#6 : Semoga Dia Abadi Dalam Apa yang Aku Tulis

85 3 2
                                    

Semenjak pagi, aku sibuk di depan layar laptop. Ribuan kata telah aku ketik. Semuanya tentang kenangan yang pernah aku alami bersama Robby. Dari pertama kali bertemu di swalayan dengan senyumannya yang menyebalkan. Lalu kisah empat jam yang dia habiskan untuk membaca di bus. Interaksi pertama yang terjalin, saat aku menghampirinya, menyapa "hai" untuk memulai percakapan.

Ingatanku tentang dia sangat kuat. Jadi apa yang aku tulis ini begitu detail. Aku menghitung, satu tahun dua bulan semenjak kami pertama kali berbicara. delapan bulan saat Robby terbaring lemah. Tidak pernah aku membayangkan bahwa Robby mengidap penyakit Leukimia. 

Dia memang kurus dan tinggi. Kulitnyapun pucat. Tetapi, sungguh tidak kusangka kalau dia menderita penyakit seperti itu.  Diapun tidak mengetahui kalau ternyata mengidap leukimia. Penyakit ini diketahui saat telah mencapai stadium lanjut. Robby tidak pernah merasakan gejala-gejalanya dalam jangka waktu yang lama.

Aku terus mengetik hingga sore tanpa berhenti. Tulisan ini mungkin sudah bisa dijadikan sebuah buku. Lima puluh enam halaman, sebanyak itu jumlah halaman yang berisi kenangan-kenanganku bersama Robby dalam empat bulan pertama saat dia masih sehat.

Suatu siang yang mendung akhir tahun lalu, aku mendapat panggilan telepon yang memberitahu Robby jatuh saat sedang bekerja. Semenjak itu tidak banyak kenangan yang terukir. Hari-hari kami banyak dilalui dengan berbagai pengobatan yang harus Robby jalani. 

Masa-masa itu adalah saat ketika aku tidak banyak lagi mengingat kenangan ini secara detail. Semuanya selalu sama, dan berat. Belasan atau puluhan kali aku datang menjenguknya. Tidak terhitung jumlah aku menginap di kamar rumah sakit tempat dia dirawat. berkali-kali dia keluar masuk rumah sakit.

Itu adalah bagian kedua ceritaku. Saat ini aku hanya ingin berkonsentrasi mengingat dan menulis masa-masa indah empat bulan pertama kami. Delapan bulan saat dia sakit nanti saja aku ingat. Aku memiliki waktu sepanjang tahun untuk menulisnya. Biarlah nanti, saat ini aku ingin bersenang-senang dahulu. Aku pikir, aku cukup lelah untuk bersedih. Aku ingin tersenyum untuk saat ini.

Sudah malam, saat aku menyelesaikan tulisan ini. Berlembar-lembar untaian kata itu aku cetak. Berlembar-lembar kertas berserakan di lantai. Biarlah seperti itu dulu untuk malam ini. Aku terlalu lelah untuk mengumpulkannya. Besok saja aku kerjakan. Aku hanya ingin tidur malam ini. Tidur nyenyak dengan tidak memikirkan apapun.

***

Ada suatu yang kurang dalam tulisan ini. Suatu hari entah kenapa kami bertemu. Lalu selanjutnya beberapa kali kami bertemu. Seperti memang takdir yang telah mempertemukan. Tetapi, bukanlah takdir yang membuat aku menghampirinya. Dia orang yang cukup menarik, jadi kenapa aku harus membiarkan pertemuan ketiga kalinya ini begitu saja. Jika memang takdir bersikeras membuat aku bertemu dengan dia, aku menyerah. Inilah yang diinginkan takdir, mempertemukan untuk memisahkan kami.

Aku membaca kembali lembaran-lembaran yang aku tulis. Kesalahan ketikan dan beberapa kalimat tidak efektif bertebaran disana-sini. wajar saja, bukan permasalahan aku tidak mahir dalam menulis.  Tetapi aku menuliskannya dengan begitu emosional, dan tidak terlalu banyak perenungan, sebelum menuliskan kata demi kata. Apa yang terlintas, langsung aku tuliskan. Sungguh memerlukan begitu banyak pemeriksaan kembali untuk mengubah tulisan ini agar benar-benar layak untuk dibaca. Nanti saja semua itu aku kerjakan.

Satu bab kisah dalam perjalanan hidup telah selesai aku tuliskan. Tetapi masih ada sesuatu yang kurang. Ini adalah kisah kami. Aku dan dia berada dalan satu rangkaian cerita indah selama empat bulan.

Cukup empat bulan untuk membuat kami yakin bahwa kami memang ditakdirkan untuk bersama. Tidak peduli dengan masa laluku, tidak peduli dengan masa lalunya, yang ada saat itu hanya masa sekarang dan masa yang akan datang.

Maka disitulah letak kekurangan kisahku. Aku tidak benar-benar tahu akan masa lalunya. Dalam percakapan yang kami lakukan, sedikit sekali kami membahas tentang masa lalu masing-masing. Saat itu waktu yang ada tidak cukup untuk membahas saat itu saja.

Maka hanya ada seorang Robby yang asing datang, dan entah kenapa aku begitu mencintainya. Hanya kepada dia seperti apa adanya saat itu. Tidak dengan masa lalunya, tidak dengan kehidupannya. Cukup dia saja. Saat itulah benar ungkapan bahwa dunia ini serasa milik berdua saat menjalin cinta.

Saat ini tinggal aku dan kenangan tentang dia. Aku mengetahui hidupnya dari masa singkat empat bulan saat kami memadu kasih. Sebelum itu aku tidak tahu sama sekali.

Mungkin akan sangat berarti jika aku tahu masa lalunya, dunianya, serta apapun tentang dia dimasa lalu. Sebelum kami bertemu. Aku ingin mengetahui itu semua.

Semoga dia abadi dalam apa yang aku tulis. Apabila aku tidak ingin membaginya dengan orang-orang, biarlah aku sendiri yang menikmati kisah-kisah itu. Aku takut seandainya suatu saat nanti aku mulai melupakan apa yang telah kami jalani. Maka, tulisan ini akan mengingatkanku. Tulisan ini tetap membuat Robby hiduo. Dalam tulisan ini bercerita bahwa pernah ada kisah antara aku dan Robby.

Payakumbuh
8 April 2017.

Embun Saat Kita BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang