Entah apa yang terjadi pada diriku hari ini. Aku menggigil di balik selimut dan gigiku tak berhenti bergerak. Aku membeku, Tuhan! Lalu bagaimana aku pergi ke kampus? Aku akan mendapat masalah jika melewatkan kelas sastra pagi ini. Ini kelas sastra pertamaku di London.
Terpaksa, lebih tepatnya sangat terpaksa. Aku bangkit, menahan nyeri di sekujur tubuhku karena dingin. Kakiku bersentuhan dengan ubin dingin, menambah rasa nyeri yang sudah terus bermain di dalam syaraf-syarafku. Hanya satu yang aku dapati begitu aku keluar dari kamar. Jendela belakang rumah asrama terbuka. Argh, ini pasti ulah Harry. Dia sudah memasak dan lupa tidak menutup jendela belakang. Penghangat ruangan kalah dengan udara sejuk yang berasal dari luar.
Jalanku sudah seperti mumi, kaku dan aku rasa aku pucat. Ini buruk, jika Harry melihatku nanti, dia pasti akan mengejekku. Membuatku malu dan seperti ingin memasukkan kepalaku ke dalam kloset. Aku harap Harry lupa bangun pagi, atau sekalian besok saja dia bangun dari tidurnya.
Aku merekatkan jaketku begitu tiba di kelas. Parahnya lagi, Harry sudah duduk manis di kursinya, menatapku datar kemudian menautkan alisnya. Sial, dia menyadari kehadiranku. Tidak peduli, acuhkan dia, Noela, acuhkan saja.
Aku melihat bayangan kaki Liam mendekat, namun tubuhnya dengan sigap berpindah ke kursi di barisan kedua. Apa yang terjadi pada Liam? Mengapa dia berpindah? Apakah dia sudah mulai terkontaminasi akan malasnya teman-temannya itu? Jangan sampai, kembalilah Liam. Aku mohon ...
"Kau baik, Noela?"
Suara itu ... atau, mengapa seperti suara Harry? Apakah efek kedinginan ini membuat fungsi indera pendengaranku menurun? Semoga saja aku memang salah mendengar, itu bukan Harry.
"Jawab aku." Dia menyenggol pundakku. Sialan, ini memang Harry.
"Tidak apa-apa. Aku sangat amat baik-baik saja dan sehat sentosa." Aku menekan setiap kata yang keluar dari mulutku.
"Tapi wajahmu berkata lain." Harry kemudian bangkit. Aku melihat dia menarik jaketnya yang tertinggal di bangkunya tadi sekaligus memindahkan tasnya di sebelahku kemudian. Dengan begitu Harry membuat jaket hangatnya memelukku. "Kurasa kau kedinginan."
Dia manis sekali, atau ini bukan Harry? Mengapa dia begitu baik padaku?
"Terima kasih." Aku tersenyum.
"Apa kau juga memerlukan mantelku?" Harry hampir saja melepas mantelnya, namun aku menahan tangannya.
"Tidak perlu. Itu membantu menghangatkan tubuhmu."
"Tapi kau benar-benar terlihat sakit."
Ini karena kau lupa menutup jendela belakang, Bodoh. "Tidak apa-apa. Hanya sedikit dingin."
Harry menarik alisnya. "Yakin?"
"Sungguh." Aku terkekeh. "Lagi pula mengapa sikapmu berubah begitu manis? Sesuatu merasukimu?"
Harry menyandarkan tubuhnya seraya menegangkan ototnya. "Tidak. Hanya saja aku khawatir jika kau sakit, nanti malam aku terpaksa memasak makan malam sendiri. Aku butuh traktiran."
Sialan pria ini. "Dasar, Gila. Apapun kondisiku, aku akan menepati janji. Sudahlah, suruh Liam kembali kemari."
"Tidak mau!"
Sok manis sekali dia. "Cepat!"
Dia menggeleng selagi menunjukkan senyuman anehnya. "Liam akan duduk di belakang, aku suka di depan untuk hari ini. Bisa, 'kan?"
Aku memutar bola mataku. Bertetangga di asrama dengan Harry, sekelas dan sejurusan dengannya, berkelompok hanya berdua dengannya, dan sekarang duduk bersebelahan dengannya? Besok apa lagi yang akan terjadi di antara aku dan dirinya? Tuhan, tolong hilangkan pikiran-pikiran negatifku ini, aku memohon sangat pada-Mu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moments ✔
Fanfic[COMPLETED ON JUNE 9th 2017] Menurut seorang Harry Styles, tidak ada liburan musim dingin adalah hal yang paling buruk. Ditambah lagi dengan kegiatan pertukaran pelajar singkat yang akan berlangsung selama beberapa bulan. Lebih buruk lagi, saat seor...