Satu : Harry

2.5K 263 222
                                    

Harry Styles.

Siapa tidak mengenal nama itu?

Tanyakan saja pada seluruh makhluk di planet ini. Jika ada yang tidak tahu, cobalah bertanya pada mereka, di mana mereka berhibernasi selama ini.

Namaku itu terlalu indah untuk dilupakan. Bukan apa-apa, aku sudah seperti pembawa pengaruh besar di kampus. Gadis-gadis mengejarku, banyak yang ingin berkawan denganku, tak lupa juga satu. Bahkan para dosen itu juga suka mengejarku.

Menagih tugasku yang belum selesai, contohnya.

"Bagaimana jika ke Irlandia? Irlandia negara paling indah!"

Ah, itu Niall. Pria kecil itu selalu mengindahkan negaranya. Tentu saja Inggris masih yang pertama.

"Bagaimana jika bertemu David Beckham?"

Louis Tomlinson. Pria cungkring yang satu ini juga harusnya berterimakasih karena aku masih mau menerimanya menjadi temanku. Aku paling tidak suka berhubungan dengan para pecinta sepak bola. Seperti Louis untuk contoh kecilnya, karena pria ini memang kecil.

"Bagaimana jika ke Disney Land? Aku akan mengajak gadisku."

"Gadis yang mana?"

"Yang mana saja kau suka, mate!"

Ini dia, kupu-kupu kampus, Zayn Malik. Aku agaknya sedikit kesal dengan pria ini. Dia selalu saja memainkan hati seluruh gadis di kampus. Karena aku sendiri memiliki prinsip, seorang wanita adalah titipan Tuhan bagi setiap laki-laki untuk dilindungi.

Tapi aku terkadang juga heran dengan mereka. Mereka tahu jika Zayn tidak bisa berhenti memainkan perasaan para gadis, tapi tetap saja mereka masih mau bersama dengan Zayn.

"Bagaimana jika perpustakaan kota? Kurasa sedikit sepi karena musim dingin kali ini akan benar-benar dingin."

Si cerdas Liam Payne, dia selalu saja mencari cara agar teman-teman bodohnya ini menjadi sedikit pintar. Kukatakan sedikit, karena sekeras apapun usaha Liam nanti, ia tak akan pernah berhasil.

Aku muak dengan perdebatan mereka. Setiap tahunnya selalu sama, kemana kita saat libur musim dingin? Aku harap tidak akan ada lagi yang namanya libur musim dingin.

Oh jangan! Aku menarik kalimat terakhirku. Musim dingin tanpa embel-embel libur di depannya terdengar seperti pembunuh bayaran yang akan membunuhku perlahan. Jangan dengarkan kalimat terakhirku, Tuhan. Aku mohon.

"Membicarakan sesuatu, Tuan-tuan?"

Kualihkan pandanganku, itu Ma'am Renee. Dosen sejarah yang satu ini walaupun sudah memasuki kepala 4, tapi masih saja bisa membuat para pria mabuk kepayang. Tak terkecuali Zayn kecil.

"Masuklah ke kelas, Tuan-tuan. Setelah ini akan ada pemberitahuan mengenai libur musim dingin."

Louis bersorak girang mendengar kata libur. Seperti kata itu bagaikan kesempatannya untuk menjadi anak angkat David Beckham. Sedangkan Liam, dengan gaya pintarnya (Dia memang mahasiswa unggulan) membusungkan dada seraya tersenyum lebar. Aku tahu kalimat apa yang akan terlontar dari bibirnya.

"Apakah ada tugas untuk musim dingin?"

Secepat kilat, Niall kemudian membungkam mulut Liam. "Lupakan saja, Ma'am Renee. Liam hanya kelaparan. Aku tadi sengaja memakan jatah makan siangnya."

Ma'am Renee menggeleng-gelengkan kepalanya. Sumpah demi ketampanan wajahku, aku sebenarnya juga ingin menggeleng-gelengkan kepalaku setiap saat melihat kehadiran mereka. Namun apa daya, aku harus bersikap sebagai kawan yang baik di depan mereka. Maksudku, di belakang juga. Jangan katakan ini pada mereka, Aku memang kawan yang baik.

Moments ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang