapun. Dan Revan... kemana dia? Dia hilang saat aku butuh bantuan.
"Bernafaslah dan berpikirlah kalau kau bisa menghentikan air tersebut."
Deg.
Revan berbisik tepat disamping telingaku. Aku mengangguk lalu menutup kedua mataku.
"Air, kau mengalir tanpa aku sadari. Bisa kau berhenti?" Aku terus mengulangi kalimat tersebut didalam batinku. Berulang kali.
"Rizqa! Kau menghentikannya!" Seru Raka. Aku membuka kedua mataku. Dan ya, alirannya terhenti.
"Kenapa berhenti!! Ekspresi panik kalian berdua tadi lucu, loh!!" Gadis itu memang mengesalkan. Dan Rika kemudian tertawa bersama Riko.
"Emmm... aku bukan pemandu yang baik." Aku menoleh ke Raka. Pemuda itu merasa bersalah.
"Ki... kita istirahat saja... lihat, matahari sudah mau terbenam." Ucapku mencoba menghiburnya walaupun aku tahu itu tak berhasil. Tapi yang jelas, ia menurut.
Dan kami semua kembali ke desa para peri yang sebelumnya tak jauh dari sini.
"Kita akan istirahat dimana?" Tanya Riko yang tahu keadaan desa tersebut. Aku mempunyai pertanyaan yang sama dalam benakku.
"Kesini..." Ucap Raka. Kami mengikuti.
Kami pun berhenti didepan sebuah pohon raksasa yang berada di tengah-tengah desa. Rika menekan pohon tersebut, tepat disisi kanan. Dia sedang apa? Lalu tak lama, tanah disamping kanan pohon tersebut terbuka, menampilkan sebuah tangga yang menuju ke bawah
"Ayo masuk." Ajak Raka. Kami pun masuk mengikuti langkah kedua kakak beradik tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
RReiLand
FantasyRizqa Rei, gadis keturunan keluarga Rei yang akan diberi tanggung jawab untuk melanjutkan cerita di RReiLand. Bagaimana kisahnya?