“Saatnya bangun, Louis Foster!” bentakku.
“Biarkan aku tidur sebentar. Dokumen semalam membuatku lelah.” Gumamnya.
Aku hanya bisa memberengut kesal. Apa sih yang pria ini pikirkan sekarang?
“Jam sudah menunjukkan pukul tujuh! Apa kau ingin aku telat di hari pertamaku bekerja, hah?” bentakku sambil melempar bantal ke arah Louis.
“Kasur ini terlalu nyaman untuk kutinggalkan.” Gumamnya lagi.
Aku menarik kasar selimut miliknya, dan voila! Dia hampir terjungkal dari kasurnya. Rasakan itu.
“Kau ingin aku jatuh, ya?” tanyanya dengan mata yang masih menyipit.
“Sudahlah, aku sekretarismu sekarang. Aku akan membantumu bekerja, jadi jangan khawatir kau akan lelah.” Ujarku sedikit menghiburnya.
“Buatkan aku kopi.” Louis berkata dengan masih memeluk bantal.
Aku mendelik ke arahnya dengan sebal. Apa? Dia menyuruhku membuat kopi? Memangnya aku siapanya?
“Suruh pelayanmu sana!” seruku seraya menimpuknya dengan selimut tebal.
“Aku sudah biasa telat kerja, jadi tidak apa-apa.”
“Tentu saja, kau kan direkturnya! Oke, kalau kau tidak bangun sekarang, aku minggat!” Seruku.
Louis mendecih sambil menatapku. Aku balas memelototinya. Memang dia pikir bisa membuatku takut?
“Kalau aku marah, kau tidak akan bisa lari dariku.” Ujarnya.
Aku melipat kedua tanganku dengan santai, “Oh ya? Benarkah?”
Bruk!
Oh, aku menyesali perkataanku barusan. Seharusnya aku tidak menantangnya. Kenapa aku tidak diam saja tadi? Dia benar-benar serius. Aku sekarang tidak bisa kemana-mana.
Ya, sekarang aku telentang di kasur dan ditindihnya. Mataku hanya terbelalak kaget.
“Lihat? Kau hanya seekor kelinci kecil.” Gumamnya.
Aku hanya menghela napas. Menatap matanya dengan datar. Oke, aku hanya terkejut, tetapi tidak merasa takut sedikitpun.
“Bisa tolong lepaskan? Kau berat.” Ujarku sepelan mungkin.
“Boleh saja, asalkan kau membiarkanku tidur.”
Aku memelototinya. Dengan tangan yang masih bebas, aku mencubit pipinya dengan kasar.
“Tidur saja nanti di kantor! Selesaikan dulu pekerjaanmu, rubah sialan!” seruku.
Louis hanya meringis kesakitan. Dia langsung bangun sambil memegangi pipinya yang memar. Aku pun mendesah lega, karena dapat duduk dengan bebas.
“Kukumu tajam.” Gerutunya.
Aku menoleh sinis ke arahnya, “Pipimu keras.”
“Mulutmu tajam juga!”
“Badanmu berat!”
“Salah siapa tadi membuatku marah?”
“Salah sendiri tidak mau bangun!”
“Itu—”
Aku mendelik ke arah Louis, “Hentikan ocehanmu dan cepat mandi! Sarapan sudah kusiapkan.”
Louis hanya terdiam dan mengangguk dengan cepat.
“Baik.”
————

KAMU SEDANG MEMBACA
The House
RomantikDitawari untuk tinggal berdua oleh pria yang baru saja kau kenal. Lalu tiba-tiba kau diakui sebagai tunangannya. Bagaimana tindakanmu selanjutnya?