by sirhayani
part of zhkansas
___
tungguin aja rombongan sekolah gue nyerbu ke sekolah lo
Danny membaca pesan berisi satu kalimat itu dari nomor yang tidak dikenalinya, tetapi dari gelagatnya saja Danny sudah tahu siapa. Pasti salah satu siswa SMA yang merupakan musuh sekolahnya. Bagaimana pun predikat SMA Negeri Unggulan Akademik, tetap saja sekolah itu sudah dibangun lama dan dari tahun ke tahun beberapa akan ada perselisihan ketika lomba akademik maupun non-akademik akan tidak mereka terima ketika merasa ada yang curang. Sekolahnya juga tidak sepenuhnya berisi siswa-siswi rajin dan berprestasi, contohnya dirinya sendiri yang dia rasa tak memiliki kemampuan khusus.
Ah, Danny pernah ikut klub karate sekolah, tetapi dia dikeluarkan karena melanggar janjinya untuk tidak mempergunakan keahliannya itu dengan sembarangan, seperti setahun yang lalu ketika dia masuk ruang BK karena telah menghajar kakak kelasnya sampai terbaring di rumah sakit. Beruntung karena tak ada tuntutan sama sekali. Danny juga tidak diikutkan ke kejuaraan Internasional di Malaysia beberapa bulan yang lalu gara-gara kejadian itu. Padahal dia sudah ditunjuk untuk ikut seleksi sebelum keberangkatan beberapa bulan kemudian."Kenapa?" tanya Elvan bingung. Laki-laki itu menaikkan kedua kakinya di atas meja.
"Gue nggak pernah mancing si Yufa sampai-sampai dia ngirim SMS ke gue kayak gini." Danny rasanya ingin mengumpat berkali-kali dengan suara keras, tetapi dia sadar jika melakukan itu maka akan berdampak pada dirinya sendiri.
Elvan menyipitkan mata. Tatapannya tertuju pada layar ponsel Danny. "Nggak ada namanya."
"Tapi gue yakin ini dia."
"Ya udah." Elvan menjawab tak peduli. "Biarin aja."
Danny rasanya ingin memukuli laki-laki yang diajaknya berbicara itu, namun dia sendiri bingung kepalan tangannya padahal sudah terbentuk, tinggal dia berikan bogeman di pipi Elvan berkali-kali, seperti apa yang Elvan sering lakukan padanya ketika dia punya salah.
"Untung gue sayang lo."
Elvan mendengus pelan. Kepalanya beralih ke arah lain. "Najis."
Tiga laki-laki yang membolos itu kini duduk bersisian di meja siswa yang dibiarkan tergeletak di luar ruangan. Elvan sendiri bingung kenapa pihak sekolah masih belum maksimal memperbaiki sekolah favorit itu. Dari apa yang dia dengar ketika di luar sana, sekolahnya itu terkenal dengan siswa-siswinya yang pintar, rata-rata mempunyai ekonomi orangtua yang serba kecukupan, beasiswa yang bertebaran, beberapa siswi yang juga merupakan model, dan masih banyak lagi. Tapi tetap saja, di pikiran Elvan, masih saja ada yang seperti dirinya, Danny, Tama, dan beberapa teman seangkatannya, siswa kelas XII bahkan kelas X.
Danny turun dari meja ketika nomor yang mengirimkannya pesan tadi tertera di layar, meneleponnya. Danny tak perlu berpikir panjang untuk menerima panggilan itu atau tidak. Saat dia berjalan menjauh menuju bagian gerbang belakang, suara deruman motor terdengar banyak dan memekakkan telinganya. Bukan hanya lewat perantara sambungan itu, tetapi juga berasal tak jauh dari tempatnya berdiri.
Ketika dia ingin berkata, sebuah batu mengenai bahunya. Menyebabkan ponselnya jatuh tergeletak di atas tanah yang semalam dibasahi oleh air hujan.
***
"Kalian berdua saling kenal?"
"Gue nggak kenal dia."
Lebih dari satu tahun yang lalu, Ara mengajukan sebuah permintaan pada Elvan untuk merahasiakan hubungan mereka dari siswa di sekolah. Jangan sampai ada yang tahu mereka punya hubungan seperti hubungan antara Farah dan mantan pacarnya waktu itu, yang pernah menjadi bahan bercandaan siswa-siswi di kelas. Ara tak mau itu terjadi padanya di kelas. Risih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Persona
Teen FictionTERBIT 📖 - Ara tahu ada rumor tidak mengenakkan tentang Della yang beredar di sekolah. Kepintaran Della memang tidak diragukan, tapi rumor tentang kehidupan malam cewek itulah yang sering dibicarakan teman-teman sekelasnya. Ara tak terlalu peduli...