#9 : Aku Akan Menemaninya

57 0 0
                                    

Tidak seperti beberapa kawan lainnya, aku tidak mendaftar pada SMP yang memang ditujukan bagi alumni sekolahku. Sekolah Menengah favorit yang banyak diidam-idamkan para siswa. Sekolah Dasar tempat anak orang-orang terkenal, kaya. Kebanyakan yang bersekolah disini adalah siswa yang cerdas-cerdas. Lulus sekolah dasar, mereka kebanyakan akan diterima di Sekolah menengah favorit yang ada di kota ini.

Aku tidak melanjutkan pendidikan di tempat kawan-kawanku diterima. Bukan karena tidak terima, tetapi memang karena aku tidak mendaftar. Aku tidak berminat untuk pergumulan dengan kaum-kaum menengah keatas seperti itu. Aku tidak merasa inferior dengan mereka, tetapi sebuah bisikan membuat aku tidak terlalu nyaman berada di sekeliling orang-orang yang beruntung.

Maka, aku mendaftar pada sebuah sekolah yang terletak di pinggiran kota. Sekolah ini berada tidak jauh dari rumah. Banyak diisi oleh siswa-siswi kurang beruntung di pinggiran kota. Jarang ada yang kaya dari mereka, meskipun beberapa tampak cerdas.

Hari pertama, aku bertemu dengan seorang siswa bernama Robby. Siapa tahu selama bertahun-tahun berikutnya kami berkawan cukup akrab.

Aku mengatakannya cukup, karena aku tidak benar-benar dekat dengannya. Hanya saja sepertinya takdir sering mempertemukan kami. Selalu berada dalam satu kelas dalam masa pendidikan sekolah menengah pertama, dilanjutkan dengan kebersamaan saat sekolah menengah atas. Tingkat pertama kembali dalam satu kelas yang sama, namun berpisah pada tingkat dua dan tiga. Dia masuk jurusan IPA, sedangkan aku IPS.

Tamat SMA, kami tetap berkawan saat dia kuliah mengambil jurusan sipil, sedangkan aku belajar desain. Kami belajar di kampus yang berbeda, tetapi cukup sering bertemu.

Tamat kuliah, kami menjadi lebih akrab. Meskipun bekerja pada bidang yang jauh berbeda. Beberapa kali dalam seminggu Robby selalu menyempatkan diri mengunjungiku yang sering menghabiskan sore sampai larut malam di kedai kopi ini. Banyak cerita yang kami bahas disini. Bahkan Robby mengabarkan bahwa dia telah melamar Laras juga disini.

***

"Aku tidak tahu, akan aku mulai dari mana cerita ini?" Abe berkata kepada Laras.

"Semuanya! Ceritakan semua yang kau ketahui tentang Robby. Apapun itu." Kata Laras.

"Darimana aku bisa memulainya?"

"Mungkin dari bagaimana sifatnya saat kecil?"

Ingatan Abe melayang pada belasan tahun yang lalu. Saat dia dan Robby masih remaja. Robby adalah siswa yang lurus. Dia tidak merokok, tidak suka membolos, dan tidak pernah ikut tawuran. Sepanjang yang bisa diingat Abe, tidak pernah Robby terlibat dalam masalah-masalah yang sering dialami remaja. Dia adalah anak yang patuh.

Satu hal yang diketahui semua orang yang mengenal Robby saat masa remaja adalah, dia disukai oleh banyak gadis. Otak encer, wajah yang lumayan tampan meskipun badannya kurus, baik hati, lahir dari keluarga yang berada, itu semua cukup untuk menarik perhatian banyak gadis-gadis remaja. Yang membuat Abe heran adalah, ketidakinginan Robby untuk dekat dan menjalin hubungan percintaan degan gadis.

Kebanyakan remaja tentu ingin mencicipi indahnya cinta saat masa keemasan mereka. Tetapi tidak dengan Robby. Dia tidak ingin seperti itu. Pernah Abe bertanya kepadanya, tetapi tidak pernah ada jawaban yang pasti dilontarkan oleh Robby. Abe tidak pernah mengutak-atik permasalahan itu. Dan apa yang diketahui Abe adalah Laras adalah wanita pertama yang pernah menjalin hubungan percintaan dengan Robby. Tidak pernah Abe tahu ada wanita lain.

Abe tersadar dari lamunannya karena hentakan tangan laras ke meja. Tidak beberapa lama kemudian dia mulai berbicara. "Bisa kau bayangkan? Kau adalah satu-satunya wanita dalam hidupnya. Mungkin dia pernah mencintai wanita lain. Tetapi aku tidak pernah tahu."

Embun Saat Kita BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang