by sirhayani
part of zhkansas
___
Saat pulang sekolah hari ini, Ara mendapati sebuah kotak kado dari seorang siswa kelas X. Katanya pemberian dari seseorang, namun Ara sudah bisa menebak apa isi kotak itu dan siapa yang memberikannya.
Tepat pukul sebelas malam, saat ini, Ara membuka bungkusannya dan membuka penutup kotak berwarna hitam itu. Sudah Ara duga. Ponsel yang ada sekarang bukan ponsel yang beberapa hari lalu layarnya pecah. Laki-laki itu kembali memberikannya yang baru.
Ara berdecak. Dia mengusap wajahnya dengan pelan. Di sisi lain, dia ingin mencoba untuk tidak akan menerima apa pun dari Elvan lagi, tetapi laki-laki itu seolah tuli, seolah tak pernah mendengar keinginan Ara. Satu pun. Laki-laki itu melakukan apa yang ingin dia lakukan. Itu saja.
Jam weker dan beberapa novel yang ada di atas mejanya juga termasuk pemberian Elvan. Itu sudah lama sekali. Sudah satu tahun yang lalu, tepatnya saat mereka berdua masih duduk di bangku kelas X SMA.Ara masih sangat mengingat dengan jelas bagaimana pertemuannya dengan Elvan saat menjalani Masa Orientasi Siswa. Saat itu, para panitia menghukum Ara yang notebenenya tidak begitu dikenal jelas oleh panitia, sedangkan Elvan sudah dikenal karena merupakan anak salah satu pengusaha sukses di Indonesia.
Saat itu, salah satu panitia ingin melihat bagaimana seorang gadis berkacamata bersanding dengan laki-laki tinggi, tampan, dan anak orang kaya. Ara pikir, siswa-siswi baru seangkatannya akan menertawakannya ketika sudah berdiri di depan peserta MOS dan tentunya berada tepat di samping orang yang belum pernah ia temui. Bahkan bertatap mata sekali pun.
Ara pikir semua siswa dan siswi SMA Negeri Unggulan Akademik akan menertawainya ketika salah satu panitia berteriak mempertanyakan apakah dia pantas bersanding dengan laki-laki yang berbeda jauh di atasnya. Kata orang, ibarat langit dan bumi. Namun, apa yang Ara pikirkan berbanding terbalik dengan apa yang terjadi. Semuanya menjawab bahwa mereka cocok lalu panitia yang bertanya itu kemudian menjelaskan bahwa tak ada yang mustahil di dunia ini.
Ara pikir, semuanya akan berhenti sampai di situ. Ara pikir, semuanya hanya bercandaan yang tak akan pernah terulang lagi. Ara pikir, hidupnya akan seperti siswa kebanyakan yang santai, tak ada masalah di sekolah. Namun ternyata beberapa orang tidak menyukainya. Beberapa orang memusuhinya secara terang-terangan hanya dengan alasan tidak suka dengan wajah polos Ara yang membuat mereka merasa itu hanya dibuat-buat, bahkan dia sempat di bully oleh beberapa senior kelas XII. Justru kejadian itu yang membuat Elvan dan dirinya mulai dekat. Bukan karena Elvan datang membela Ara disaat senior itu menarik rambut Ara dan memarahinya, tetapi Elvan hanya diam. Tidak ingin mengambil risiko yang bisa saja mengakibatkan Ara makin dibenci.
Kenyatan yang membuat Ara sempat bingung adalah ketika dia mulai menampakkan prestasi, semua yang mebencinya dulu mulai mendekat, mengucapkan selamat dan kata maaf.
Hari setelah Elvan mendapati Ara sedang di bully, mereka bertemu disaat pulang sekolah. Saat itu Ara berjalan kaki pulang ke rumah dan Elvan berusaha bertanya pada Ara, di mana rumahnya, kenapa berjalan kaki, dan kenapa perempuan itu tidak mau menerima niat baik Elvan untuk mengantarnya pulang.
Sedangkan Ara hanya diam membisu.
Ara pikir, Elvan tidak akan mengikutinya lagi ketika Ara sudah jelas-jelas menolak Elvan dengan cara diam tak bersuara. Namun, Elvan terus menjalankan motornya dengan pelan sedangkan Ara berjalan kaki sambil menunduk karena risih. Bahkan sesekali Ara berjalan tergesa-gesa agar Elvan segera berhenti mengikutinya.
Pada akhirnya Ara menyerah ketika Elvan meneruskan motornya melewati gang menuju rumah Ara.
"Mau lo apa, sih?" tanya Ara waktu itu. Sedangkan Elvan mengerjapkan mata setelah mendengar suara Ara yang membentak, tetapi detik berikutnya Elvan tersenyum.
"Kenalan." Hanya itu yang Elvan jawab, tetapi karena Ara tidak suka diganggu dan tak ingin semuanya berdampak pada dirinya sendiri, akhirnya Ara cepat-cepat masuk ke dalam rumahnya dan mengunci pintunya lalu dia melihat Elvan lewat jendela, laki-laki itu sedang menggaruk-garuk tengkuk dan memasang ekspresi kebingungan tapi entah kenapa tiba-tiba saja Ara tersenyum melihatnya.
Ada perasaan aneh, namun dia tak mungkin dengan cepat tahu apa itu.
Itu sudah lama sekali.
Terkadang Ara ingin mengulang semuanya lalu mengubah saat-saat di mana keduanya memilih untuk berpisah. Jika saja itu terjadi, saat itu Ara akan mempertahankan semuanya. Ara akan meyakinkan Elvan untuk tetapi ada di sisinya. Namun kenyataannya yang ada semuanya sudah terlewati, tetapi kemungkinan untuk bersama-sama masih ada, 'kan?
Perempuan itu kembali mengusap wajah bersamaan dengan ponsel barunya yang berdering. Sudah ada kartu sim miliknya di dalam sana. Dia mengambilnya di atas meja kemudian menatap layar, membaca pesan masuk dari Della.
Fradella : Besok belajar di kosan gue aja, ya? Gapapa kan?
Padahal, Ara sudah berinsiatif untuk memberitahukan kepada Della besok ketika bertemu di sekolah agar mereka belajar di rumah Ara saja. Namun, tentunya Ara memilih untuk tidak menolak.
Paramita E. : Okee
Dia beralih membuka perangkat lunak pengolah kata di laptopnya. Membuat tulisan di sana untuk nanti dia kirim ke blog pribadi. Dia akan bercerita singkat tentang hidupnya tanpa orang yang dia cintai, Mama, Papa, dan ... Elvan yang selama setahun lebih ada di dekatnya. Membantunya selain Farah, ketika dia sedang membutuhkan bantuan.
Bagaimana saya bertahan tanpa mereka?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Persona
Teen FictionTERBIT 📖 - Ara tahu ada rumor tidak mengenakkan tentang Della yang beredar di sekolah. Kepintaran Della memang tidak diragukan, tapi rumor tentang kehidupan malam cewek itulah yang sering dibicarakan teman-teman sekelasnya. Ara tak terlalu peduli...