Chapter 17 (Revisi✔️)

7.7K 747 158
                                    

*Pic of Henry on multimedia. (Awas gantengnya nyakitin)

***

"Di mana dia?" Amanda nyaris tersedak oleh air matanya sendiri ketika Zayn datang untuk menemuinya di sel. Ya, Amanda kembali dikurung di selnya setelah Liam dibawa pergi kemarin. Entah dibawa kemana, yang jelas semua ini memang sudah direncanakan oleh Zayn.

"Mengapa kau tidak memakan makananmu?" Zayn berkata dengan lembut, memandangi nampan berwarna perak milik Amanda yang masih penuh, sekaligus berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan Amanda yang terus menerus mempertanyakan keberadaan Liam. Terang saja karena Amanda sama sekali tidak diberi tahu sedikit pun mengenai suaminya itu!

Apakah Liam baik-baik saja? Apakah Liam berada di tempat yang aman? Apakah Liam masih hidup? Amanda bergidik ngeri membayangkan suaminya yang terkujur kaku. Mana lagi, ia belum diberi kesempatan untuk menengok putranya, Arthur. Oh, bicara soal bocah itu, mungkin kau bertanya-tanya dimana ia ditempatkan saat ini, dan jawabannya adalah ia masih berada di dalam selnya. Ia menunggu, menunggu, dan terus menunggu ayah dan ibunya untuk datang.

"Di mana... suamiku..." suara Amanda berubah pelan dan bergetar. Tiap helaan napasnya seakan begitu berat dan menghentak, ia nyaris dibuat gila mempertanyakan keberadaan Liam.

Zayn pun mendengus pelan, ia masih berdiri di luar jeruji sel sambil menundukan kepalanya. "Ia sudah pergi."

Pergi? Pergi kemana? Tidak mungkin Liam pergi meninggalkan keluarganya begitu saja, bukan?!

"Apa maksudmu?" Amanda memicingkan matanya, bibirnya bergetar penuh rasa khawatir. Demi Tuhan, jika sesuatu yang buruk terjadi pada Liam, ia akan mengutuk pria yang bernama Zayn Maleek itu!

Zayn pun menarik napas dan menghentaknya dengan cepat. Perlukah ia memberitahu apa yang sebenarnya terjadi? Tapi, melihat kondisi Amanda yang sangat kacau, mungkin wanita itu memang perlu tahu. "Ia sudah pergi, Amanda. Aku menyuruh seseorang untuk membawanya pergi jauh-jauh dari Scandinova dan membunuhnya di tempat. Liam sudah tiada."

Apa ia bilang? Membawanya pergi?? Membunuh?? Liam sudah tiada?? Astaga, apa maksudnya! Sontak Amanda membuka mulut dan matanya lebar-lebar. Ia seperti orang yang terkena serangan jantung! Air matanya langsung kembali mengalir dengan deras ketika ia mencerna perkataan Zayn, ia merasa dicekik sekarang! Astaga, Liam tewas? Apa-apaan ini!

"Kau berbohong..." suara Amanda begitu parau dan nyaris tak terdengar, matanya terasa panas oleh air mata, bibirnya bergetar menahan isak tangisnya, ia pun beringsut mundur dengan lututnya dan mulai menjerit keras.

Kepalanya seperti ditusuk-tusuk! Hatinya seakaan diinjak dan dihancurkan menjadi puing-puing yang nyaris tidak bisa diperbaiki lagi. Darah di dalam pembuluh nadinya seakan mendidih dan naik ke ubun-ubun, menimbulkan sensasi panas dan dingin di saat yang bersamaan, hampir sama panasnya dengan air mata yang membasahi pipinya. Tubuhnya bahkan bergetar, lalu melemah dalam sepersekian detik.

Mustahil! Ini mustahil! Ayolah! Mana mungkin Zayn tega melakukan itu terhadap Amanda! Mana mungkin Zayn tega membunuh Liam! Ini pasti hanya sebuah kecaman dan omong kosong!

"Tidak, tidak mungkin. Kau telah berjanji padaku, Zayn..." Amanda berusaha menemukan suaranya yang seakan terkubur di dalam kerongkongan. "Liam tidak mungkin mati, aku sudah setuju denganmu!" Amanda menjerit.

"Tapi sayangnya ia tidak melakukannya, ia tidak menandatangani surat perceraian itu dan justru merobeknya, ini jelas sebuah penghinaan dan tidak sesuai dengan perjanjian kita, Amanda. Maka dari itu tidak ada yang bisa kulakukan selain menghabisinya. Kuharap kau paham dengan maksud dan tujuanku yang sudah sangat jelas." Zayn menggertakkan giginya.

The Love Affairs [Sequel to: The Secret Affairs] - REVISI ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang